EMPAT PULUH EMPAT

318 25 0
                                    

"What are you doing, Meen?" Kim sangat terkejut ketika Meenara yang tiba-tiba saja mendekat dan menciumnya.

"I am sorry, Kim. I'm just too excited and so proud of what you did today." Meenara membalas dengan nada manja yang dibuat-buat serta tersenyum manis. "Tidak ada yang melihat tenang saja."

"Kamu bisa mengatakannya melalui kalimat sederhana tanpa harus menciumku, Meen." Nada suara Kim terdengar sangat kesal sekarang. Ia lalu mengedarkan pandangan ke sekeliling berharap tidak ada seorangpun yang sedang memperhatikan atau menangkap tindakan Meenara tadi kepadanya. "Jangan seperti itu lagi, aku tidak ingin ada gosip yang kurang mengenakkan nantinya."

"Kamu marah?"

Kim tidak menjawab, lelaki itu malah meletakkan lensanya sebentar pada arloji yang melingkar di pergelangan tangan lalu melonggarkan dasi yang sedari tadi terasa mencekik lehernya. "Aku harus pergi ke Regis sekarang karena aku ada janji dengan Keth. Jovie akan mengantarkan kamu pulang, dia akan menjemput kamu di sini. Jangan kemana-mana," putus lelaki itu yang kemudian berlalu begitu saja—meninggalkan Meenara yang menatap Kim dengan manik mata marah, bahkan jari-jarinya meremas ujung satin gaun biru yang ia kenakan. "Aku iku—"

"Sudah sudah. Thank you ya, Can, and happy birthday," kata Scene begitu ia telah menerima satu bingkisan kue yang dikirimkan oleh Canny. Dengan senyum cerahnya, ia sesekali mengintip lemon cake berukuran sedang yang berada di dalam kotak sambil masih terhubung dengan Canny. "Just send me your schedule so I can make a reservation for our dinner soon. Okay?"

"...."

"Ah, got your point. OK, see you, Can." Scene menutup panggilan sementara satu tangannya menempelkan access card pada elevator sensor penthouse. Sejenak, keningnya sedikit berkerut ketika memperhatikan elevator yang terlihat sedang beroperasi dan artinya ia harus menunggu selama beberapa detik. Entah, bisa jadi yang sedang berada di dalam elevator adalah Keth atau asisten rumah tangga yang baru saja selesai memeriksa bahan makanan.

Sembari menunggu, Scene memainkan ponselnya dan membaca beberapa laporan yang telah dikirimkan oleh Theo. Nafasnya kembali ia hembuskan kasar ketika menjumpai sekilas bahwa tidak ada yang aneh sedikitpun, atau terlihat mencurigakan pada laporan latar belakang tiap-tiap pegawai yang bekerja bersamanya di Galeri Aglaia. Lalu siapa? Siapa yang mencoba bermain-main dengannya saat ini?

Scene mengetukkan ujung sendal rumah yang ia kenakan pada lantai dan mencoba berpikir keras. Namun suara dentingan dari elevator yang langsung memecah lamunannya dan wanita itu otomatis mengangkat pandangan hingga ia menjumpai seorang lelaki di sana. Keduanya refleks bereaksi dengan saling berkontak mata tanpa adanya keinginan untuk saling menyapa baik itu di antara Scene dan Kim. Kim keluar lebih dahulu, dan Scene sedikit melangkah mundur untuk memberi jalan.

Scene kembali menunduk—membiarkan pandangannya jatuh ke titik lain selayaknya ia enggan untuk berkontak dengan Kim. Ia kemudian hanya memberikan sapaan kecil dengan gestur menganggukkan kepala lalu cepat-cepat masuk ke dalam elevator—hendak menekan close door button—sebelum akhirnya ia mendengar Kim membuka suara dan hal tersebut otomatis menahan niatnya. "Terima kasih sudah berkenan datang," ucap Kim pelan. "Dan bunga ini juga, terima kasih. I know this bucket must be from you, Calla Lily."

Lirikan mata Scene perlahan bergerak, dan ekspresi yang terpancarkan melalui manik matanya sarat akan menyimpan ribuan rasa sendu. Dari sekian banyaknya buket bunga yang datang, Kim dengan mudahnya memilih untuk membawa pulang buket bunga yang Scene pilihkan. "Congrats for your recital, Kim. You did very well." Akhirnya Scene membalas sapaan Kim—lirikan lensanya juga perlahan bergerak naik kepada bibir Kim dan Scene mengingat jelas momen apa yang telah ia saksikan beberapa jam yang lalu.

Just Skies are DrawingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang