Kembar-Kembar Cakep

150 11 2
                                    

-Kembar-Kembar Cakep~Ending-

Daisy mengecek arlojinya untuk ke sekian kali hari ini. Setelahnya, Ia memindai keadaan sekitarnya, poli anak tidak sedang ramai. Aman lah jika dirinya hendak berpamitan pada rekan-rekan sejawatnya sebab shift kerjanya telah selesai. Ia lantas meletakkan dan merapikan barang-barangnya, sebelum akhirnya benar-benar mengucapkan beberapa kalimat penyemangat untuk kawan-kawannya sebelum meninggalkan tempat.

Keluar dari pintu utama rumah sakit, Ia meregangkan badannya sedikit. Lantas menghelas napas panjang dan mengembuskannya sambil memeriksa barang-barangnya, memastikan tidak ada yang tertinggal. Kemudian melepas ikatan yang membantu rambut panjangnya untuk tetap terorganisir selama dirinya bekerja seharian.

Ia menekan tombol yang menggantung pada kunci mobilnya, mencari keberadaan mobilnya. Kedua sudut bibirnya otomatis naik mengetahui siapa yang tengah bersandar pada kendarannya, menunggunya selesai bekerja. Mempercepat langkah, dirinya kemudian menyerahkan sebuah pelukan begitu jarak mereka telah sepenuhnya terkikis.

"Abang udah nunggu lama?"

"Enggak kok, udah ngopi ngopi dulu barusan."

Untuk beberapa saat, Daisy tidak melepas pelukannya sama sekali. Darren memaklumi, dan memilih mengelus kepala adik bungsunya tersebut. Meski sudah bisa menafkahi diri sendiri, adiknya tetap terlihat kecil di matanya.

"Kok bawa ransel gede? Mau terbang ke luar kota?"

Darren menggeleng, "Enggak, mau pulang."

***

Nugraha mengembangkan senyum begitu mendengar suara langkah kaki istrinya mendekat. Ia mengucapkan terima kasih sembari menerima secangkir kopi hangat kesukaannya. Keduanya kemudian duduk bersebelahan, memandangi langit senja yang kelihatan cantik-cantiknya. Diiringi riuh suara anak-anak hendak berangkat mengaji. Juga tukang sekoteng dan wedang ronde yang mulai beroperasi.

Di usia yang belum begitu tua sebelumnya, tapi setelah segala yang mereka alami, ketenangan semacam ini jadi terasa sangat mahal harganya. Maka dari itu, tidak ada tabloid, tidak ada gadget, tidak ada pihak ketiga pada momen dua sejoli itu kali ini.

Selepas menyeruput kopinya, Nugraha meraih tangan Rania. Lantas menciuminya berulang kali, membuat wajah yang bersangkutan bersemu merah. Ayah dari anak-anaknya itu terkenal dingin, apalagi pada rekan-rekan junior yang bekerja bersamanya. Akan tetapi baginya, Nugraha tetap lelaki yang dirinya tidak akan bersedia untuk menukarnya dengan apapun di dunia ini.

"Sedang dalam suasana hati pengen pacaran kayak anak SMA lagi?" tanya Rania tanpa melepaskan pegangan tangan mereka.

"Iya, kamu cantik banget, kok mau sih jadi istriku?"

Perempuan itu terkekeh, "Mau ku jawab pakai esai juga kamu bakal nanya ini terus 'kan?"

Nugraha balas tertawa kecil, "Iyalah, padahal dulu masih banyak anak FK yang lebih ganteng daripada aku kalau kamu mau milih."

"Lah aku maunya kamu, mau gimana lagi?"

Nugraha melepas pegangan mereka, kemudian bangkit dari tempatnya. Lalu mengambil tempat tepat di sebelah Rania yang memang duduk di kursi panjang. Ia memandang wajah yang sudah menemani jatuh bangunnya, yang tidak pernah berubah meski badai yang dihadapi keduanya amat hebat. Rania cantik, cantik sekali, masih secantik saat pertama kali Ia menyelamatkan kucing perempuan itu di depan kampus mereka.

Tangan kanan bapak dua anak itu mengelus pipi kiri Rania dengan lembut. Sementara si pemilik wajah rupawan konsisten dengan senyumnya. Tak lama, Nugraha menautkan bibirnya pada milik istrinya tanpa aba-aba. Rania terkejut, akan tetapi tak memiliki kesempatan untuk menolak sebab kedua tangan suaminya saat ini menahan leher dan pinggangnya, menariknya mendekat.

Tidak ada intensi aneh-aneh di antara keduanya. Momen itu berlalu begitu saja, begitu indah, begitu menenangkan. Tidak lama, tidak juga sebentar. Nugraha menggesekkan hidung keduanya setelah merasa cukup, begitu mensyukuri kehadiran perempuan itu di hidupnya.

Suara motor dari luar gerbang menginterupsi kegiatan mereka, kelihatannya putri mereka sudah pulang.

Rania hendak membukakan gerbang untuk Daisy, kalau saja dirinya tidak melihat putrinya itu turun membukakan gerbang untuk orang yang berada di balik kemudi mobilnya. Apa Daisy mengajak teman? Sebab terakhir kali, gadis manis itu belum bercerita tentang laki-laki manapun sejak putus dari Risky. Selepas menutup kembali gerbang, Daisy kembali masuk ke mobil, mengambil barang-barang.

Sosok yang keluar dari dalamnya membuat Rania dan Nugraha sama-sama terpaku di tempat.

"Assalamualaikum Ibu, Ayah, Abang pulang."

Keheningan menghampiri setelah kalimat hangat itu terujar dari mulut saudara kembar Daisy. Darren melangkah mendekat kepadanya ibunya yang masih tidak mengerti harus bereaksi seperti apa. Baru setelah putra sulungnya meminta tangannya untuk dicium, tangisnya pecah. Ia jatuh ke dalam pelukan anak lelakinya.

"Waalaikumussalam Abang..."

"Terima kasih sudah pulang ya sayang."

Dengan mata berkaca Darren mengangguk, dalam hati merasa benar-benar bersalah karena tidak pulang ke rumah ini sangat lama. Lengan kekarnya mendekap ibunya dengan erat, meski selama pelarian, Ia masih merasakan pelukannya, tetapi kembali pulang ke rumah jelas berbeda rasanya.

Lama Ia menunggu isak ibundanya mereda, akhirnya mereka mengurai pelukan juga. Rania menyeka air matanya, ingin memberikan waktu kepada suaminya untuk menyambut putranya juga. Lebih dari mengerti bahwa Nugraha juga sama rindunya seperti dirinya.

"Ayah belum jawab salamnya Abang," ujar Darren sebelum mencium tangan.

"Waalaikumussalam."

Nugraha mengulurkan tangan kanannya untuk dicium, dan Darren menyambutnya. Tidak ada pelukan hangat seperti yang diberikan ibu tadi. Namun tatapan yang dilemparkan keduanya sudah lebih dari cukup untuk dijadikan sarana berkomunikasi dari hati yang satu, ke hati yang lainnya.

"Ayah..."

"Maaf ya Abang membangkangnya lama banget, tujuh tahun, udah gitu enggak jadi dokter lagi," lelaki itu lantas membuka ranselnya, mengambil topi putih hasil kerja kerasnya, yang dimana dirinya telah menunggu sangat lama untuk ini, "Tapi Yah, Abang berhasil terbang, Abang mungkin ga bisa ngobatin orang, tapi biar itu jadi tugasnya Adek, biar Abang yang nganter orang-orang keliling dunia."

Sebuah tepukan mendarat di bahu kanan Darren kemudian.

"Iya Bang, Ayah bangga."

***

Haloooooo

Finally the special chapter yang ditunggu tunggu rilis juga yaa.

Maafkan aku yang menggantung kalian lama sekali yaaa teman-teman, mungkin udah banyak yang hapus cerita ini dari perpusnya ya, gapapa deh, semoga ini bisa mengobati kekesalan kalian tentang endingku yang gantung kemarin ya heheee

sayang kalian banya banyaaa

Malang, 26 Februari 2023

Kembar-Kembar CakepTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang