CHAPTER 11

862 117 7
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Sejujurnya Jimin benci mengakui jika ia telah kalah oleh keadaan, kehilangan Sujin merupakan guncangan terbesar. Jimin menjadi pemarah, sebab ia tak bisa menghindar dari kenyataan. Sujin nihil dan tinggal nama, namun hidup Jimin terus berputar bagai roda berkarat yang dipaksa terus menggelinding. Itulah kenyatannya sekarang.

Sejak remaja ia banyak melalui hal sulit, pada usia belia Jimin sudah bergelut pada pekerjaan kotor. Di semenjana waktu kala itu, ia bersumpah tidak akan melupakan bagaimana perasaan ibanya menarik pelatuk-pelatuk pada target yang tidak bersalah. Tangannya begitu banyak darah dan kotor, tetapi daripada kesucian Jimin lebih membutuhkan uang. Keadaan membentuknya jadi seorang pendosa di masa lampau.

Kini, kehilangan membuat semua mimpinya rusak, seperti bunga anggrek yang Sujin tanam di balkon belakang rumah. Padahal Jimin sudah bertekad menjalanjutkan hidup dan optimis untuk terus mencari keberadaan adiknya, entah akan sepanjang apa proses itu, ia yakin bisa melewatinya dan punya harapan besar untuk bertemu Sujin dalam keadaan hidup.

Tetapi pada sepanjang proses itu, ada suatu waktu saat dirinya merasa di titik paling stress. Pada saat itulah, Jimin yakin yang ia butuhkan adalah alkohol dan rokok. Ini sudah gelas wiski ketiga yang diteguknya, setidaknya Jimin masih ingat kalau minum lebih dari sepuluh gelas dalam waktu satu jam ke depan, maka bisa dipastikan besok ia akan terbangun di ranjang rumah sakit.

Jimin mengetuk abu rokok pada meja dengan sembarang, wiski punya kadar alkohol lebih besar, hal ini membuatnya mulai kehilangan kesadaran lebih cepat dibanding biasanya. Meski begitu Jimin masih cukup bisa mengenali lingkunganya dan ingat ia pergi ke sini tak membawa mobil.

Bar ini terletak di pinggiran pulau Jeju, ada banyak hal ilegal yang terjadi di sini. Transaksi senjata, judi, narkotika dan pelelangan wanita penghibur. Bagi para manusia pendosa tempat ini adalah surga dan di sini Jimin tak perlu merasa suci. Di sini, ia bisa meniduri seorang pelacur sambil menghisap ganja. Tetapi opsi itu bukanlah hal yang Jimin butuhkan.

"Kau terlihat buruk, butuh teman?"

Ada suara lembut yang tiba-tiba berbaris di perungu telinga, Jimin menengok ke arah belakang dan rupanya wanita itulah yang mencuri atensinya. Wanita berkemeja putih tipis dan begitu ketat sampai Jimin bisa lihat bra hitam di balik kemeja itu. Tanpa persetujuan, wanita itu duduk di sebelahnya dan mengambil satu batang rokok miliknya.

"Jika kau butuh jenis mariyuana psikotropika, aku punya teman yang bisa membantumu," katanya sambil menyalakan korek gas untuk rokok yang diapitnya.

"Aku tidak butuh, terimakasih," kata Jimin tidak tertarik.

Si wanita terkekeh. "Baiklah, rupanya kau pria baik-baik."

"Tidak cukup baik, aku bisa memperkosamu karena kau salah mendatangi orang mabuk dengan pakaian seperti itu." Jimin menyeletuk dan melirik sekali lagi ke arah bra hitam yang tercetak jelas dari balik kemeja tipis.

NEMESISTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang