Fang Yin tidak berani menatap wajah kakaknya, Tan Fang Bu. Gadis itu hanya menundukkan kepala, malu. Semburat merah bersemu dipipi putihnya. Fang Yin kembali ke rumah kakaknya menjelang sore hari, setelah semalaman tidak pulang. Dia diantar oleh Bagas kembali ke rumah kakaknya tersebut. Pemuda itu duduk disebelah Fang Yin. Dia telah mengutarakan keinginanya untuk melamar Fang Yin. Keputusan yang berani, mengingat pemuda itu belum memiliki apa-apa yang dapat dijadikan pegangan untuk memperoleh nafkah dikemudian hari.
jikalau melihat dari sisi Fang Yin, Tan Fang Bu dapat memahami permintaan ini. Dia tahu betul gadis itu sangat berhati-hati menentukan langkah hidupnya, dan dia mampu menjalani langkah yang telah dipilih dan menerima semua konsekwensinya. Fang Yin bisa membuka praktek sebagai Tabib, dan mendapat nafkah dari situ, sementara Bagas dapat terus mengejar karirnya sebagai tentara kesultanan Demak. Tetapi urusan pernikahan ini tidak dapat diputuskan oleh Fang Yin seorang. Keputusan diterima atau tidaknya kehadiran Bagas didalam keluarga ini bukan keputusan satu orang, semua kakak-kakaknya harus berembuk dan berdiskusi.
Selama ini hambatan paling besar justru datang dari almarhum kedua orang tuanya. Tetapi kedua orang tua gadis itu sudah tiada. Hambatan utama dipastikan sudah tidak ada. Sekarang tinggal dari keputusan kakak-kakaknya. Kalau dari paman dipihak ayahnya, sudah dapat dipastikan tidak akan mengganggu dan memberikan efek. Karena semua kakak-kakak Fang Yin masih lengkap.
Sekarang Fang Yin harus berkonsentrasi kepada dua kakak tertuanya, karena kakak ketiganya, Tan Fang Bu, sudah pasti setuju. Gadis itu tinggal meyakinkan kedua kakak tertuanya.
"Hhh... Kalian ini terburu-buru sekali. Baru kemarin kalian berjumpa lagi setelah bertahun-tahun. Sekarang sudah meminta dinikahkan", keluh Tan Fang Bu.
"Tidak apa-apa kan A Bu...", kata Xiao Lie yang duduk disamping kanannya.
Xiao Lie tampaknya ikut senang melihat adik iparnya kembali ceria dan 'hidup', setelah sewaktu pertama kali datang ke Demak, Fang Yin terlihat merana dan 'sirna'.
"Begini saja, kalian saya nikahkan secara islam dulu. Sambil pelan-pelan koko diskusikan pernikahan kalian dengan koko-koko yang lain", lanjut Tan Fang Bu mencoba mencari cara yang mudah.
"Besok, koko akan ke Mesjid Demak. Koko daftarkan dulu nama kalian. Sementara sambil menunggu jadwal dari mesjid, kalian jangan sering terlihat kemana-mana dulu. Fang fang, kamu ingat ya... Almarhum ayahmu itu Syaikh Fen Bu, ulama ternama di Pasuruan. Dan kamu Bo, koko juga tahu ayahmu bukan orang sembarangan, jadi sebaiknya kalian jangan membuat skandal yang nanti akan menyusahkan kalian sendiri.", jelas Tan Fang Bu panjang lebar.
Tan Fang Bu berdiri dan mendekati mereka berdua. Sambil membungkuk, Tan Fang Bu berbisik kepada mereka berdua, " Kalian sebelum menikah, sebaiknya kalau mau bertemu disini saja. Tetapi jaga perasaan cici-mu juga ya".
Fang Yin tersenyum mengangguk mengerti, sedangkan Bagas hanya duduk diam. Tan Fang Bu kemudian berjalan keluar ruangan tamu. Diambang pintu ke ruang tengah, Tan Fang Bu berhenti dan menoleh kearah gadis itu. Xiao Lie berdiri dari duduknya dan melangkah mengikuti suaminya sambil sambil melirik dan tersenyum nakal kepada kedua sejoli itu.
"Fang fang, tolong diingat, keponakanmu masih kecil-kecil lho", goda Xiao Lie.
Fang Yin hanya tersenyum tersipu-sipu malu. Dia kemudian mengantar Bagas keluar pintu gerbang rumah. Mereka berpelukan sejenak sebelum Fang Yin melepas Bagas pergi kembali ke barak tentara. Bagas menatap Fang Yin menghilang masuk kembali ke dalam rumah tempat dia tinggal sementara.
Dia tersenyum sambil berjalan melewati jalan batu yang mengular dan bersilangan disepanjang kota Demak yang sudah mulai mendingin. Dia harus melaporkan keberadaannya semalam dan mengumumkan kemungkinan tanggal pernikahannya kepada pemimpin pasukannya. Dia juga akan mendiskusikan ide Fang Yin yang ingin bergabung dalam pasukan kesultanan. Gadis itu bermaksud memanfaatkan kemampuannya sebagai tabib untuk mendukung tentara kesultanan Demak, selain tentunya selalu berada disisi Bagas.
Gadis itu melihat peluang yang sangat bagus untuk melancarkan praktek tabibnya, dan sekaligus memperoleh pengakuan dari pihak kesultanan. Tentunya hal ini akan memberikan keuntungan pada dirinya dimasa depan. Fang Yin sudah mulai menata kehidupannya sebagai istri Bagas.
Bagas melangkah memasuki gerbang barak. Tetapi alih-alih pergi ke baraknya, pemuda itu berbelok ke kiri memasuki ruangan kerja kepala pasukannya. Kepala pasukan yang memimpin peleton Bagas bukan lah seseorang yang kaku. Dia sudah mendengar mengenai pertemuan anak buahnya itu dengan seorang gadis Cina yang sangat menarik perhatian di rumah makan langganan kompi mereka.
Gosipnya mereka adalah sepasang kekasih yang terpisah lama oleh jarak dan waktu. Kepala pasukan itu heran mendengar bahwa Bagas memiliki kekasih gadis Cina yang katanya cantik, dan sangat jauh jika dibandingkan dengan penampilan anak muda itu sendiri. Dan Bagas sekarang menghadap kehadapannya, menyampaikan bahwa mereka hendak menikah. Tidak masalah bagi kepala pasukan itu apabila ada anak buahnya hendak menikah, selama tidak mengganggu tugas. Sambil tersenyum, dia memberikan selamat kepada Bagas.
Tetapi kemudian, Bagas menyampaikan bahwa calon istrinya itu hendak bergabung di pasukan kesultanan Demak sebagai salah satu tenaga medis. Itu merupakan hal yang berbeda. Dia harus menyampaikan permohonan ke atasannya, untuk kemudian ditentukan oleh keputusan panglima Dipatiunus yang sekarang bertugas dan berdomisili di Jepara. Prosesnya lebih panjang dan memakan waktu.
"Bo... Kowe pakai pelet apa bisa dapat bidadari seperti kemarin?", tanya Adam, salah seorang anggota pasukannya.
"Kulo juga ndak ngerti Dam... Pelet ndak ada, uang ndak punya, wajah ndak ganteng, tapi kok ya iso Fang fang malah jadi istri kulo.", jawab Bagas sambil merebahkan tubuh kekarnya diatas tempat tidur baraknya.
" Bersyukurlah Bo...", kata Aji yang sedari tadi memperhatikan pembicaraan mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fang Yin 1513 - Buku Tiga
Historical Fiction"Dalam sebuah surat kepada Alfonso de Albuquerque, dari Cannanore, Fernão Pires de Andrade, Kapten armada yang menghalau Pate Unus, mengatakan: Jung milik Pati Unus adalah yang terbesar yang dilihat oleh orang-orang dari daerah ini. Ia membawa serib...