Nandira menarik nafasnya sesaat sebelum membuka pintu mobil Gio yang saat ini sudah terparkir di parkiran FISIP. Nandira tidak tau apa yang sedang menanti di depannya tapi ia tidak mau kalah dengan pikiran buruknya.
"It's okay, Ra. Ada Allah." Nandira berkata pelan pada dirinya sendiri.
"It's okay, ra. Ada Allah. Ada gue. Dan ada semua sahaabat-sahabat lo di belakang lo." Gio menambahi kali ini dengan menggenggam tangan kanan Nandira erat dan dengan senyum lesung pipinya. "You don't need to overthink for whatever may happen today. Lo, cuma perlu jalan. Do all the activities as usual. Ada Juna sama Hendra yang jagain lo di kampus. Selesai kelas, gue akan jemput lo. Okay?"
Nandira mengangguk dan membalas senyum Gio indah. "Thank you."
"Most welcome, Nandira."
Kali ini Nandira tertawa kecil yang membuat Gio mengerutkan keningnya bingung. "Kenapa ketawa?"
Nandira menggeleng. "Lo tau nggak, anak asrama manggil gue itu selalu dengan 'ra', 'kara', 'dira'. Cuma lo sama Joan yang suka manggil nama gue lengkap. But somehow, it feels different."
"Jelas beda dong. Joan manggil nama lengkap lo tanpa perasaan sayang. Kalo gue manggilnya pake jiwa, raga dan ketulusan hati."
Nandira otomatis memutar matanya malas yang kontan membuat Gio tertawa puas. "Kita bolos aja deh. Seru nih obrolannya." Gio berucap yang langsung mendapat tatapan tajam oleh Nandira.
"Enak aja!" Nandira berkata sambil melepaskan genggaman tangan Gio. "Kuliah yang bener!"
Gio memperlihatkan gesture hormat. "Siap ibu negara."
Nandira membelalakan matanya kaget mendengar jawaban Gio. "IH?! JANGAN SUKA NGASIH GUE SEBUTAN YANG ANEH-ANEH!" Nandira menjawab salah tingkah
"Ya kan belum boleh manggil 'sayang'. Jadi manggilnya ibu negara dulu."
"Diem nggaaaaaak?!" Nandira berkata kesal--jelas bukan kesal yang sebenarnya karena gadis itu berjalan cepat ke arah kelasnya dengan pipi yang bersemu merah.
Sesaat sebelum Nandira keluar dari mobil Gio, gadis itu sudah lebih dulu ditarik pelan oleh Gio dan dipeluk hangat oleh sang lelaki. "Please remember that you will always have us, ra. Apapun yang akan lo tau nantinya, that things do not define you. Lo adalah lo yang kita tau real. Bukan dari rumor apalagi dari hal hal nggak penting lainnya."
Belum sempat Nandira mencerna semuanya, Gio sudah melepaskan pelukkan dan mencium kening Nandira sama hangatnya. "Have a good day, sayang."
Menit itu, Detik itu, Nandira tidak takut dengan apapun. She will fight everything.
***
you can read the whole story of this chapter on: https://karyakarsa.com/lalasyifaz/neozard-chapter-37
KAMU SEDANG MEMBACA
The Neozard
General FictionKehidupan para mahasiswa yang tinggal di asrama Neozard dengan segala macam cerita dibalik kesempurnaan yang tercipta di depan mata. "Everyone has their own war; the painful one, the struggling one, the damaged one, the regretful one and the incurab...