Bab 21

134 20 3
                                    

~CLIFF~

Sejak aku mengalami cidera seminggu yang lalu, Sherina selalu merawatku. Dia tidak pernah lupa jadwal mengoleskan krim obat, mengganti bebat dan selalu mengingatkanku agar minum obat tepat waktu. Selain itu, dia juga selalu membantuku berjalan ke mana pun, seperti ke toilet, atau hanya sekedar berlatih berjalan di sekitar halaman rumah. Tidak jarang, dia sampai ketiduran di sofa saat tengah merawat kakiku di malam hari. Walau beberapa kali dokter dan perawat datang ke rumah untuk melakukan kontrol, serta Bernard juga beberapa kali berkunjung untuk menjengukku, tapi hanya Sherina yang selama dua puluh empat jam berjaga dan selalu ada di sisiku. Dan aku merasa bersyukur akan kehadirannya itu.

"Apa kau tidak lelah setelah semalam merawatku, lalu pada siangnya kau masih melakukan pekerjaan rumah seperti ini?", aku bertanya pada Sherina yang kini sedang mengepel lantai di ruang tengah tempatku berada.

"Aku sudah terbiasa.", jawabnya seraya tersenyum singkat sambil melanjutkan pekerjaannya.

Aku tidak bertanya lagi dan hanya diam memperhatikannya. Walau sudah beberapa bulan tinggal serumah dengan Sherina, tapi aku baru benar-benar memperhatikannya belakangan ini. Selain baik, ternyata Sherina juga wanita yang rajin. Dia mirip seperti ibuku. Walaupun di rumah orang tuaku ada asisten rumah tangga, tapi ibuku selalu ikut turun tangan membantu beberapa pekerjaan rumah serta tetap memasak untuk ayahku dan makanan keluarga secara langsung. Dan aku sangat suka karakter wanita yang rajin seperti itu. Selain sifatnya yang baik dan rajin, Sherina juga selalu berpenampilan sederhana. Sejauh ini, aku belum pernah melihatnya berpenampilan glamour, kecuali saat kami hendak menghadiri suatu acara. Namun, dia tetap terlihat cantik dalam kesederhanaannya itu.

Mungkin karena terlalu larut memperhatikan dan memikirkan bagaimana sosok Sherina di mataku selama ini, aku sampai tidak sadar kapan Sherina selesai mengepel. Yang kutahu, sekarang dia sudah ganti memegang piring dan sedang berjalan ke arahku.

"Apa yang kau bawa itu?", aku bertanya pada Sherina.

"Cookies. Aku membuatnya semalam."

"Benarkah? Aku tidak tahu kalau kau membuat cookies semalam."

Sherina tersenyum lalu duduk di sofa yang ada di sebelahku.

"Aku membuatnya ketika kau sudah tidur sehabis minum obat. Sekarang, coba kau cicipi cookies buatanku.", katanya lalu menyodorkan piring berisi cookies itu padaku.

Aku pun mengambil sepotong lalu menyuapkannya ke dalam mulutku.

"Hmm... Ini enak. Rasa manisnya pas. Saat digigit, bagian luarnya terasa renyah. Tapi, saat berada di dalam mulut, dia begitu lembut. Aku suka rasa dan teksturnya.", nilaiku jujur.

"Terimakasih. Aku senang bila kau menyukainya.", balasnya seraya tersenyum.

"Sepertinya, kau berbakat dalam hal baking.", pujiku.

Sherina tertawa.

"Menurutmu begitu? Padahal, aku membuat cookies ini hanya untuk mengisi waktu senggang agar tidak merasa bosan saat di rumah. Bahkan, aku mempelajari resep dan belajar bagaimana cara membuatnya hanya dari youtube."

Setelah menghabiskan sepotong cookie, aku pun menatapnya.

"Kau pasti merasa bosan di rumah karena sampai sekarang kau masih belum mendapatkan pekerjaan. Dan itu semua karena aku.", kataku yang tiba-tiba merasa bersalah.

Sherina menghela napas lelah.

"Kita sudah pernah membahas masalah ini, Cliff. Sudah kukatakan bahwa itu bukan salahmu. Tolong berhenti merasa bersalah. Lagipula, dengan aku yang sekarang tidak bekerja, aku justru bisa fokus merawatmu di rumah. Jadi, cidera pada kakimu bisa segera sembuh."

Secret LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang