Suasana di dalam mobil keluarga Rafiqy tidak terasa hangat seperti saat berangkat tadi. Sang ayah masih memilih untuk diam sambil menyetir. Beberapa kali sang bunda mencoba mencairkan suasana tapi gagal.
Nandira sangat tau bahwa salah satu indikator ayahnya marah adalah saat beliau DIAM.
Silent treatment is his specialist. Dan sifat itu jelas menurun ke Nandira. Persis. Sama persis. Karena itu Nandira tau mengajak berbicara ayahnya saat ini tidak akan membuahkan hasil sama sekali. Ayahnya harus dealing dengan emosinya dulu.
Tapi sayangnya, marahnya sang ayah bisa lebih mengerikan dari standar marahnya Nandira. Dan Nandira, Nalagama serta sang bunda sangat tau hal itu.
"Siapa nama teman kamu, kak?" Argi bertanya dengan menatap ke arah spion mobil. Hanya sebentar mata Nandira dan Ayahnya bertemu tapi Nandira bisa merasakan bahwa ayahnya sangat marah sekarang.
"Umm... Gio, yah."
"Nama panjangnya, kak." Argi masih bertanya dengan nada rendah yang cukup menyeramkan.
"Ayah mau ngapain emangnya?"
"Jawab aja, kak."
"Kara tau kalo ayah tau nama keluarga Gio, ayah bakalan ngelakuin hal-hal gede dengan emosi ayah yang sekarang jadi nanti aja ayah taunya. Pas ayah udah nggak emosi."
Nandira melihat ayahnya menghembuskan nafasnya dan menyandarkan tubuhnya ke bantalan kursi kemudi. Nandira tau ayahnya sedang berusaha mengontrol emosinya. "Ayah nggak suka, orang - orang yang ayah sayang, dipandang remeh sama orang lain." Ucap sang ayah saat akhirnya, emosinya sudah sedikit menghilang.
Sekarang mereka sudah kembali ke Villa. Mobil sudah terparkir. Dan Nandira bisa melihat ayahnya sudah lebih tenang sekarang.
Nandira melihat sang bunda menggenggam tangan sang ayah lembut. "Ayah sayang. Persepsi manusia itu nggak pernah penting buat bunda. Tugas kita di dunia cuma jadi agen baik yah. Kalau akhirnya ada orang yang jahat dan meremehkan kita, yaudah nggak papa. Yang penting kita berusaha bangun istana aja di surga."
Sang bunda selalu berhasil menenangkan sang ayah. No wonder they look so perfect to each other. Karena sejak kecil, Nandira selalu melihat bagaimana sang bunda selalu dengan tenang jika sang ayah sudah emosi. Dan itu, menurun pada Nalagama. Terlihat sekarangpun, Gama sangat tenang. Padahal jelas, tadi Nalagama juga ikut "dihina" oleh tatapan mata ibu Gio.
Sang ayah sekarang melihat ke arah belakang. Menatap Nandira dengan teduh. "Kara nggak sakit hati digituin ayah ibunya Gio?"
Nandira menggeleng dan tersenyum riang. "Aku cuma butuh disayang sama ayah bunda. Sama Gama juga. Kalo yang lain nggak nganggep aku ada, aku nggak peduli."
"Jangan buang-buang energi buat marah ke manusia yang nggak bisa memanusiakan orang lain, yah." Nalagama menambahi santai yang langsung mendapat senyum dari sang ayah dan sang bunda.
"Udah gede ya dek kamu sekarang?" ucap sang ayah yang langsung dihadiahi Nalagama dengan senyum kecut. "Aku sama kara itu jelas - jelas beda 1 tahun doang, yah" dan semuanya pun tertawa.
Sayangnya, tanpa Nandira tau, sang ayah meminta asistennya untuk mengecek semua soal Galatrada. Semuanya. Tak terkecuali hubungan Nandira dengan Gio Galatrada.
***
Shasha masih tidak percaya saat melihat surat keterangan kepemilikan mobil yang ia dapatkan dari ulang tahun Nandira 2 minggu lalu. Rasa tidak percayanya masih sangat besar. 22 tahun hidup, ia baru memenangkan 1x doorprize. Itupun hanya berupa tumblr seharga 50ribu di acara 17an di tempat tinggalnya saat dia masuk SMA dulu. Ia tidak pernah membayangkan bahwa 6 tahun selanjutnya, ia bisa mendapatkan doorprize lainnya tapi kali ini sangat tidak masuk akal.
"Gue rasa keberuntungan gue selama hidup udah abis deh dengan gue dapet mobil 400juta ini." Gadis ini bergumam saat duduk di kursi gazebo. Semester genap sudah mulai berjalan. Semua tugas di semester 6 sudah menunggu di depan mata. Belum lagi kehidupan organisasinya.
"But at least you have freaking a car, sha!" Shasha lagi - lagi bergumam yang hanya berakhir dengan kepala terusap kesal. "DUIT DARIMANA ANJING BUAT BELI BENSINNYA!" ucap shasha bergelut dengan suara di otaknya sendiri.
Gadis itu masih mengusak kepalanya kasar saat sebuah nescafe kaleng muncul di depan wajahnya. "You look not so normal, anyway." suara seorang laki - laki terdengar membuat shasha menyadari bahwa Langit sedang berdiri di depannya dengan tatap wajah datar.
Shasha yang melihat kehadiran Langit hanya bisa menghembuskan nafasnya lemah. Semenjak pulang dari Bali, hubungan Shasha dan Langit memang tidak separah saat awal bertemu. Mereka berdua masih suka cekcok dan bergelut dengan nada suara yang meninggi tapi keduanya menyadari bahwa mereka tidak pernah benar-benar membenci satu sama lain. Mereka menyadari bahwa keduanya sangat bisa berkomunikasi dengan baik.
Mereka tau bahwa melalui banyak pesan yang terkirim di tiap malam hingga pagi, mereka merasa nyaman. satu sama lain.
They know.
But somehow, they deny that feeling.
Untuk cerita lengkapnya, kalian bisa baca di:
https://karyakarsa.com/lalasyifaz/neozard-chapter-35-the-introduction-of-problems
KAMU SEDANG MEMBACA
The Neozard
Ficção GeralKehidupan para mahasiswa yang tinggal di asrama Neozard dengan segala macam cerita dibalik kesempurnaan yang tercipta di depan mata. "Everyone has their own war; the painful one, the struggling one, the damaged one, the regretful one and the incurab...