Langit mempertanyakan apa yang sedang ia lakukan sekarang. Mobil civicnya terparkir di depan sebuah kost yang kedua saudara kandungnya mungkin sudah bolak balik singgahi. Langit memejamkan matanya singkat. Ia sudah berjanji pada dirinya sendiri bahwa tidak ingin membiarkan satu orang pun masuk ke kehidupannya karena bagi Langit, semuanya percuma.
Pilihan jodohnya ada di tangan maminya. Atau, ia bisa saja memilih jodohnya sendiri tapi dengan segala standar bar yang sudah maminya gumamkan kepada ia, dan dua saudara kandungnya:
"Satu agama dan Satu 'langit' yang sama"
Langit yang Langit tau, tidak semuanya bisa masuk ke langit tersebut.
"Standarnya, kalau nggak kaya anak-anak neozard, ya kaya cantika itu. Setidaknya, pasangan kalian nggak akan silau sama uang. Nggak tiba-tiba berubah jadi OKB norak. Nggak culture shock dengan semua sumber dana yang we all know nggak ada yang bener-bener halal. The three of you know that better."
Itulah ucapan maminya yang beliau tekankan berulang kali karena Langit tau, ketiga anak maminya itu laki-laki.
Iya, harusnya Langit memilih satu di antara penghuni Neozard untuk menjadi kekasihnya tapi sayangnya, mendapati perempuan kaya raya dengan attitude seperti Nandira Putri Rafiqy itu seperti 1 : 100. Susah.
The Bar is too high.
Langit sudah terlalu pesimis mendapatkan yang klik di asrama karena ia melihat sendiri dari day 1, bagaimana para gadis ini tidak memperlihatkan hal yang menarik Langit. Belum lagi bahasan yang begitu - begitu saja. Basi.
Lamunan Langit terhenti saat ia melihat Shasha keluar dari gerbang kostnya. Keadaan di sekitar sini gelap gulita. Penerangan hanya berasal dari lampu - lampu darurat karena memang listrik sedang padam. Ditambah hujan deras dan petir yang masih berlangsung.
Langit bisa melihat Shasha keluar dengan tas punggungnya dan payung berwarna pink muda berlari kecil ke arah Langit.
Harusnya.... Langit tetap berada di tempatnya dan membukakan pintu mobilnya dari dalam. Setidaknya itu gesture yang TEMAN biasa lakukan untuk TEMAN lainnya.
Tapi alih-alih melakukan hal itu, Langit menaikkan tudung hoodienya, membuka pintu mobilnya, hanya untuk menyambut Shasha dengan membukakan pintu mobil sebelah kirinya untuk Shasha.
"Lu basah egeeee!" Shasha mengomel setelah jaraknya sudah dekat dengan Langit yang hanya dihadiahi senyum kecil Langit sambil mengulurkan tangannya agar puncak kepala Shasha tidak terbentur atas pintu mobilnya.
Lagi-lagi....Langit menyadari itu bukan gesture teman.
Shasha menatap Langit dengan alis yang menukik saat Langit sudah kembali di belakang kemudi. "Jaket lo sekarang basah kuyup, Langit Abhyzandya."
Langit hanya mendengus kecil dan membuka jaketnya kemudian melemparkan ke kursi belakang. "It's all done. Gue nggak basah. Jaket gue bisa dicuci dan kering besoknya." Langit berkata dengan intonasi ringan. Tapi tidak dengan tatap mata yang tidak beranjak dari menatap Shasha.
Shasha berdecak dan kembali ke posisi duduknya. Langit tersenyum kecil. "Boleh gue nyalain mobilnya, KAKAK SHASHA?"
Shasha, si mahasiswa semester 6 jurusan arsitektur ini mendengar UNTUK PERTAMA KALINYA dirinya dipanggil KAKAK oleh Langit, si mahasiswa semester 2 jurusan managemen internasional, akhinya tidak bisa menahan gelak tawanya.
"YOU MUST HAVE CALLED ME KAKAK SINCE FIRST DAY WE MET!" Shasha berkata di sela tawanya yang ternyata malah mengantarkan gelombang tidak terdeteksi di jantung Awan.
"I should have done it." Langit menjawab. Tidak dengan tawa. Tidak dengan senyum. Tapi dengan tatap mata--bersalah yang kentara.
"Hah, gimana?"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Neozard
General FictionKehidupan para mahasiswa yang tinggal di asrama Neozard dengan segala macam cerita dibalik kesempurnaan yang tercipta di depan mata. "Everyone has their own war; the painful one, the struggling one, the damaged one, the regretful one and the incurab...