Bab 14

111 17 0
                                    

~SHERINA~

Sudah beberapa minggu sejak aku dipecat dari kantor penerbit tempatku bekerja sebelumnya. Dan sampai sekarang, aku masih belum mendapatkan pekerjaan baru. Aku sudah melamar pekerjaan sebagai editor di beberapa kantor penerbit atau majalah. Dari situ, memang ada beberapa dari mereka yang memanggilku hingga ke tahap interview. Namun, belum ada satu pun dari mereka yang bersedia menerimaku sebagai editor mereka.

Sebenarnya, ada beberapa kantor majalah yang bersedia menerimaku. Tapi, mereka memberikan syarat agar aku bersedia memberikan laporan eksklusif tentang apa saja yang berhubungan dengan Cliff. Karena mereka semua tahu bahwa aku adalah istri dari si penyanyi terkenal itu. Mereka secara terang-terangan menawariku kesepakatan tersebut.

Dan jawabanku masih tetap sama. Aku tidak akan menerima tawaran apapun bila maksud mereka adalah ingin menjadikanku sebagai sumber informasi dari seseorang tengah mereka buru gosipnya.

Walau statusku yang merupakan seorang pengangguran ini cukup membuatku stress, tapi aku tidak terlalu dibuat pusing oleh pengeluaran kebutuhanku sehari-hari. Karena Cliff selalu memberiku uang belanja yang jauh lebih dari cukup untukku makan sehari-hari.

Hanya saja, jika aku terlalu lama tidak bekerja, aku tidak akan memiliki pegangan uang sendiri. Aku tidak ingin menggunakan uang yang diberikan oleh Cliff untuk membeli sesuatu selain kebutuhan pokokku. Karena itu, aku harus secepatnya mendapatkan pekerjaan lagi agar aku tidak kebingungan saat ingin membeli sesuatu.

Selama menganggur, aku banyak melakukan pekerjaan rumah. Walaupun Cliff sudah mempekerjakan orang agar datang bersih-bersih setiap beberapa hari sekali, tapi aku tetap ikut turun tangan secara langsung membantu beberapa pekerjaannya. Apalagi, sekarang Cliff juga mengizinkanku berkebun di halaman belakang rumahnya. Jadi, aku tidak merasa bosan. Atau kalau tidak, aku akan memasak beberapa macam olahan asinan sayur agar memudahkanku menyiapkan makanan untuk Cliff setiap hari. Mengingat, Cliff adalah tipe orang yang sangat rewel terhadap makanan.

Seperti pagi ini misalnya. Aku sedang membuat asinan lobak yang nantinya akan kufermentasi selama beberapa hari. Stok asinan sayur sepertis ini akan awet selama beberapa hari. Dan untung saja, Cliff menyukai asinan sayur yang kubuat ini. Walaupun dia tidak pernah memuji masakanku secara langsung, tapi dia tidak pernah lagi protes atau mengomel padaku seperti saat aku pertama kali menyiapkan makanan untuknya di awal pernikahan kami dulu. Jadi, kuanggap bahwa dia tidak keberatan dengan menu makanan yang selama ini kubuat.

Setelah menyiapkan semua bahan, bumbu dan sayur, aku pun mencampurnya. Namun, begitu campurannya sudah siap, aku lupa menyiapkan container box sebagai tempat penyimpanan. Karena asinan yang kubuat kali ini cukup banyak, aku membutuhkan container box yang berukuran besar. Jadi, aku melepas sarung tangan yang tadi kugunakan, lalu beralih ke arah kabinet untuk mengambil container box yang disimpan di sana. Tapi, sayangnya container box itu terletak di bagian paling atas kabinet. Aku sudah berjinjit untuk mengambilnya, namun tanganku masih tidak sampai untuk meraihnya. Hingga kemudian, sebuah tangan tiba-tiba terulur membantuku mengambil container box tersebut. Dan saat berbalik, aku terkejut saat mendapati siapa orang yang tengah membantuku.

"Astaga...!", seruku.

Bagaimana aku tidak terkejut? Memang aku sudah menduga bahwa yang membantuku tadi pasti adalah Cliff. Karena saat ini hanya kami berdua yang ada di rumah ini. Tapi, penampilannya-lah yang membuatku terkejut. Saat ini, Cliff bertelanjang dada dan hanya mengenakan celana pendek rumahan miliknya. Jadi, saat berbalik, secara otomatis tubuhku langsung berhadapan dengan dadanya yang telanjang itu. Apalagi, posisi wajahku saat ini sangat dekat. Mungkin, jika aku bergerak lima centimeter lagi, aku sudah mencium dadanya. Dan karena keadaan itulah, wajahku langsung terasa memanas.

"Seharusnya, kau menggunakan tangga atau naik kursi saat ingin mengambilnya. Kau tahu bahwa kau itu tidak terlalu tinggi."

Tadinya, aku merasa malu. Tapi, kini aku jadi terusik atas ucapannya yang mengataiku kurang tinggi. Jadi, aku pun cemberut lalu mendongak menatapnya.

"Aku cukup tinggi. Tinggi badanku 5' 6"", kataku membela diri.

Sedangkan, Cliff masih menatapku dengan ekspresi datar dan tidak bersalah. Kemudian, dia memundurkan sedikit tubuhnya dariku.

Seketika, aku menghela napas lega karena sebelumnya terasa sesak saat berdekatan dengan tubuhnya.

"Ini... Tadi, kau mencari wadah ini, bukan?", dia menyodorkanku container box yang dia ambil tadi.

"Ya. Terimakasih.", ucapku.

Setelah itu, Cliff berjalan menjauh dariku dan dengan santainya menuju ke arah kulkas lalu mengambil sebotol air minum dari kulkas. Dia membuka botol itu lalu berdiri dengan menyandarkan pinggulnya pada bagian tepi meja makan. Kemudian, dia meminum air dari botol tersebut.

Belum reda kegugupanku karena tadi hampir mencium dadanya, kini aku kembali disuguhi oleh pemandangan yang membuat jantungku berdebar semakin kencang. Sebelumnya, aku sudah pernah mengatakan bahwa Cliff adalah sosok pria yang sangat tampan dan memiliki postur tubuh yang sangat baik. Apalagi, kini dia hanya mengenakan celana pendek dan bertelanjang dada. Selain itu, dia juga tampak sedikit berkeringat. Sepertinya, dia baru selesai olahraga dan kehausan. Tapi, melihat bagaimana caranya meminum air dari botol seperti itu saja, dia sudah terlihat sangat seksi.

Aku berulang kali meneguk ludahku karena merasa malu sekaligus terpesona atas pemandangan yang kulihat saat ini. Jika mengabaikan bagaimana karakternya yang menyebalkan, sebenarnya Cliff adalah sosok pria yang sempurna dari segi fisik. Jadi, bukan salahku jika aku terpesona padanya.

"Nanti sore, kosongkan jadwalmu."

Ucapan Cliff langsung membuyarkan lamunanku.

"Maaf?", aku memintanya mengulangi ucapannya tadi.

Cliff langsung menghela napas dan tampak sebal karena tadi aku tidak memperhatikannya.

"Nanti sore, kosongkan jadwalmu. Aku ingin mengajakmu ke suatu tempat."

"Ke mana?", tanyaku penasaran.

"Aku ingin mengajakmu ke pusat perbelanjaan. Besok, aku ada jadwal interview dengan sebuah stasiun televisi. Awalnya, dia hanya ingin mewawancarai diriku. Tapi, kemudian produsernya berubah pikiran ingin menyertakan dirimu juga dalam interview tersebut. Sebenarnya, aku juga keberatan atas hal itu. Tapi, karena aku sudah menandatangani kontrak, aku terpaksa harus membawamu. Jadi, kau harus mempersiapkan diri serta penampilanmu."

Entah kenapa, aku merasa sedih saat Cliff secara terang-terangan mengatakan bahwa dia terpaksa mengajakku. Walau dia tidak menyukaiku, tapi setidaknya bisakah dia tidak terlalu berterus terang seperti itu? Bagaimana pun, aku ini adalah istrinya. Aku juga punya perasaan.

"Oke.", kataku tanpa berkomentar lebih atas ajakannya karena sudah merasa kecewa atas ucapannya tadi.

Setelah mendengar jawabanku, dia meminum kembali air dari dalam botol lalu menghabiskannya. Kemudian, dia langsung melenggang begitu saja dari ruang makan tanpa merasa bersalah sedikit pun.

Sementara, aku menatapnya dari kejauhan sambil cemberut.

Dia benar-benar pria yang tidak punya perasaan.

***

Secret LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang