"Ibu Arina, ini karyawan baru kita yang menggantikan Mas Erlang di logistik," ucap Kepala Divisi sambil diikuti seorang lelaki sekitar berumur dua puluh tahunan di belakangnya. Anak yang dipanggil sebagai karyawan baru itu masih menunduk malu-malu.
"Halo, saya Arina." Arina mengulurkan tangannya ramah kepada si anak baru. "Selamat bergabung, semoga lingkungan disini bisa membuat kamu mempelajari banyak hal untuk berkembang, ya."
"Terimakasih Ibu Arina, perkenalkan saya Riku," balas Riku sementara tangannya berjabatan dengan tangan Arina.
"Baru saja pindah dari Paris, jadi maaf kalau bahasa Indonesianya masih berlogat sedikit berbeda," ujar si Kepala Divisi dengan kekehan mencoba memecah suasana agar menjadi lebih santai.
"Oh iya? Ibu Scenery juga dulu bersekolah dan cukup lama tinggal di Paris." Arina terdengar antusias. "Nanti sekali-sekali ajak dia ke galeri ya Pak Alman supaya bisa dikenalkan kepada Ibu," pintanya lagi.
Riku hanya menanggapi perbincangan Arina dan Kepala Divisinya, Alman dengan senyum tipis — masih kikuk dan malu-malu.
"Riku, cek ini dulu ya di bagian administrasi, lalu ambil capnya dan bawa ke saya," pinta Pak Alman yang sambil menyerahkan sebuah tab kepada Riku. Dengan patuh, Riku langsung menjalankan perintah tersebut.
Tidak jauh dari jarak Riku yang sedang berkutat dengan administrasi, Arina dan Pak Alman kembali berdiskusi.
"Ibu Arina ini daftar hadiah-hadiah yang akan datang untuk menyambut ulang tahun Ibu Scenery minggu depan. Rata-rata mengirimkan lukisan," ujar Pak Alman sambil mendekatkan sebuah dokumen kepada Arina.
Mengecek satu-satu, Arina memperhatikan daftar barang yang akan datang ke galeri dengan sangat teliti. "Michelle Harton?" gumamnya pelan. "Oke, yang ini tolong sisihkan terlebih dahulu untuk diangkat ke rumah Ibu Scenery, sisanya bawa dan atur di galeri. Mengenai layout penempatan nanti saya kirimkan," tegas Arina setelah memperhatikan daftar-daftar hadiah yang akan datang.
"Baik, Ibu. Nanti saya minta Riku untuk menanganinya, karena Riku juga ternyata cukup paham bagaimana merawat lukisan serta proses pengirimannya."
"Wow perfect." Arina manggut-manggut dan kembali tersenyum. Keduanya kini mulai beranjak menjauh — menuju ruangan lain — dan setelah itu, Riku tidak mendengar apa-apa lagi.
*****
"Parcel atas nama Ibu Scenery Caskey." Tepat pukul sembilan pagi, seorang kurir dengan membawa sebuket besar bunga Hyacinth ungu di tangan datang menghampiri resepsionis yang sedang berjaga. Scene, yang saat itu kebetulan sedang menyesap secangkir kopi hangat di sofa santai yang disediakan di lobby galerinya lantas menoleh ketika mendengar namanya disebutkan cukup nyaring.
"Maaf untuk pengirimnya at...."
Belum sempat si resepsionis menyelesaikan kalimatnya, Scene langsung menyanggah. "Saya Scenery, boleh langsung dengan saya saja," pintanya halus yang lalu memindahkan buket besar Hyacinth tersebut dan kini telah berada di pelukannya. "Maaf, dari siapa ya mas untuk pengirimnya?"
"Kalau disini dikirimkan dari White Elaine Florist, Bu," balas si kurir yang lalu menyodorkan sebuah memo kecil kepada Scene, meminta wanita itu menandatangani kwitansi tanda terima.
Scene sedikit mengernyitkan dahi ketika mendengar jawaban dari sang kurir. Nama White Elaine sangat terdengar asing untuknya. Tetapi, lekas-lekas ia menyelesaikan administrasi dengan si kurir agar kurir tersebut tidak menunggu lama dan bisa melanjutkan kembali tugasnya.
"Mira, terimakasih ya and have a nice day," ucap Scene kepada resepsionis galerinya seraya berpamitan begitu si kurir pergi dan dirinya langsung melangkah menuju arah lift untuk naik ke ruangan kerjanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Skies are Drawing
RomanceBARIS PERTAMA TANGERINE✓ Tentang termuda Changkham dan si bungsu Caskey yang terkasih, Scenery Caskey, ikatan yang melampaui waktu. Selama hampir lima belas tahun, tak pernah terpisahkan, terkoneksi abadi bagai bintang-bintang indah di langit. "Scen...