DUA PULUH LIMA

316 26 5
                                    

Sementara Kim sedang mandi, Scene tengah sibuk menyiapkan sup pengar di area memasaknya. Gerakannya begitu lincah kesana kemari karena ia tidak menyiapkan sup pengar saja, melainkan ada beberapa lauk yang lain. Padahal, tadi dirinya hanya ingin diam-diam mengirimkan sup tersebut melalui Kinn. Tetapi, siapa sangka, ternyata Kim lebih dahulu datang menemuinya dengan wajah yang masih sembab — tanda bahwa begitu lelaki itu bangun, mungkin langsung meloncat keluar dan berlari untuk menekan bel apartemen Scene.

Sepasang lengan melingkar dengan begitu posesif di atas perut Scene tiba-tiba ketika wanita itu sedang mencicipi masakannya — Aroma linen bercampur musk yang segar masuk ke indra penciuman Scene dan ia jelas tahu siapa oknum yang sedang merengkuh tubuhnya saat ini.

"Sudah mandi?" tanya Scene lembut dengan seuntai senyum manis di bibirnya.

Sementara Kim tidak menjawab — lelaki itu malah semakin mengeratkan pelukannya dan menenggelamkan kepala di ceruk Scene manja. Hembusan nafas Kim menyeruak di kulit leher beserta telinga Scene yang membuat wanita itu sesekali menggigit bibir bawahnya — memejamkan mata mencoba untuk tetap terus fokus untuk menyelesaikan aktivitas memasaknya terlebih dahulu. Basah rambut Kim yang masih belum kering sempurna juga ikut memberikan sensasi dingin di kulitnya.

Scene semakin menggelinjang geli ketika Kim saat ini sudah mulai aktif mengecupi kecil kulit lehernya berulang kali. Mata lelaki itu bahkan sengaja dipejamkan tanpa dosa — seakan-akan tidak peduli bahwa aktivitasnya bisa mengacaukan konsentrasi Scene.

Ia hanya merindukan Scene dan menghabiskan waktu bersama wanita itu akan ia pergunakan sebaik-baiknya.

"Kim...." Scene mencubit lengan Kim cepat ketika ia rasa kecupan lelaki itu semakin tidak terkontrol.

Kim lantas membuka mata dan terkekeh. "Maaf."

"Duduk dulu sana. Sebentar lagi aku selesai."

"Iya," sahut Kim patuh sambil kembali mengecupi pipi Scene sekali dan berbisik, "You changed your perfume? It's more— "

"Duduk, aku bilang?" Kini, Scene melotot galak karena Kim masih saja tidak mau melepaskan dirinya.

"Oke oke."

Kim akhirnya menuruti perintah Scene dan berjalan menuju kursi mini bar. Selama hampir lima menit, lelaki itu hanya duduk tenang dan tidak melepaskan pandangannya sedikitpun dari Scene yang masih berkutat pada masakannya. Sampai akhirnya wanita itu melepaskan apron yang menggantung di tubuhnya dan berbalik membawa hidangan — Kim tersenyum lebar. Ia lalu ikut juga berdiri untuk membantu Scene.

"Disini," pinta Kim sambil menepuk-nepuk dudukan kursi yang ada di sebelahnya — meminta Scene untuk pindah ke sisinya ketika dirinya melihat Scene yang hampir saja memilih untuk duduk bersebrangan.

"Aku belum mandi, masih bau masakan—"

"Udah sini." Kim kini meraih lengan Scene dan membawa wanita itu untuk duduk berdampingan dengan dirinya.

Keduanya lalu sama-sama menyantap sarapan dan Kim terlihat menikmati sup dan telur gulungnya saat ini dengan lahap. "Hari ini mau kemana?"

"Hmm?"

"Mungkin ada planning tempat yang mau kamu datangi? Biar aku temani," jelas Kim ketika melihat Scene seperti kebingungan atas pertanyaannya.

"Mau dirumah aja, istirahat," balas Scene sambil mengunyah telur gulung di mulutnya. "I have met lots of people this week. Capek, I guess, I need to recharge."

"The typical of you." Kim yang memang sudah tahu akan kebiasaan Scene bisa memaklumi. Sahabatnya itu adalah orang yang akan memilih untuk tidur seharian dan menghabiskan seluruh waktunya di rumah begitu mendapatkan waktu istirahat atau libur. Entah untuk tidur, membaca buku atau melakukan aktivitas lainnya. Yang pasti, pada kesempatan tersebut ia benar-benar ingin memanjakan dirinya sendiri dan lepas dari berkomunikasi dan bertemu manusia. Jika tidak, Scene akan mudah stres dan burn out sendirian jika ia terus menerus melakukan aktivitas bersosialisasinya itu.

Just Skies are DrawingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang