"And I still remember the candy from that day, so I have decided to give her back now. Thus, when you reply to anything with kindness, they will turn back to you."
*****
🕊️
"Scenery, dimana?" suara Ethan terdengar gusar melalui panggilan telepon yang membuat Scene lantas mengernyitkan dahinya bingung. Ia baru saja sampai di parkiran Aglaia Hospital dan tengah mematikan mesin mobilnya.
"Di parkiran. Ada apa, Ethan? Need something?"
Ethan hanya memberikan jawaban singkat. "OK, tolong lekas naik, ya."
Scene semakin curiga, ia mengulang pertanyaannya. "Ada apa?"
"Papa wants to say something to you."
Mendengar kalimat terakhir Ethan, lantas membuat Scene langsung membawa langkahnya kalang kabut. Wanita itu tiba-tiba dilanda kepanikan yang luar biasa karena ia bisa membaca apa maksud dari balasan Ethan baru saja.
Seminggu yang lalu, selama kurang lebih enam hari, ayahnya sempat sadar dan terlihat sangat sehat. Bahkan, Scene sempat bersenda gurau dan menghabiskan waktu bersama Professor Marteen. Meskipun wanita itu tahu, bahwa ada arti yang lain di balik momen tersebut. Namun sebisa mungkin ia memberikan seluruh perhatiannya demi mengabulkan semua keinginan Professor Marteen.
Hari ini, kemungkinan yang sudah diwanti-wanti itu sepertinya datang. Tadi malam, kondisi Professor Marteen tiba-tiba kembali memburuk. Bahkan jauh lebih buruk daripada sebelumnya. Scene bersamaan dapat menyaksikan langsung bagaimana berbagai macam alat yang terpasang di tubuh ayahnya dan alat-alat tersebut semakin banyak daripada biasanya. Baginya, suasa tadi malam sangatlah mencekam. Belum lagi Scene melihat bagaimana sibuk dan paniknya semua orang, termasuk Dokter Jonathan yang terus berusaha semaksimal mungkin untuk memberikan yang terbaik demi keselamatan Professor Marteen.
Begitu Scene memasuki ke paviliun dimana ayahnya dirawat, ia langsung disambut oleh seorang Perawat yang mempersilahkannya untuk masuk. Pemandangan pertama yang wanita itu jumpai adalah melihat ibunya yang kini terduduk dan menangis dalam rangkulan Ethan. Lalu ada beberapa kerabat lain, termasuk ayah Nicha dan Dokter Jonathan serta sejumlah tenaga medis yang juga sudah berbaris begitu rapi di samping ranjang ayahnya.
Scene hanya berdiri dan terdiam. Pandangannya ia edarkan ke sekeliling ruangan, yang sejak kapan pintunya sudah dibiarkan terbuka lebar. Dokter Jonathan memintanya untuk mendekati Professor Marteen sehingga membuat Scene membawa langkah kakinya takut-takut. Wanita itu diam-diam turut menelan ludahnya susah payah, bersamaan dengan jari-jari yang juga meremas kuat ujung baju yang dikenakan. Professor Marteen—yang kini tengah terbaring di ranjang disertai senyum sayu memanggil putrinya meminta untuk mendekat.
Memberanikan diri, Scene akhirnya mau maju karena melihat Professor Marteen yang seperti ingin mengucapkan beberapa kata namun terlihat berat. Ia mendekatkan tubuhnya lalu bersamaan menggenggam jari-jari Professor Marteen lembut. "Papa minta maaf ya, Scenery. Tolong tetap bahagia seterusnya dan hidup dengan baik—anakku cantik." Dan saat itu—selesai seluruh kalimat diucapkan—Scene bersamaan bisa mendengar bunyi dari alat patient monitor yang melantun panjang—memberi tanda bahwa ayahnya telah resmi pergi untuk selama-lamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Skies are Drawing
RomanceBARIS PERTAMA TANGERINE✓ Tentang termuda Changkham dan si bungsu Caskey yang terkasih, Scenery Caskey, ikatan yang melampaui waktu. Selama hampir lima belas tahun, tak pernah terpisahkan, terkoneksi abadi bagai bintang-bintang indah di langit. "Scen...