15.

55 4 0
                                    


"Assalamualaikum nenek."

"Wa'alaikumsalam, loh kok udah pulang jam segini? Kalian bolos sekolah ya?" Tanya nenek, ana sekolahan pulang jam sembilan pagi? Patut di curigai yang seperti ini mah.

"Nenek mah suuzon mulu, kita di pulangin cepet karena guru -guru mau rapat nek," balas Hel.

"Iya nek, kita gak bolos sekolah kok," lanjut Agis yang merasa ter fitnah.

"Emang ada rapat apa sih?"

"Rapatin dia nek, tadi pagi-pagi dia udah baku han----" ucapan Agis terhenti saat tangan Hel menutup mulutnya.

"Astaga Hel Hel, kamu ini kenapa sih selalu saja membuat masalah? Kamu gak kasian sama nenek yang udah tau gini?! Kamu gak kasian sama Agis, sama, diri kamu sendiri hah?!"

Hel dan Agis di buat mematung oleh sang nenek yang marah kepada Hel. Mereka berdua terutama Hel hanya diam membeku, Hel tidak tau harus apa sekarang karena ini kali pertamanya sang nenek marah seumur hidup Hel.

"Nek----"

"Sudah lah, nenek mau ke kamar, nenek lagi gak enak badan," ucap sang nenek sambil membalikan badannya.

"Biar Hel antar," Hel memegang tangan sang nenek, dan tanpa penolakan Hel mengantarkan sang nenek ke kamarnya.

"Tutup pintunya lalu kunci," pintar sang nenek.

Hel hanya menuruti perintah sang nenek, lalu menghampiri nenek yang sudah duduk di tepi kasur, Hel pun langsung duduk di hadapan sang nenek meskipun di bawah tapi hal seperti itu sudah lumrah bagi Hel.

"Nek," Hel memegang tangan nenek yang sudah keriput.

"Nenek gak marah sama kamu, nenek cuma kecewa sama kamu nak," nenek mengelus rambut Hel.

"Maaf."

"Seharusnya nenek yang minta maaf, maaf tadi nenek gak bermaksud bentak kamu, tapi nenek sangat takut, nenek takut orang itu datang lagi seperti yang almarhum kakek mu ucapkan dulu, nenek gak mau kamu terus di siksa seperti itu, nenek mau kamu hidup seperti remaja lainnya nenek mau kamu bebas sayang," nenek menangis dan terus mengelus rambut sang cucuk yang selama ini hidup dan tumbuh bersamanya tanpa ada peran Ayah dan Bunda di hidupnya.

"Maaf, maafin Hel nek, maafin Hel, gara-gara Hel ada di dunia ini, nenek jad gak bisa nikmatin masa muda nenek, seharusnya Hel nggak ada di dunia ini nek," Hel menenggelamkan wajahnya di paha sang nenek, dia menangis begitupun dengan sang nenek, nenek mana yang tega melihat cucu nya menangis seperti ini karena dia menyesal telah lahir ke dunia ini, dan harus memikul semua beban yang seharusnya bukan dia yang menerimanya.

"Nggak sayang, jangan salahin diri kamu sendiri, yang salah itu mereka karena mereka kamu jadi seperti ini, mereka udah buta! Otak mereka udah di cuci sama anak sialan itu!"

"Seharusnya kamu yang ada di sana Hel, seharusnya kamu yang mendapatkan kasih sayang orang tua karena kamu anak semata wayang mereka, nenek janji, nenek janji sama kamu, nenek akan bikin mereka menyesal karena udah mengasingkan kamu, kamu mau kan bantu nenek?"

Hel langsung mendongakkan wajahnya menatap, dengan mata yang berkaca-kaca Hel menatap lekat wajah sang nenek, ternyata di balik ke baikkannya sang nenek mempunyai dendam yang besar.

"Jangan nangis, di luar ada Agis, kasian kalo dia sendirian, gih kamu temenin, nenek mau istirahat dulu," ucap sang nenek sambil mengelus pipi Hel.

Tanpa mengucapkan apapun Hel langsung berdiri dan berjalan keluar kamar sang nenek untuk menemui Agis, namun saat dia sampai di ruang keluarga ternyata Agis tidak ada, Hel mencoba mencari keluar tapi tidak ada, Hel mencoba menelpon agis, untungnya Agis mengangkat panggilan dari Hel.

"Gis lo dimana sih?!"

"Gue lagi di kolam renang? Kenapa emangnya kaya yang panik gitu sih? "

"Gue kesana"

Hel berlari menuju halaman belakang di mana Agis berada, dan ternyata benar Agis ada di sana tepatnya di pinggir kolam dengan kedua kakinya masuk ke dalam kolam.

"Gis."

"Apaan?"

"Gue cariin ternyata lo di sini," Hel berdiri di belakang Agis sambil melipat kedua tangannya di depan dada.

"Abisnya lo lama banget di kamar, dari pada gue bosen ya udah gue kesini aja, maaf kalo gue agak lancang," ucap Agis.

"Berdiri, kita masuk lagi ke dalem," pintar Hel, tapi malah di balas gelengan oleh Agis.

"Itu tempat latihan kakek lo dulu ya?" Agis menunjuk ke halaman yang sangat luas yang terhubung langsung dengan kolam renang.

"Bukan itu tempat gue di latih dulu."

"Iya," ucap Hel dingin.

"Kakek lo orang hebat ya, udah jadi Jendral, sayang sama keluarganya, kayaknya lo hidup bahagia ya sama keluarga kakek lo sampe lo gak mau pulang ke rumah orang tua lo?"

"Gue akuin emang dia orang hebat, tapi lo gak bakalan tau gimana sifat aslinya."

"Hemm"

"Bukannya papah lo juga TNI ya?"

"Iya, apalah gue orang yang hebat, meskipun dia sibuk sama tugasnya tapi dia gak pernah lupa sama keluarga nya, dia sayang banget sama keluarganya, apalagi kalo dia tau gue, mamah, ataupun Abang ada yang nyakitin pasti papah bakalan maju terdepan buat bela kita."

"Gue salut sama papah lo," Hel memasukan tangannya ke dalam kantong celana yang dia gunakan, mengepalkan tangannya dengan erat, jika boleh jujur, Hel begitu iri dengan kehidupan Agis yang di bilang sempurna.

Apa takdir akan mempersatukan mereka yang berbeda?

"Kalo itu apa?" Agis menunjuk ke tengah-tengah kolam renang yang terdapat rantai yang tertanam di sana.

"Lo mau tau berapa dalem kehidupan gue?"

"Nggak gue---"

"Kalo berani tau lebih dalem kehidupan gue berarti lo juga berani jadi pasangan gue."

Agis berdiri di hadapan Hel, membelakangi kolam itu.

"Maksud lo?"

"Itu, rantai yang tertanam di dalam kolam itu tempat gue di hukum kalo gue ngelakuin masalah, dulu gue pernah ngelakuin hal yang fatal banget sampe sampe kakek bikin itu buat gue."

"Di---disana?" Agis menunjuk ke arah tengah kolam.

"Iyah di sana, dan itu," Hel membalikan badannya menghadap ke halaman yang luas di sana.

"Itu bukan tempat latihan kakek, tapi------














____________________________________

Haloooo semuanya.....
Huhu kembali lagi sama Hel ya gak sih hahaha

ABHIPRAYA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang