Falling ~ 27

499 63 5
                                    

1 bulan. Baik. Setidaknya itu adalah waktu yang sudah cukup untuk diberikan pada Jaehyun untuk memanen tanaman opium sialannya itu. Dan seharusnya juga dalam waktu 1 bulan itu Jungkook dan Irene sudah mempersiapkan semua rencanaya. Lagipula Jungkook juga sudah lelah dalam 1 bulan ini menjalani rutinitas sebagai anak pelajar yang nyata hanya untuk mendapatkan atensi dari Ayahnya.

Sudah dipastikan jika malam ini mereka akan bergerak. Memanen dan lalu akan dibawa pergi barang sialan itu untuk dipindahkan ke tempat pengolahan.

Hobie sudah cukup lelah mengerahkan semua team pengintaian, dan Seojoon pun juga sudah cukup sampai pada batasan tampung daya pikirannya, dimana otaknya selalu di peras untuk segera mendapatkan semua informasi ter update tentang pergerakan Jaehyun dan juga rekan-rekannya.

Tidak berbeda dengan Irene juga. Pernikanan bisnis tanpa perasaan itu perlahan mulai menyiksa pikiran dan juga hatinya.

Taehyung tersenyum padanya namun matanya tertuju pada adiknya. Taehyung memuji dirinya di depan umum tapi Irene yakin jika pujanya Taehyung hanya teruntuk adiknya yang masih mengenakan seragam SMA itu.

Ingin marah ? Tentu saja Iya. Tapi Irene juga bingung harus memulai marahnya darimana. Dia hanya anak gadis dari seorang pemgusaha kaya raya yang dituntut sempurna oleh Ayahnya. Dituntut dewasa sebelum waktunya, guna untuk ikut menopang pundak Ayahnya agar tetap kokoh dan tegak. Dituntut bijaksana mewakili adiknya yang entah kenapa sisi dewasanya tumbuh dengan sangat melambat.

Dari awal tidak ada cinta yang tumbuh diantara dirinya dan juga Taehyung, dan Irene tidak perlu menyesal untuk itu semua. Namun yang sangat di sesali Irene pada saat ini adalah... kenapa harus ada perasaan cemburu yang bertumbuh di antara dirinya pada Jungkook sebab atensi Taehyung yang tercurah penuh pada sosok adik yang sudah mulai menunjukkan sisi dewasanya.

Mungkin... Jungkook tengah berpikir untuk melindungi orang terkasihnya, oleh sebab itu naluri melindunginyapun muncul secara alami.

"Malam ini aku akan pulang terlambat. Aku harus menghadiri pertemuan makan malam bersama dengan klien" Irene tampak membenarkan riasan pada wajahnya yang dimana tidak ada yang salah dengan itu. Bahkan jika saja ia pergi tanpa ber make up pun, Irene tetaplah wujud dari sang maha dewi kecantikan. Agaknya kegiatan tidak bergunanya ini hanya bertujuan untuk menghilangkan gugupnya.

Taehyung memutar tubuhnya dari yang menghadap cermin besar yang menempel di dinding dan beralih menatap punggung dari istrinya.

Mendengus kesal seakan ada kecewa tersirat di sana.

"Bukankah sudah kita sepakati dari satu bulan yang lalu, bahwa kita harus focus dulu pada kasus rumah studio itu. Kamu lebih dari cukup tahu siapa saja orang yang berada di balik belakang Jaehyun"

Mata Irene berkaca-kaca, ada kecewa juga yang mulai bertumbuh dengan pupuk jahat. Kenapa harus aku lagi yang dituntut, bahkan untuk suatu hal yang sebenarnya tidak ada sangkut pautnya.

Benar memang Irene sempat menjalani hubungan dengan Jaehyun. Tapi jika di terlisik, Irene juga tidaklah lebih dari korban.

"Aku tidak hidup hanya untuk mengurusi urusan kalian. Dan mulai sekarang berhentilah mengusikku. Final sudah kalian dapat, jadi....

Taehyung merasa marah disini, Irene seakan lepas tangan dan seolah mau cuci bersih. Sial... harusnya semua sudah bisa ditebak sejak awal. Irene tidak akan mungkin membantu mencarikan segala informasi tentang Ayahnya sendiri dengan cuma-cuma. Bahkan jika saja benar terjadi prahara besar antara Ayah dan anak, maka yang akan lebih mendapat keuntungan disini adalah Irene, bukan Jungkook.

Irene menyentak tas kerjanya dan langsung berlalu pergi tanpa memandang Taehyung. Meninggalkan pria yang katanya adalah suaminya itu berdiam beku di depan cermin dengan dasi yang masih menggantung tidak rapi.

Jika Irene merasa muak dengan pelik urusan Jungkook. Sebenarnya Taehyung lebih dari kata muak lagi.

Awal mula dirinya dengan Jungkook hanyalah sebatas hubungan antara calon adik ipar, dan lalu merambah ke hubungan kerjasama bisnis dan berlanjut pada hubungan asmara yang terlarang.

Bahkan jika Irene masih bisa meluapkan emosinya, agaknya Taehyung hanya harus puas dengan memendam emosinya sendiri.


'Hyung.... apakah sudah dipastikan jika malam ini mereka akan bergerak ?'

'Jika seauai dengan perhitungan harusnya malam ini Tae~ tapi keadaan terlihat terlalu tenang'


Penuturan Taehyung dengan Seojoon di telpon cukup untuk menguji kepercayaan dirinya. hingga melahirkan asumsi buruk pada Irene.

"Aku harap kamu tidak menghianati kita Irene"

Di tengah gumaman tidak jelas Taehyung tiba-tiba sudah ada tangan Jungkook yang melingkar apik di perut rata Taehyung. Memeluknya dari belakang dan lalu meraih perlahan tangan yang mengepal geram itu dan mengecupnya. Berharap interaksi kecil itu bisa meluruhkan emosi Taehyung pada pagi hari ini.

"Jungkook... sebenarnya apa yang sedang kita lakukan ?" Tanya Taehyung dengan segala raut bingung dan lelah yang terpancar nyata. Membalik tubuhnya perlahan dan menghadap dengan tatapan sendu pada dominannya.

Dan sang dominan hanya diam seakan menunggu akan ada kelanjutan apa lagi dari submisifnya yang tampaknya sedang mengadukan resahnya.

"Maaf jika aku membawamu ke dalam situasi yang rumit"

Sunyi, itu yang terasa setelah ucapan Taehyung berhenti. Terganti dengan suara samar-samar lengkuhan yang tercipta dari mulut yang dibungkam. Jungkook terus menggerakan bibirnya, memeta tiap inci rasa manis dari bibir milik Taehyung. Hingga sang empunya pun merengek terengah sebab ciuman yang terlalu mendadak dan bahkan tidak diberikan kesempatan untuk mengatur nafas terlebih dahulu.

Bibirpun bengkak seketika dan senyum puas berkibar dari wajah tampan Jungkook.

"Akulah yang harus minta maaf karena sudah menyeretmu dalam alur ceritaku, mau atau tidak maunya kamu" Jungkook kembali mengecup sudut bibir yang mulai tersenyum meski kesannya getir. Mau bagaimana lagi jika kenyataannya semua harus menjadi rumit dan kusut seperti sekarang ini.

Taehyung menikmati ketika kecupan itu telah kembali menjadi cumbuan yang panas. Jungkook seperti sedang memperkosa mulutnya dengan terus saja mendesak untuk dapat mengoyak kenikmatan yang lebih dalam.

Seolah tidak punya beban pikiran, dua pasang bilah bibir yang saling bertaut dan mendamba itupun tengah mengejar puncak kenikmatan masing-masing.

Bahkan ketika sengal sedak telah hadir, tidak ada satupun diantara mereka berdua untuk mau menyudahi cumbuan bibir itu.

"Aku tidak mau kehilanganmu Tae~ jadi... tetaplah aman" Ucap Jungkook ambigu sesaat setelah pangutan bibir itu berakhir.

Taehyung mengerjap lemah mencoba menatap Jungkook, meski pandangannya masih kabur tertutup sayu. Namun dalam detik itu juga ada sesuatu yang aneh yang mulai ia rasakan. Sebuah percikan air mirip seperti perfume yang di semprotkan kearahnya tiba-tiba membuyarkan pandangannya kembali.

"Yak ! Jeon Jungkook ! A-apa yang kau la---

Tidak sampai. Ucapan itu tidak sampai selesai. Taehyung sudah lebih dulu jatuh pingsan dalam dekapan Jungkook.

"Sementara seperti ini dulu sayang. Keberadaanmu hanya akan mempersulitku" Jungkook menyentak tubuh Taehyung, menggendongnya membawanya keluar dari rumah Irene. 

Entah rencana apa yang akan di jalankan oleh Jungkook kali ini, hanya Jungkook lah yang tahu.

Yang pasti tidak ada satupun orang yang dapat dipercaya 100% disini. Terlebih lagi Irene.


'Pastikan semuanya aman atau aku tidak bisa bergerak'

'Focus saja pada bagianmu'




Bersambung____

Pati, 15 Maret 2023

Falling [[ KookV ]]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang