Falling ~ 37

377 55 6
                                    

Jungkook memulai hari-hari barunya di negara yang baru, meski rasa ingin mati serasa seperti lelucon yang terus terlintas dalam benak frustasinya mengajaknya bermain-main seakan itu adalah hal yang sangat menyenangkan dan juga menarik.

Dia berangkat sekolah layaknya remaja seusianya. Perbedaan bahasa tak menjadikan kendala yang berarti buatnya. Itulah gunanya Sean menemaninya. Sean menguasai kosakata sehari-hari dalam bahasa Korea. Dan untuk ejaan yang lebih formal, Jungkook maupun Sean, bukanlah orang yang malas untuk saling belajar bersama.

Sudah waktunya Jungkook untuk kembali pada hakikat anak seusianya. Belajar, bercengkerama dengan anak seusianya. Bermain dan juga bersenang-senang dengan yang sepantaran dengannya juga.

Ini semua adalah waktu yang langka pada diri Jungkook. Waktu yang tidak pernah Jungkook dapati. Yakin jika ia pun pasti lupa kapan terakhir memiliki seorang teman. Jungkook terlalu sibuk membuat onar hanya untuk mencari perhatian dari Ayah dan Nunnaya. Setelah Ibunya meninggal, tidak ada satu orangpun keluarga atau kerabat yang benar-benar mau berada disisi Jungkook.

Kebanyakan dari mereka akan berdiri di belakang, menunggu Jungkook jatuh, atau berdiri di depan, berharap Jungkook bisa tertinggal jauh.

Predikat murid buruk dan anak pembangkang melekat natural pada dirinya, sehingga sukses membawanya pada dunia yang kelam tanpa adanya satu orang teman.

Bertemu dengan Taehyung adalah masa-masa paling menyenangkan dan sangatlah mendebarkan. Menghabiskan hari-harinya bersama dengan Taehyung bagaikan menaiki wahana roller-coaster. Banyak kejutan. Menjengkelkan, tapi juga menyenangkan.

Jungkook merindukannya setengah mati. Sangat ingin mati setiap kali pikirannya masih melayang layang di atas ilusinya Taehyung. Berharap bisa mengalami amnesia hingga melupakan semua yang pernah membuatnya senang dan sedih.

Tak jarang terlintas pikiran konyol sebab frustasi akan hidupnya. Bahwa andai saja kelahiran kembali itu memang benar ada. Jungkook ingin dilahirkan kembali dan menjadi orang yang berbeda.

Pikirannya telah rusak, otaknya sudah tidak berfungsi dengan baik tampaknya. Tugas akhir sekolahnya sudah menumpuk di atas meja belajarnya. Tapi pikirannya masih saja terus berputar tak tahu arah. Sebentar lagi ia akan memasuki ujian untuk masuk ke perguruan tinggi. Tapi pikirannya yang terus bermuara pada pria yang sama sekali tak pernah memberi kabar padanya itu, masihlah belum hilang juga.

Terus mengganggu bahkan semakin mengganggu.

Harusnya Jungkook tak se bebal itu menjadi seorang pria yang gantle. Tidak di akui dan tidak di hargai, harusnya cukup untuk membuat garis mundur padanya. Namun sepertinya itu tidak seperti itu.

Batang nikotin yang telah di sulut di apit pada dua jarinya. Di putar-putar dan dimainkan sebelum akhirnya di sesap. Asap yang mengepul membuat pola abstrak adalah satu-satunya teman yang bisa mengerti bagaimana hilangnya minat Jungkook pada hidup.

Semakin berusaha keras, kenapa semakin hancur malah rasanya.

Dia membuang puntung nikotin itu pada akhirnya dengan lemparan asal. Mengabaikan bagaimana bahayanya benda kecil itu jika sampai tercampur dengan benda yang mudah terbakar.

"JEON JUNGKOOK !!!"

Sean memekik. Tensinya sukses naik semenjak kedatangan Jungkook. Membuatnya untuk punya alasan agar dapat bertemu dengan Yibo.

Sean memungut puntung nikotin itu dan lalu membuangnya pada tempat sampah yang benar setelah memastikan bara apinya benar-benar padam.

"Apa kau mau membakar rumahku !" Ucapnya dengan suara berisik. Dan terus saja diulang ulang membuat telinga sakit. Namun bukan seperti itu maksud Sean yang sebenarnya.

Sean sangat menyaysngi Jungkook, dan sudah menganggapnya seperti adik kandung, bukan lagi kerabat jauh. Mengusap lembut rambut belakang adik kecilnya dengan sangat tulus. Meski sedang kesal tak pernah satu kalipun Sean benar-benar marah pada Jungkook.

"Bagaimana ? Apa ada masalah dengan belajarmu ?" Tanya Sean, dan reflek Jungkook mendongak. Menatap sendu pada sosok yang telah menyayangi dan juga menyemangatinya selama ia berada di Shanghai.

Jungkook memutar kepalanya ke kanan dan kekiri sembari tersenyum dan lalu memeluk perut ramping Sean, meminta perhatian lebih.

Jungkook sibuk menata hidupnya agar tak hancur dan Taehyung di sana sedang sibuk menata hidupnya juga untuk menyambut kehidupan yang baru. Benar-benar perbedaan yang sangat ironi.

Irene dinyatakan hamil tak lama setelah kepergian Jungkook. Benar-benar sangat dramatic nasib dari seorang anak remaja bernama Jeon Jungkook. Kekasihnya yang mengumandangkan dirinya seorang GAY nyatanya bisa berbagi napsu birahi juga dengan seorang perempuan.

"Sudahkah bicara dengan Irene ?" Sean tidak mau ikut campur sebenarnya dengan masalah keluarga Jungkook. Tapi Yibo menyarankan pada Sean untuk menjadi teman bicara Jungkook. Sehingga mau tidak mau Sean pun semakin dalam mengulik tentang perjalanan hidup Jungkook dalam beberapa tahun terakhir ini.

Mulanya Jungkook sangat susah sekali untuk di ajak bicara, ditambah lagi dengan keadaan Jungkook yang terus menerus menrun, meski Yibo sudah melakukan penanganan yang paling terbaik sebagai dokter sesuai dengan kondisi Jungkook.

Bahkan dengan Bangchan pun, Jungkook menutup diri. Membuat Hobie yang berada di Korea nyaris melompat ke China hanya untuk ingin menjewer telinga Jungkook.

Namun setelah beberapa saat akhirnya Jungkook melunak, dan akhirnya ia berdamai dengan keadaanya. Mulai terbuka dengan orang yang berada di dekatnya. Memasang radar antisipasi agar tidak di hianati lagi sebenarnya hanyalah hal yang sia-sia. Jika ingin tahu apakah orang itu setia atau tidak ?! Maka berikanlah kepercayaan, berikanlah hati.

Jungkook melepaskan pelukannya. "Taehyung Hyung sibuk sebab Irene Nunna sebentar lagi akan melahirkan. Jadi semua laporan tentang perkembangan pembangunan sudah diambil alih oleh Seojoon Hyung"

Jungkook menunduk, menatap kosong pada tampilan buku materi sekolahnya. Tersenyum miris sembari memutar acak penanya.

"Sepertinya aku harus giat belajar mulai saat ini Zhan Ge" Ucapnya sendu.

Sean tersenyum. "Tentu. Jika kamu ingin kembali pulang ke Korea dan mengambil semua milikmu yang sudah terampas, kamu harus terlahir menjadi Jungkook yang baru terlebih dahulu"

"Terimakasih Zhan Ge, sudah ada bersamaku di saat yang paling hancur dalam hidupku"

"Wah.... kamu membuatku jadi tersanjung Jungkook. Ingat juga masih ada Bangchan yang juga ikut turut setres karena menjagamu siang dan malam ketika kamu sakit"

Jungkook melemparkan senyum paling cerianya. Dia sudah berusaha keras sampai detik ini. Bahkan Jungkook telah melewati semua rasa sakit dunia dan akhirat. Sebenarnya tidak adalagi yang perlu ia takutkan dan risaukan. Tapi entah kenapa setiap harinya ia selalu dirundung kecemasan.

Semua hal paling buruk dan paling menyakitkan sudah pernah Jungkook lalui. Rasa asam manis dan pahit juga telah Jungkook cecap semua.

Membuatnya bertumbuh kini menjadi pribadi yang lebih kuat dan tenang.

Jungkook kehilangan senyum remajanya dan tergantikan dengan segala kedewasaan yang tenang.

Tinggi badannya bertambah beberapa cm dalam beberapa tahun terakhir ini. Dan ia pun kehilangan beberapa lemak pada pipinya. Dengan rahang tegasnya, Jungkook tergambar begitu sangat mematikan sekali.

Jungkook benar-benar tampan. Paras rupawannya tak bisa dijabarkan. Dan menyandang predikat idola di kampus, tampaknya tak berlebihan untuk di sematkan pada Jungkook.

Tak terasa 3 tahun sudah terlewat. Dan kabar tentang kebahagiaan keluarga Jeon setelah kelahiran cucu pertama yang berjenis kelamin laki-laki itupun telah tersiar apik lewat udara.



'Cantik seperti kamu'






Bersambung.......

Pati, 7 April 2023

Sampai jumpa di next chap dear.....

Falling [[ KookV ]]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang