FOLLOW & VOTE dulu yuk🔊
•
•
•
•
Selamat membaca🤓Maia menelan ludah keringnya dengan susah payah. Bahkan tenggorokannya pun terasa terlalu pahit dan getir untuk menelan kebenaran itu. Tapi bukan kebenaran pada cerita yang dituturkan Alex melainkan pada wajah yang sebenarnya dari lelaki yang kini terduduk lesu dihadapannya.
Jadi seperti itulah dirinya. Hanya sebuah pion. Alat untuk mencapai tujuan. Jika sudah terpenuhi maka ia akan segera dibuang. Tak ada yang berubah dengan nasibnya...
"Petra Hofmann adalah Gubernur korup, dia bermuka dua dan menjalani kehidupan ganda. Aku sudah mengumpulkan banyak bukti kejahatannya yang akan membuatnya dipenjara sangat lama, tapi aku ingin membuatnya menderita dulu." Ujar Alex pelan dan jelas. Matanya yang segelap malam menatap tajam pada Maia. "Dan aku memilihmu sebagai senjata untuk membalaskan dendamku." Imbuhnya lirih.
Meski beberapa detik yang lalu dia sudah bisa melihat tujuan dari permainan yang sengaja diciptakan Alex dengan memilihnya sebagai pemeran utama cerita ini, tetap saja bulu ditubuh Maia meremang sempurna. "Tidak..." lirih suara dari bibirnya yang bergetar tanpa dapat dikontrol.
Alex tiba-tiba bangkit dari duduknya dan berjalan beberapa langkah menjauh dari Maia sambil menjambak keras rambut lebatnya.
"Aku hanya melakukan penyelidikan sangat singkat terhadapmu. Aku bahkan tidak membaca laporan lanjutan tentangmu yang dikirimkan detektif yang kusewa. Aku sangat puas dengan laporan awal tentangmu, yang menyebutkan betapa brengseknya dirimu yang memaksa ibu angkatmu menjual rumahnya untuk membayar hutang-hutangmu juga kesukaanmu menghabiskan malam dengan clubbing bersama kekasih playboy mu si Bara DJ hajatan kampung itu. Jadi aku segera mengeksekusi rencanaku tanpa perlu merasa bersalah jika memakaimu sebagai senjata balas dendamku karena kau bukan makhluk suci seperti malaikat apalagi si gadis polos tak berdosa. Kau sama kotornya dengan ayahmu..." racau Alex berjalan mondar-mandir sambil menjambak-jambak rambutnya.
"Tidak... tolong katakan... semua ini hanya PRANK..." rintih Maia lemah.
"Maia, aku benar-benar sangat menyesal. Kalau aku bisa mengulang waktu aku pasti tidak akan menyewamu untuk menjadi kekasih pura-puraku hanya agar para paparazi mencari informasi siapa kau dan siapa keluargamu dan kemudian memajang wajahmu yang sangat mirip ibumu di majalah gossip lalu viral di sosial media agar ayahmu melihatmu dan menyadari aku memegang kartu AS nya dan... ah, brengsek! aku juga tentunya tidak akan mempertemukan kalian di Selandia Baru hanya untuk membuat bajingan itu takut padaku dan menuruti kemauanku yaitu membersihkan nama baik adikku yang dinyatakan fihak polisi mati karena mabuk dan narkoba..."
Kadua kaki Maia gemetar dan dia tersandar pucat di kursinya. Kedua matanya menatap nanar pada sosok penuh kecewa yang berjalan mondar mandir dengan gelisah dihadapannya.
"Pantas saja kau selalu menghindar setiap kali kutanya kenapa kau memerlukan seorang fake lover... padahal santer terdengar kau memiliki kekasih seorang artis terkenal yang cantik dan kau tidak kekurangan apapun untuk memacari wanita yang sepadan denganmu..." ujar Maia tersenyum pahit.
"Saat aku sudah mengenalmu, aku sadar bahwa apa yang aku lakukan padamu itu salah." Aku Alex gusar.
"Tapi itu tidak menghentikan rencana balas dendammu. Kau bahkan berhati batu saat mengajakku ke Selandia Baru dan menjadikanku umpan tolol di depan ayahku. Penyesalanmu hanya timbul dimenit-menit terakhir, saat kau meniduriku, setelah kau tau aku masih perawan! Sebelum itu, bagimu aku hanya sebuah benda tak berharga, hanya alat balas dendammu. Tidak, kau tidak terlalu merasa bersalah karena kau merasa sudah cukup impas dengan membayarku seharga pelacur papan atas. Lima ratus juta plus bonus jika aku bertahan sampai akhir masa kontrak, hahaha... tentu saja si miskin yang terlilit hutang tujuh turunan ini mengambil satu-satunya kesempatan mendapatkan uang banyak dalam sekejap. Kau sangat lihai berbisnis Tuan Alex..." tawa Maia sinis dalam derai air mata.
KAMU SEDANG MEMBACA
FAKE LOVER (TAMAT)
RomanceWARNING! 21+ [konten dewasa] ALEX PAMUNGKAS MEIER menyandarkan tubuh besarnya ke kursi kulit singgasananya dengan tidak nyaman. Seperti yang terjadi sebelum-sebelumnya, setiap kali gadis itu berada di sekitarnya, dengan kurang ajar juniornya membes...