17; First Love

555 84 5
                                    

🌗

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🌗

Ruang kerja Draco terasa sesak, padahal tidak ada orang lain yang berada di ruangannya selain dirinya sendiri. Rasa bersalah kepada Luna muncul ketika dirinya melihat laporan pekerjaan yang diberikan Luna. Rasa bersalahnya semakin besar lantaran pekerjaan yang seharusnya ia kerjakan bersama berhasil diselesaikan oleh Luna seorang diri.

Akan tetapi, Draco tetaplah Draco. Jangankan untuk meminta maaf, mengakui pada dirinya sendiri bahwa kata-katanya sudah pasti menyakiti Luna pun tidak mau ia akui, apalagi dirinya meminta maaf kepada Luna secara langsung. Hal yang sudah pasti tidak mungkin Draco lakukan.

Semakin besar rasanya untuk menghindari Luna, semakin besar juga rasa bersalah dirinya pada gadis itu. Pekerjaan yang Luna kerjakan saat ini butuh banyak informasi darinya, tetapi Draco sama sekali tidak membantu gadis itu. Draco menyadari rasa lelah di wajah Luna karena harus bolak-balik ke ruangannya, tapi Draco tetap egois pada pendiriannya.

“Ada hal penting yang harus ku kerjakan. Selesaikan saja pekerjaanmu dan tinggalkan laporannya di ruanganku nantinya.”

Draco langsung meraih mantelnya dan langsung ber-apparate di hadapan Luna tanpa mau menunggu respon gadis itu. Dirinya merasa memiliki banyak beban ketika harus bekerja bersama dengan Luna. Ditambah masalah perusahaannya yang belum stabil, kedua orang tuanya yang tiba-tiba tertarik dengan masalah Luna, semuanya membuat kepala Draco seolah ingin meledak.

Katakan Draco sudah gila karena saat ini ia tengah berdiri di depan klub malam yang biasa ia dan teman-temannya kunjungi. Suasana klub masih sepi, mengingat jam masih menunjukkan pukul empat sore. Ia hanya ingin melarikan diri sejenak di tempat yang tidak ada Luna ataupun orang tuanya.

“Kau sudah gila memanggilku kemari di jam seperti ini? Kau pikir aku tidak punya pekerjaan, huh!”

Draco hanya melirik sejenak seorang wanita yang tiba-tiba masuk ke dalam ruang VIP yang telah ia pesan. Enggan merespon, Draco kembali memejamkan matanya dan menyandarkan punggungnya di sofa, membuat Pansy yang pada awalnya kesal kini perlahan duduk di sampingnya.

“Apa yang terjadi? Ada masalah di kantor? Atau kau sakit, Draco?”

Tangan Pansy diletakkannya di atas kening Draco, mencoba untuk merasakan apakah Draco sedang demam atau tidak. Draco bergeming dan membiarkan tangan hangat Pansy kini membelai lembut rambut Draco.

“Kau bertengkar dengan orang tuamu? Ku dengar dari Blaise kau memecat banyak karyawan di kantor. Apa itu ada kaitannya dengan keadaanmu sekarang?”

“Itu salah satunya,” jawab Draco yang pada akhirnya merespon. “Aku hanya lelah dan butuh ditemani. Theo tidak bisa meninggalkan pekerjaannya di kantor dan aku tidak mungkin meminta Blaise untuk menemaniku di sini, karena memanggil Blaise ke sini sekarang sama saja dengan aku menghancurkan perusahaanku sendiri. Satu-satunya yang bisa menemaniku hanya kau, Pansy. Kau tidak punya pekerjaan dan bisa ku panggil kapan saja.”

Reason to StayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang