DUA

1.6K 91 2
                                    


Scene duduk di bangku kecil bar sambil memakan roti kopinya dengan lahap. Sudah cukup lama rasanya ia tidak memakan roti kopi kesukaannya ini karena ia tidak pernah pergi lagi ke Singapura selama empat tahun terakhir. Scene bersyukur bahwa Kim ternyata masih mengingatnya dengan membawakan salah satu kuliner wajib yang akan ia buru ketika sedang berkunjung ke negeri singa itu.

Saat perempuan itu ingin mengambil potongan roti kopi lain dengan kedua tangannya, tiba-tiba tangan Kim menyelak pergerakannya tersebut. "OH! Why?" protes Scene, membulatkan mata kesal.

"Lo belum makan nasi, kan? Makan nasi dulu," pinta Kim dengan menyodorkan sepiring nasi putih serta lauk yang begitu lengkap.

"Tapi kan ini roti sama aja karbo...."

"Perut lo itu masih biasa makan nasi? Apa udah berubah?"

Scene mendengus sebal ketika mendengar kalimat yang terlontar dari lelaki itu. Seperti biasa Kim selalu mempunyai cara untuk membungkam mulutnya dengan kalimatnya yang terkadang di luar nalar. Ia lalu menatap sepiring nasi dengan lauk pauk yang sangat lengkap di piringnya dan seketika melebarkan matanya dan ternganga. "Lo nggak sengaja mau bunuh gue, kan? Eh porsi apan ini...."

"Supaya lo kenyang sampai tiga hari kedepan." 

"Oh sengaja ternyata," sahut wanita itu ketus. Ia tetap menyendokkan makanan tersebut ke dalam mulutnya dan sedikit terperanjat karena rasa dari makanan yang enak dan mengaku dalam hati agak sedikit menyesali karena lebih memilih untuk tidur terlebih dahulu. Apalagi ketika ia tahu bahwa Kim seperti terus-terusan mengetes kesabarannya sekarang. "Jadi, kenapa lo menghilang?" tanya Scene begitu ia ingat akan janji Kim kepadanya sejam yang lalu.

"Hilang?  Ini ada?" Kim menjawab tanpa perasaan bersalah sedikitpun yang sukses membuat Scene menarik nafasnya lagi dengan penuh perhitungan. "Dua puluh empat tahun harus sabar."

"Diam. Permasalahan hidup gue sudah menumpuk layaknya timbunan di TPA Bekasi."

"Stress." Kim menimpali sambil tertawa. "Handphone gue black out, kemarin."

"Itu akibat kebanyakan menyimpan file tidak senonoh," ejek Scene acuh yang langsung dibalas Kim dengan niatan menjentikkan jarinya di jidat Scene, tapi dengan cepat Scene lebih dahulu menghalau jari Kim sebelum mendarat di kepalanya. Ia lalu menutup area keningnya dengan telapak tangan sambil masih menatap Kim dengan tatapan mengejek — mencoba membuat pertahanan kalau-kalau lelaki di hadapannya ini tiba-tiba ingin mencuri-curi kesempatan di tengah kelengahannya, "ada iPad, ada laptop. Lo di Singapura janagan seperti orang susah."

"Gak ada waktu." Kim membalas singkat. Ia mengayunkan garpunya ke udara sambil menyelesaikan kunyahannya. "Gue hanya mengurus pekerjaan dan gak ada pegang handphone sama sekali. Hari terakhir waktu mau pulang ke Jakarta baru ada waktunya."

"Uhumm." Scene menganggukkan kepala merespon akan penjelasan Kim. Untuk detik ini ia tidak akan mendebat Kim terlebih dahulu, membiarkan Kim menjelaskan semuanya sampai pada titik kenapa Kim tidak mencoba untuk membalas pesannya.

"Sebenarnya gue kepikiran sih dengan lo. Pasti dia marah, tapi ya sudah lah, toh kita juga bakal ketemu nantinya.

Mendengar penjelasan yang dilontarkan Kim, Scene menghentikan kunyahannya selama sepersekian detik. "Untung lo bukan pacar gue ya. Pasti udah putus sih kita sekarang."

"Really? We will?"

"Yeah. Sure, why not?"

Kim tertawa kecil melihat tingkah dan jawaban dari Scene. Tangannya tergerak merapikan poni kecil wanita itu serta menyampirkan ke samping telinga Scene agar tidak menganggu aktivitas Scene yang sedang mengunyah rotinya. "Ya sudah si gue minta maaf. Anggap aja surprise."

Just Skies are DrawingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang