"Hey." Ethan menegur Scene begitu adiknya itu telah keluar dari kelas seni terapi. Tidak lupa, tangannya juga terulur untuk mengacak-ngacak rambut Scene gemas. Sementara sang pemilik rambut berusaha menurunkan tangan Ethan dari kepalanya karena tidak suka. "Don't touch my hair, Ethan!" tegur Scene marah diiringi nada suara yang mendengus sebal.
Ethan terkikik, kemudian meraih telapak tangan Scene dan menggengam jari-jari mungil tersebut dibalik kantung jaket tebalnya. Keduanya berjalan menyusuri tiap-tiap sudut bangunan McLean seraya berbincang-bincang kecil. "How do you feel, Scenery?" tanya Ethan pelan.
"Good. Much better than yesterday," kata Scene tak kalah pelan. Ia dan Ethan kemudian mendudukkan diri di sebuah bangku panjang. "What did Professor Raton say to you, Ethan?" sambungnya ingin tahu.
"Kamu harus menjalani beberapa tes."
"Oh, parah sekali," celetuk Scene singkat.
"Scenery." Kini, Ethan beranjak dari kursi dan turun setingkat di bawah Scene seraya menatap lensa adiknya dalam. Ia diam-diam menggigit bagian bawah bibirnya karena gugup—takut akan melontarkan salah kata yang dapat menyinggung Scene. "Is it okay with you if you have to live here for a while?"
"...."
"Tetapi kalau kamu tidak bisa, tidak apa-apa. Aku akan mencari tempat yang aman, di negara manapun kamu inginkan, untuk kamu tinggali sementara sambil menjalani rawat—"
"I am okay, Ethan. You don't have to be worry. Aku tidak apa-apa jika harus tinggal disini sementara."
"Are you sure?"
Scene hanya menjawab dengan anggukan disertai senyum penuh—berusaha meredam kekhawatiran Ethan akan dirinya. "Tidak akan lama, aku juga akan secepatnya kembali ke Jakarta."
Sang kakak lantas menggeleng. Genggaman jari-jarinya pada jari si adik semakin mengerat. "Beristirahat lah sebanyak-banyaknya, Scenery. Jangan pikirkan tentang Jakarta terlebih dahulu."
"Mama dan Papa tidak boleh tahu. Aku minta tolong sekali, Ethan, ya?" Scene terus membujuk Ethan perihal orang tuannya. "Mereka tidak boleh sedih, kamu juga tidak boleh sedih. Aku masih ada disini, hanya sedang sakit sebentar dan berobat."
Ethan menenggelamkan wajahnya di atas genggam jari-jari mereka dan mulai terisak. Ia tidak bisa menahannya lagi. "Aku minta maaf," ucap Ethan lirih. Ia mengucapkan kata maaf tersebut berulang kali. "Aku minta maaf yang sebesar-besarnya, Scenery."
Melihat Ethan yang tiba-tiba menangis membuat Scene otomatis terkesiap. "Jangan meminta maaf," pinta Scene sambil mengelus rambut Ethan. "Ethan, lihat aku sekarang."
Lelaki itu lantas menengadah bersamaan mata yang sudah memerah dan sembab. Sementara pandangan Scene juga ikut memburam. Satu tangan Scene yang lain berusaha menghapus air mata Ethan perlahan seraya meminta kakaknya untuk berhenti menangis. "Jangan menyalahkan diri sendiri. Kamu tidak ada salah apapun, justru aku yang sangat berterima kasih dengan kamu."
"Aku minta maaf karena harus kembali meninggalkan kamu sendirian di sini. Aku minta maaf karena tidak bisa menemani hari-hari kamu dalam menjalani perawatan. Aku minta maaf, Scenery. Bahkan dalam keadaan seperti ini, aku tidak bisa sepenuhnya memberi waktu untuk kamu—di saat aku tahu, bahwa kamu tidak boleh ditinggalkan sendirian."
"Aku yang ingin pergi dan tidak ada masalah sama sekali untuk tinggal sementara di sini, Ethan. Kamu jangan pernah berpikir kalau kamu jahat, seharusnya aku yang sangat berterima kasih karena kamu menyadarkan aku, kalau sebenarnya aku sedang sakit dan membutuhkan pengobatan. Aku yang meminta maaf sebesar-besarnya karena telah menyembunyikan ini dan berakhir merepotkan kamu," ungkap Scene dan suaranya mulai terbata-bata. Ia juga turun dari bangkunya langsung memeluk tubuh Ethan sama bergetar. "Selamanya, aku sangat bersyukur memiliki Kakak seperti kamu, Ethan. Kalau bukan perjuangan besar kamu, bisa jadi aku tidak bisa sampai di sini dengan mudah. Terima kasih untuk selalu menjadi tangan yang menyejukkan. Aku janji akan segera sembuh dan bisa kembali ke Jakarta dengan penuh percaya diri, sehingga kamu tidak perlu lagi mengkhawatirkan banyak hal. Aku akan kembali."
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Skies are Drawing
RomanceBARIS PERTAMA TANGERINE✓ Tentang termuda Changkham dan si bungsu Caskey yang terkasih, Scenery Caskey, ikatan yang melampaui waktu. Selama hampir lima belas tahun, tak pernah terpisahkan, terkoneksi abadi bagai bintang-bintang indah di langit. "Scen...