Bab 24

136 16 2
                                    

~SHERINA~

Aku masih tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Aku dan Cliff... kami... baru saja berhubungan. Ya. Berhubungan. Hubungan yang biasa dilakukan oleh pasangan suami istri pada umumnya. Aku bahkan tidak ingat bagaimana semua ini dimulai atau bagaimana itu bisa terjadi. Dan sekarang, di sinilah aku. Di dalam kamar Cliff, di atas ranjangnya, dan di dalam pelukannya, dengan kondisi tubuh kami yang sama-sama polos, berkeringat dan napas yang sedikit terengah.

"Apa kau baik-baik saja?", Cliff bertanya padaku.

"Ya. Aku baik-baik saja."

Aku tidak berani mendongak untuk menatap wajahnya. Jadi, aku menjawab pertanyaannya dengan tetap diam pada posisiku di dalam pelukannya sambil menatap dadanya yang telanjang dan kuat.

Cliff mencium puncak kepalaku sambil sebelah tangannya mengelus punggungku naik turun. Sentuhan telapak tangannya pada punggungku yang polos membuat bagian dalam diriku bergetar. Namun, elusannya yang lembut itu juga menghantarkan rasa kantuk pada diriku. Hingga tidak lama kemudian, aku pun menguap kecil.

"Apa kau mengantuk?", Cliff bertanya lagi.

Aku hanya mengangguk atas pertanyaannya tadi.

"Kalau begitu, sekarang tidurlah. Aku akan memelukmu. Selamat malam, Sherina.", dia berkata dengan lembut.

"Selamat malam, Cliff.", balasku pelan.

Dan tidak lama setelah itu, aku benar-benar terlelap.

***

Semalam, aku tidur dengan sangat nyenyak. Begitu bangun, aku langsung sadar bahwa kini aku tidak tidur sendiri. Sekarang, sedang tidur seranjang dengan Cliff. Kemudian, aku teringat pada apa yang kulakukan dengan Cliff semalam. Seketika, wajahku terasa memanas. Bahkan, saat melihat pemandangan dada telanjangnya yang ada di hadapanku pun, aku merasa semakin malu. Lalu, aku memberanikan diri mendongak untuk menatapnya.

"Selamat pagi. Kau sudah bangun, Sherina?", Cliff menyapaku lebih dulu. Selain itu, dia juga tersenyum hangat menyambutku.

Aku pun mengangguk menjawab pertanyaanku tadi.

"Selamat pagi juga... Cliff.", aku membalas sapaannya dengan sedikit canggung. Lalu, aku memundurkan posisi tubuhku dan secara otomatis Cliff juga melonggarkan pelukannya padaku. "Jam berapa sekarang?", aku ganti bertanya.

"Sekarang sudah hampir jam delapan pagi."

"Berarti, aku bangun kesiangan.", meski begitu, aku juga tidak kunjung bangun dari ranjang. Pagi ini, aku merasa malas karena tubuhku yang terasa pegal. Mungkin, ini karena kegiatan yang kulakukan dengan Cliff semalam.

"Apa kau masih mengantuk?", Cliff bertanya seolah memahami keadaanku.

"Ya.", jawabku seraya mengangguk. "Tapi, aku harus segera bangun lalu menyiapkan sarapan untukmu.", imbuhku juga masih dengan malas.

"Kau tidak perlu mengkhawatirkan hal itu. Jika memang masih mengantuk, kau bisa tidur lagi.", Cliff berkata dengan lembut. Lalu, dia menarik tubuhku hingga kini tubuhku kembali berada dalam dekapannya.

Dan aku pun kembali memejamkan mata. Namun, aku tidak bisa kembali terlelap meski sekarang masih mengantuk. Hal itu karena aku sedang mengingat kembali dan memikirkan tentang sesuatu yang terjadi antara aku dengan Cliff semalam.

"Sherina..."

"Hmm...", aku hanya menanggapi dengan deheman. Lalu, aku pun membuka mata.

"Apa kau baik-baik saja?", Cliff bertanya lagi.

Ini adalah pembahasan yang kutunggu-tunggu sejak tadi. Aku memang sengaja diam dan menunggu Cliff berbicara lebih dulu. Meski aku sudah mengantisipasi tentang pembahasan ini, namun tetap saja aku masih merasa malu dan bingung untuk membicarakannya dengan Cliff.

"Ya. Kenapa tidak?", jawabku berusaha setenang dan sebiasa mungkin.

Kemudian, Cliff menjauhkan sedikit tubuhnya dariku. Aku pun jadi menatapnya. Begitu pun dengan Cliff yang kini menatapku intens.

"Tentang apa yang terjadi di antara kita semalam... Apakah kau benar baik-baik saja? Maksudku, aku baru tahu bahwa semalam adalah yang pertama bagimu. Jika aku tahu sejak awal, aku mungkin bisa melakukannya dengan cara yang lebih baik lagi untuk memberimu pengalaman yang terbaik.", Cliff menjeda kalimatnya dan ekspresinya berubah jadi tampak sedikit ragu. "Dan apa kau juga tidak menyesal karena telah menyerahkan sesuatu yang selama ini paling kau jaga itu untukku?", imbuhnya lagi.

Untuk beberapa saat, aku menatap dan memperhatikan ekspresinya. Dari sorot matanya yang biru, tampak bahwa Cliff sedikit gelisah. Namun, aku tidak melihat penyesalan dalam ekspresinya saat membahas tentang hal ini, yang mana itu membuatku sedikit lega saat mengetahui bahwa Cliff tidak menyesal telah berhubungan denganku. Bahkan, menurutku, jika aku tidak salah menilai, saat ini Cliff justru terlihat lebih mengkhawatirkan diriku.

"Aku baik-baik saja, Cliff. Dan ya, semalam memang yang pertama bagiku. Lalu, apa yang kau khawatirkan tentang hal itu? Apa kau tahu? Kau sudah memberiku pengalaman pertama yang terbaik semalam. Kau melakukannya dengan cara yang lembut tanpa membuatku merasa trauma. Kemudian, untuk pertanyaanmu selanjutnya, apakah aku menyesal? Maka, jawabannya adalah tidak. Aku sama sekali tidak menyesal melakukannya denganmu. Karena kita adalah pasangan suami istri yang sah. Aku menjaga diriku selama ini tidak lain adalah untuk suamiku. Dan aku senang karena pria yang menyentuh diriku hingga sedalam itu untuk pertama kali adalah kau, suamiku.", sebenarnya aku sedikit malu untuk membahas masalah ini. Tapi, aku merasa perlu memberikan penjelasan pada Cliff agar dia tidak lagi merasa khawatir. "Lagipula, apakah ada wanita yang akan menyesal bila berhubungan dengan pria yang sangat tampan dan seksi seperti dirimu? Kurasa, tidak.", imbuhku bergurau untuk menutupi rasa maluku.

Cliff tersenyum lalu menghela napas lega.

"Syukurlah. Sebelumnya, aku takut bila kau marah padaku atau menyesal atas perbuatan kita semalam. Tapi, sekarang aku merasa lega karena kau tidak merasa demikian."

Aku hanya tersenyum membalas ucapannya.

Untuk beberapa saat, kami saling diam dan bertatapan. Kemudian, Cliff mendekatkan wajahnya padaku lalu mencium bibirku. Ciumannya kali ini sangat lembut tanpa gairah yang menggebu-gebu. Dan setelah berciuman selama beberapa saat, Cliff melepaskan tautan kami lalu dia kembali menatapku.

"Sekarang, apa kau ingin bangun?", dia bertanya dan kali ini terlihat lebih santai.

Aku pun mengangguk.

"Ya. Aku ingin bangun lalu mandi. Tubuhku terasa sedikit lengket."

"Aku juga ingin segera mandi. Kalau begitu, bagaimana kalau kita mandi bersama?"

Seketika, wajahku terasa memanas begitu mendengar idenya.

"Mandi bersama? Apakah kita boleh melakukannya?", aku bertanya dengan polos.

Sedangkan, Cliff malah tertawa seraya menatapku geli.

"Tentu saja boleh, Sherina. Karena kita adalah suami istri."

Dan tanpa aba-aba, Cliff tiba-tiba bangun dari ranjang lalu mengangkat tubuhku.

"Cliff...!", seruku dan secara spontan mengalungkan kedua tanganku pada lehernya untuk berpegangan agar tidak jatuh.

"Aku akan menunjukkan betapa mengasyikkannya kegiatan mandi bersama itu padamu. Dan aku yakin bahwa kau pasti akan menyukainya, Sayang.", ucapnya lalu mengerling nakal.

Meski masih merasa malu, tapi aku tidak dapat menahan senyum yang mengembang di wajahku. Hal apa yang membuat Cliff berubah jadi penggoda seperti ini? Apakah hubungan kami semalam benar-benar mampu mengubahnya menjadi sosok yang romantis seperti pagi ini?

***

Secret LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang