30

79 4 0
                                    


"Tumben lo datang pagi?"

"Gue kira setan, ternyata bidadari," ucap Hel sembari tersenyum lebar ke arah Keyala yang kini duduk di sebelah Hel. Saat ini mereka tengah duduk berdua di bawah pohon melihat ke arah lapangan basket.

"Bacot," ucap Keyala.

"Bidadari gak boleh ngomong kasar," Hel mencolek colek bibir Keyala dengan tangannya.

"Apaan sih lo," Keyala menepis tangan Hel, sedangkan anak itu hanya cengengesan dan kembali melihat ke arah lapangan yang sepi, sebenarnya Keyala juga bingung kenapa dari tadi Keyala perhatiin Hel terus memandangi lapangan yang kosong melompong seperti ini? Apakah Hel indigo? Sehingga dia bisa melihat makhluk halus?.

"Lo indigo ya?"

"Hah indigo?" Tanya balik Hel mencoba meyakinkan pertanyaan yang Keyala lontarkan.

"Iy---"

"Gue bukan indigo tapi Indihome, hahaha pertanyaan Lo kocak banget deh."

Pletakkk

Keyala menjitak kepala Hel dengan sangat keras. Membuat sang empu meringis kesakitan.

"Sakit key."

"Lebay, gitu aja sakit, lakik bukan?" Keyala memutarkan bola matanya malas.

"Nih Lo liat nih nih liat pake mata lo bukan pake dengkul, kepala gue kemarin abis di jahit ya wajar lah kalo sakit, dasar wonder woman," ucap Hel dengan tangan yang terus menunjukan luka yang ada di kepalanya.

"Ya maaf, gue kan gak tau."

"Gue mau maafin lo, tapi beliin gue bubur dulu baru gue maafin lo," ucap Hel.

"Gue yakin kaki lo belum lumpuh, tangan lo juga masih berfungsi kan? Gunain lah bukan cuma jadi pajangan doang." Ucap Keyala sebelum benar-benar pergi. Hel masa bodo dengan Keyala yang mungkin marah, saat ini dia masih nyaman di tempat ini dan ingin menenangkan sedikit pikirannya yang sangat amat kacau.

Tak lama setelah Keyala pergi, Hel kembali mendengar suara orang yang berjalan ke arah nya, awalnya sih Hel tidak peduli mungkin itu siswa yang baru datang, tapi ternyata dugaan Hel salah. Itu adalah Keyala, dia kembali lagi dengan tangan yang menenteng semangkuk bubur ayam yang di pesan di kantin.

"Katanya mau bubur."

"Ternyata lo lucu juga ya, meskipun marah-marah tapi lo tetap beliin gue bubur," ucap Hel sembari menerima bubur itu dari tangan Keyala.

"Cepetan abisin makanan nya terus masuk kelas." Ucap Keyala.

"Siap Bu ketos."

"Dua menit selesai."

"Hemmm," Hel memakan bubur pemberian  Keyala tadi, tanpa dia sadari ternyata dari tadi Keyala terus memperhatikan Hel makan. Entahlah Keyala juga tidak tau ada apa dengan nya, dia hanya merasakan ketenangan ketika melihat wajah Hel. Apakah itu pandangan pertama Keyala?

"Lo gak beliin gue minum?"  Tanya Hel kepada Keyala yang masih menatap wajah Hel.

"Nih," Keyala memberikan satu botol minum.

Setelah acara makan tadi, kini mereka sudah kembali ke kelasnya masing-masing, beruntung ketika Hel masuk guru sedang tidak ada sedangkan kelas Keyala masih ada guru yang mengajar meskipun begitu Keyala tetap tidak di beri hukuman karena semua guru yang mengajar pun sudah tau jika Keyala ketua OSIS jadi mungkin banyak kegiatan yang harus Keyala urus.
___________

Setelah pulang dari sekolah, Hel langsung pulang ke rumah neneknya. Seperti biasa dia masuk ke dalam rumah dengan mengucapkan salam dengan lantang, jika tidak berteriak sepetinya ada yang kurang, hidup Hel seperti hampa jika tidak membuat neneknya memarahinya.

"Kebiasaan kebiasaan, udah sana kamu ganti baju abis itu makan nenek tungguin di meja makan."

"Okey laksanakan nenek, murah," setelah mencium pipi sang nenek, Hel langsung berlari ke kamarnya, mengganti baju seragamnya dengan baju santai setelah itu dia turun kembali dengan senyuman yang indah di wajahnya.

Tapi senyuman indah itu harus terhapus menjadi tatapan tajam ketika melihat tiga orang yang bahkan tidak Hel anggap keberadaanya. Kenapa mereka ada di sini? Kenapa akhir-akhir ini Hel rasa mereka sering mengunjungi rumah neneknya, dulu saja mereka bisa bertahun-tahun tidak kemari bahkan untuk menelpon dirinya saja tidak pernah.

Apakah mereka tau jika rasa sakit yang mereka buat sudah terlalu dalam bahkan sangat susah untuk di obati lagi. Selama ini Hel sudah terlalu nyaman tinggal bersama nenek dan kakeknya, kakeknya memang keras dalam mendidik Hel tapi beliau tidak pernah main tangan, nenek nya memang sering memarahinya tapi itu kemarahan tanda sayang sang nenek kepadanya bukan marah kebencian seperti ayahnya yang sering bahkan tiap hari memukulnya mencaci maki seperti bundanya lakukan.

"Sini Hel," sang nenek melambaikan tangannya memanggil Hel yang masih berdiri dekat dengan mereka.

"Aku mau makan di luar," ucap Hel dingin.

"Tidak boleh, Sekarang kamu duduk dan makan makanan yang ada," ucap sang kepala keluarga dengan tegas.

"Makanan? Gak ada makanan di sini, masa gue hari makan ati."

"Jaga bicara mu, duduk Sekarang juga!"

"Duduk di mana? Lesehan? Sorry ya gue masih punya harga diri masih punya hati, dari pada makan sama kalian yang bisanya ngomelin gue Mulu mending gue beli makanan di luar," ucap Hel, dia sudah kesal karena keluarganya datang kemari, terus Sekarang kursi yang sering Hel tempati di duduki oleh orang yang Hel benci.

"Ah iya, Gabriel kamu pindah duduk ya nak, soalnya ini kursi kesayangannya Hel jadi cuma dia yang bisa duduk di kursi ini."

"Terserah aku lah nek mau duduk di mana, lagian di rumah ini masih banyak kan kursi yang kaya gini, mending Lo ambil kursi yang lain aja," ucap Gabriel santai sembari memakan makanan yang ada di hadapannya, sungguh nenek juga sangat geram kepada Gabriel karena dia tidak pernah mematuhi aturan yang ada di dalam keluarganya.

"Simpan dulu makanan mu, nenek saja yang lebih tua dari kamu belum menyentuh makanan ini sama sekali," ucap Sanga nenek.

"Nek, aku udah lapar dari tadi, terus harus nungguin dia dulu, emang dia siapa? Hanya sampah saja harus di jadikan raja, enak saja," ucap Gabriel.

"Se------"

"Udah nek, aku mau makan sate di depan mungpung belum pergi, nenek makan aja di sini yang anteng okey."












____________________________________

Gak tau terlalu gelap buat lanjutin cerita ini Loch
Tapi aku masih lanjut ceritanya sebisa aku saja ya.

TBC

ABHIPRAYA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang