CHAPTER 04

1K 129 33
                                    

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•••

Lukisan kuno yang tergantung di sisi tembok tampak sangat selaras dengan warna dinding yang kelabu. Tidak hanya satu, ada tiga lukisan klasik yang ditemuinya setelah satu jam yang lalu ia membuka mata. Sujin tidak bisa berbuat banyak selain hanya termenung menatapi tiga lukisan klasik seperti orang lumpuh seluruh badan, ruangan ini terlalu senyap, hampir tidak ada suara apa pun selain suara mesin pendingin ruangan yang berdengung lembut.

Remuk serasa tulang-tulangnya hancur, ia merasa kaku sekujur tubuh sampai bernapas saja terasa menyakitkan. Satu jam setelah tersadar, Sujin bisa mengenal wangi ruangan ini terasa seperti bebauan lavender. Kepalanya berdenyut-denyut sakit setiap kali ia mencoba mengingat sesuatu, seperti mencoba mengingat bentuk bunga lavender dan namanya sendiri. Ingatan hal-hal kecil seperti itu tandang secara otomatis, tanpa instruksi. Setidaknya Sujin ingat namanya sendiri, tetapi ia tidak berhasil mengingat rupa bunga lavender. Ruangan ini sangat wangi dan aroma lavender membuatnya terasa nyaman, tapi sayang sekali Sujin lupa bentuk bunga lavender.

Sujin belum paham betul apa yang sedang terjadi pada dirinya, kepalanya sakit dan ia seperti orang linglung. Samar-samar dalam polemik kepala, Sujin memutar-mutarkan bola matanya demi mengamati sekitar. Tempat yang asing dan mewah ini apa? Milik siapa dan sedang apa dirinya di sini? Begitu banyak pertanyaan dan Sujin memaksa kepalanya mengingat-ingat sesuatu, namun tidak berhasil, semuanya jadi begitu rumit dan berkelin. Sujin cuma berakhir meringis, sambil pejami mata lagi.

Maksudnya, Sujin bingung kenapa tubuhnya bisa terasa sakit semua, ia ini kenapa dan bagaimana? Liberosis dalam kepalanya mengebu-gebu, Sujin ingin pejamkan mata lagi karena kepalanya masih teramat sakit untuk memanjakan semua kebingungan. Tetapi, tempat asing ini dan semua pertanyaan-pertanyaan dalam bilik otaknya berkesiuran seperti debu-debu di pinggir jalan. Akhirnya, dengan tungkikan alis, Sujin membuka matanya lagi. Hal yang kali ini diperhatikannya adalah langit-langit plafon putih dengan lampu gantung relap seperti berlian. Percuma Sujin tidak bisa bersikap apatis oleh semua ini.

Sujin butuh seseorang untuk ditanyai mengenai semua ini. Sujin ingin berteriak guna memanggil siapa pun yang berada di luar sana, tetapi suaranya yang keluar cuma berupa lirihan serak. Demi Tuhan, kepalanya sakit sekali, Sujin baru sadar jika punggung tangan kirinya juga terinfus dengan rapih dan sekantung infus yang tergantung di atas kepala itu telah kosong. Hal inilah yang menyebabkan darahnya naik dan masuk ke selang-selang infus, ini menyakitkan jika tidak segera dicabut atau diganti, selang akan terus menyedot darahnya. Sujin putus asa, saking bingungnya oleh situasi ini, Sujin memejam lagi tapi kali ini sambil meneteskan air mata.

"Oh astaga! Tuan, infusnya!"

Sujin dengar suara pintu terbuka, ada seseorang yang masuk dan rasanya Sujin begitu tertolong. Wanita yang barusan masuk tadi buru-buru keluar setelah melihat keadaan selang infus, Sujin cuma memperhatikan keadaan. Oke ini bagus, setidaknya di tempat ini masih ada manusia lain. Sujin tidak bisa bicara banyak, tidak lama kemudian wanita yang tadi memergokinya datang bersama seorang pria berkemeja biru langit. Pria itu cekatan berlari kecil membuka laci di sebelah ranjang, lantas mulai mengganti dan memperbaiki infusan.

NEMESISTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang