CHAPTER 22

816 137 37
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Jungkook tidak ingat sudah berapa lama dirinya terbaring di ranjang rumah sakit, saat kali pertama ia tersadar, hari sudah gelap dan bau obat-obatan menyeruak dari tubuhnya. Ia sendirian saat itu, hal yang kali pertama Jungkook pikirkan adalah putranya—Noah, ia khawatir kalau Taehyung akan melampiaskan kemarahan pada bocah pintarnya itu. Belum lagi Jungkook memikirkan nasib Sujin tanpa dirinya di sana. Taehyung pasti akan menjadi-jadi, sementara itu Jungkook terlalu lemah untuk melindungi seseorang sekarang.

Ia berharap pulih lebih cepat.

Ia terbaring dalam keadaan yang parah. Sebab pukulan Taehyung pada area mata telah membuat pengelihatannya melumpuh, mata kirinya terpaksa mengalami kebutaan sementara yang tidak bisa dipastikan dalam jangka waktu. Belum lagi patah tulang pada lengannya harus membuat Jungkook menjalani operasi pemasangan gips sebanyak dua kali. Perlu waktu untuk lebam-lebam pada tubuhnya pulih, juga butuh beberapa jahitan pada kulitnya sobek.

Mendapat luka yang separah ini, Jungkook telah berpikir bahwa persahabatannya dengan Taehyung pasti sudah tamat karena memang kesalahannya tidak bisa diampuni. Biarlah, ia memang tidak pantas mendapatkan pengampunan dari Taehyung. Namun, jauh dalam lubuk hatinya jika ia punya kesempatan kedua, ia tetap ingin mengabdi untuk pria itu.

"Kau kelihatan lebih baik hari ini, Tuan Joo." Jungkook mendengar suara Terresa—perawat berkebangsaan Turki yang datang setiap hari ke ruangannya. Jungkook melihat sosok Teressa yang kalau dikira-kira punya tinggi sekitar 179 cm itu membawa sesuatu di tangannya. Karena pengelihatannya yang kurang baik, Jungkook bahkan tidak bisa melihat dengan jelas seperti apa wajah Terresa, ia hanya dapat melihat garis besarnya saja, seperti kulitnya putih dan rambutnya pirang.

"Seperti yang kau lihat, Miss." Jungkook bicara dengan gerak bibir yang hati-hati sebab denyut pada rahangnya masih menyakitkan.

"Waktunya mengganti perban, dan pukul 12 siang, Tuan harus pergi ke ruang radiologi untuk rotgen."

Selama berhari-hari di rumah sakit, Terresa telah menjadi teman bicaranya yang cukup baik. Perempuan itu pernah bilang, bahwa ia kelihatan menyedihkan sebab tak ada satu pun kerabat yang menemaninya di rumah sakit.

"Aku tidak percaya orang setampan dirimu tidak memiliki siapa-siapa," ucap Terresa saat melepas perban yang membalut mata kirinya, hal itu membuat jarak wajah mereka terkikis lantas Terresa mengakui jika Jungkook adalah pria yang menawan.

"Kau salah kira, aku sudah punya seorang putra."

Terresa nampak terkejut. "Wah benarkah?"

"Namanya Noah."

Terresa nampak kecewa, ia berpikir Jungkook pastilah bukan pria lajang, tetapi sebuah pertanyaan muncul di benaknya, ke mana perginya perempuan yang telah melahirkan anak bernama Noah itu di saat-saat seperti ini?

"Nama yang keren, siapa yang memberinya?" Perban Jungkook hampir selesai, saat Teressa kembali bertanya.

"Aku."

NEMESISTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang