CHAPTER 14

918 112 15
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Menurutnya aroma lavender adalah yang terbaik, pengharum ruangan itu mampu menenangkannya dari mimpi buruk yang barusan melanda di pukul tiga dini hari. Aroma itu masuk secara lembut ke penciuman lantas secara ajaib detakan jantungnya perlahan-lahan membaik, Sujin masih membayangkan bagaimana kacau mimpinya barusan, kegelapan, teriakan, hujan serta petir menyerangnya sampai betul-betul tak memberi kesempatan untuk bernapas.

Sambil mendekap selimut di dadanya yang telanjang, ia melihat langit-langit kamar, lampu kristal dengan cahaya kebiruan itu masih dibiarkan menyala sebab mereka lupa mematikanya, Sujin memandangi lampu gantung itu bagai sebuah butiran-butiran hujan di dalam mimpinya, jernih dan dingin, Sujin berakhir meremas selimutnya. Sementara itu aroma lavender untuk sejenak kembali mampir tapi kali ini tak cukup untuk mengusir ketakutanya. Mimpi itu layaknya potongan ingatan, nyaris terasa nyata dan bisa ia sentuh.

Dalam mimpi itu Sujin mengelami kecelakaan, saking terasa nyatanya ia masih bisa merasakan aroma pohon pinus basah di tengah-tengah hujan, ia terpental keluar sementara moncong truk menyambutnya dengan amat keras. Lampu sorot truk itu menyilaukan, layaknya lampu gantung yang sedang Sujin pandangi sekarang.
Sujin terkapar di tengah-tengah aspal, darah membanjiri seluruh wajahnya sementara itu mobil yang ditumpanginya telah terperosok ke jurang dan lenyap. Petir menyambar-nyambar, hujan membasahi seluruh tubuhnya yang sekarat, bisa Sujin rasakan darahnya ikut mengalir bersama arus hujan. Sujin hampir putus asa akan mati di sana tapi seseorang datang dan membopong tubuhnya ke dalam mobil lain.

Di sana, ia melihat wajah yang tidak asing, tapi aneh Sujin tidak bisa mengenalinya meski telah berkali-kali menerka siapa itu. Ah, mimpi memang selalu aneh.

Itu cuma mimpi, tak masalah kalau Sujin tak memikirkanya.

"Kau baik-baik saja?" Sujin mendengar suara bangun tidur Taehyung yang berat masuk ke perungu lantas membuatnya terperanjat.

Sujin menoleh dan buang arah pandangnya dari lampu kristal raksasa di atas, dilihatnya dada telanjang Taehyung yang kokoh lantas Sujin menaikkan lagi selimutnya. Usai melalukannya di ruang kerja mereka melanjutkan berhubungan di dalam kamar. Mereka selesai pada pukul 12 malam, terlalu lelah untuk kembali memakai pakaian, gulungan selimut inilah satu-satunya kain yang menutupi tubuh polos keduanya.

"Aku mimpi buruk."

Bertepatan saat kalimat itu keluar dari Sujin, hujan lebat turun secara mendadak. Tirai-tirai putih nampak merumbai sewaktu kilat menyambar lantas sebuah guntur datang dengan hebat. Sujin tertegun, ia menatap Taehyung tanpa berkedip.

Sujin baru sadar, di mimpinya Taehyunglah yang menyetir mobil hitam itu sambil tertawa terbahak-bahak. Tawa itu mengudara dan berputar-putar seperti dandelion yang terbawa angin di dalam kepalanya, menggema, berulang-ulang dan keras. Kedengaran jahat seperti tawa iblis bertanduk, Sujin merubah garis alisnya, ia menatap Taehyung dan bertanya-tanya kenapa bisa mendapat mimpi seburuk itu.

NEMESISTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang