XVII. Duo Setan Santo Domingues - Melaka, Maret 1513

2 2 0
                                    

Capitão-mor de Melacca Rui de Brito Patalim tampak duduk diam dibalik meja besarnya, ruangan kerjanya yang biasanya sepi, kali ini tampak ramai. Mereka sedang membahas rencana penyerbuan dari Jawa, oleh kesultanan Demak ke Melaka. Informasi yang dibawa oleh Admiral de Alvin ini tidak dapat dianggap sebelah mata. Mereka semua disini buta akan kekuatan armada pasukan Demak tersebut. Sejauh ini belum ada berita kedatangan armada besar tersebut ke Melaka, terutama berita dari pengintai dan mata-mata Portugis yang disebar di seluruh pelabuhan di Nusantara.

Kabar keberangkatan armada sekitar seratus kapal berbagai ukuran dari Jawa tersebut sudah diketahui, tetapi kedatangannya belum bisa diperkirakan kapan. Kalau memperkirakan kecepatan jung Jawa selama ini, maka armada itu seharusnya akan sampai dalam tiga hari, maksimal. Tetapi sekarang sudah lewat hari keempat, dan tidak ada satu-pun kapal dari armada itu yang sampai. Mereka semua tidak memahami keterlambatan ini disebabkan oleh apa. Para kapten kapal Portugis itu-pun tidak ada yang mau ambil resiko tidak siap bila diserang.

Mereka lalu membagi kekuatan tempur kapal-kapal perang mereka sesuai keadaan kapal masing-masing. Untuk mempermudah koordinasi dikalangan kapal perang Portugis, mereka membagi-bagi kapal perang mereka sesuai kebutuhan. Pendapat menarik dilontarkan oleh Capitão Alberto Serrano, Kapten kapal Marie de la Mar. Capitão Alberto Serrano berkesimpulan bahwa kecepatan kapal perang dari Jawa itu lambat, dikarenakan bobot peralatan pertempuran dan besarnya jung yang mereka bangun.

Oleh karena itu Capitão Alberto Serrano mengusulkan untuk melakukan penghadangan sebelum armada-armada itu mencapai teluk Melaka. Bila terbukti jung-jung mereka bergerak dengan lambat, maka mereka dapat menyerangnya sebelum jung-jung itu sempat mendaratkan pasukannya.

Informasi terakhir dari Palembang adalah, terlihat tiga puluh jung besar dengan kapasitas beragam, dari tigaratus ton sampai mencapai enam ratus ton. Galleon Portugis dibantu tipe Caracca akan berusaha melumpuhkan jung-jung besar itu terlebih dulu. Sementara tipe caravela, akan memberikan perlindungan bagi kedua tipe kapal itu dari serangan kapal-kapal armada Jawa yang lebih kecil.

Para kapten kapal perang Portugis sepakat untuk memilih Fernão Pires de Andrade seorang kapten kapal senior, untuk menjadi pemimpin armada kapal perang Portugis. Capitão da fragata Fernão Pires de Andrade-pun segera membagi grup-grup kapal perang mereka. Setiap grup terdiri atas satu galleon, satu caracca dan dua caravela.

Capitão Fernando Agate, kapten galleon Victoria, memimpin satu grup yan terdiri dari satu Carraca, Santo Domingues dan dua caravela, Emilie dan Marie de la Mar. Capitão Fernando Agate sengaja memilih tiga Capitão berpengalaman di Nusantara itu untuk bergabung dalam satu grup. Setelah masing-masing grup terbentuk, maka mereka mulai membagi tugas. Capitão Fernando Agate akan menghadang pergerakan jung yang ada di bagian timur armada Jawa tersebut. Sementara Capitão Elba Drogo dan Capitão de Alvin akan menusuk ditengah bersama Capitão da fragata Fernão Pires de Andrade. Untuk menahan dari sisi barat, Capitão Hernan Amarro, yang baru datang dari Goa akan memotongnya, dan mengurung jung yang ada dibagian barat.

Grup Capitão Fernando Agate akan menghadang terlebih dahulu, baru kemudian diikuti oleh tiga grup yang menyerang ke tengah formasi. Ditutup grup Capitão Hernan Amarro, yang akan memotong dari barat. Capitão da fragata Fernão Pires de Andrade memberi perintah agar semua kapal pada malam ini bergerak menuju titik hadang yang telah ditentukan. Kalau perkiraan dan kesimpulan Capitão Alberto Serrano tepat, maka besok siang, armada Jawa itu akan tiba di titik penghadangan.

Semua kapten kapal mengumpulkan awak kapal terbaik mereka dan mulai mengadakan briefing, Capitão Fernando Agate bersama Capitão Enriques de Guzman, Capitão Alberto Serrano, dan Capitão Hugo Fonseca memlih mengumpulkan awak kapal terpenting mereka di sebuah rumah makan Cina di simpang jalan pasar lama Melaka. Mereka memesan seluruh ruangan dilantai dua, untuk sekitar dua puluh lima orang Marinheiros. Luiz da Costa terkejut atas pilihan tempat briefing Capitão kapal Victoria tersebut.

"Capitão... Saya rasa tempat ini bukan tempat terbaik untuk briefing.", protes pelaut tua tersebut kepada Capitão Hugo Fonseca.

Capitão Hugo Fonseca dapat mengerti keberatan pelaut tua itu, karena disinilah dia memiliki cerita khusus dengan salah seorang pelayan rumah makan. Hugo dapat menemukan Bao-Yu yang berdiri diam didekat meja pemesanan disamping tangga. Seperti biasa Bao-Yu tampil cantik. Dan.. yah... mirip dengan Chiaki, gumamnya dalam hati.

"Amigo... Tempat ini bukan pilihan saya.", kata Capitão itu kalem.

"Kau kan tahu tempat favorit saya kalau mengadakan briefing. Pastinya bukan disini. Tempat ini terlalu... menggairahkan." lanjut Capitão Santo Domingues itu sambil mengejapkan sebelah matanya.

Sebanyak belasan orang Marinheiros de Portugal - pelaut kerajaan Portugis berkumpul di lantai dua rumah makan Cina itu. Mereka para Marinheiros dari kapal Santo Domingues dan Emilie. Awak kapal Marie de la Mar dan Victoria belum sampai.

"Amigo, kau panggil anak-anak gadisku kesini. Pronto.", perintah Capitão Hugo kepada Terceiro Oficial Luiz da Costa.

Terceiro Oficial Santo Domingues itu menganggukkan kepala dan segera melangkah pergi keluar dari rumah makan itu. Dengan langkah-langkah panjang, pelaut tua itu berjalan lurus tanpa menoleh sepanjang jalan batu,dan menghampiri sebuah rumah kayu mungil yang ada di wilayah barat kota.

"Senhoritas...", panggil Luiz da Costa dari pekarangan depan.

"Capitão Hugo memanggil. Kita mau briefing. Pronto.", lanjut Luiz da Costa.

"Choto matte, Luiz-sama", terdengar suara lembut Chiaki sambil membuka pintu kayu rumahnya.

Dibelakang Chiaki, tampak Andini menyusul, kemudian gadis Sunda itu menutup pintu rumah dan mengaitkannya. Luiz da Costa memperhatikan Andini, ada sedikit perubahan dari wajah cantiknya. Apa ya? pikirnya menduga-duga.

"Eee... Senhorita Andini...", panggil pelaut tua itu.

Andini menghentikan langkahnya dan mengangkat sebelah alisnya.

"Eee.. Wajah Senhorita terlihat berbeda malam ini...", kata Luiz pelan.

"Senhorita... terlihat... sangat... cantik...", lanjut Luiz gagap.

Andini memberikan senyum manisnya ke Terceiro Oficial Santo Domingues itu.

"Abrigadou.", kata gadis itu menatap Luiz da Costa genit.

Wajah Terceiro Oficial itu memerah dari leher sampai ke ujung telinga. Andini hanya terkikik geli melihatnya. Lalu dia melanjutkan langkahnya, seakan-akan tidak ada apa-apa.

Mereka bertiga sampai di rumah makan Cina itu setelah seluruh awak dari empat kapal tersebut datang. Semua Marinheiros kapal Victoria yang belum pernah melihat mereka berdua sebelumnya terperangah. Keduanya tidak lepas dari tatapan mata awak kapal Victoria. Kemudian kedua gadis cantik itu duduk bersimpuh disudut ruangan seperti biasa.

Seperti biasa, Chiaki mulai menghitung jarak dan gerak yang diperlukan untuk membunuh semua orang didalam ruangan, bila keadaan memaksa. Sementara Andini mulai menghitung berapa orang yang melihat kearah mereka dan kira-kira apa pikiran para lelaki busuk itu, dan bagaimana cara memanfaatkan mereka.

Andini menatap semua yang hadir dengan tatapan tajam, sementara Chiaki hanya menatap lurus kebawah. Dua gadis itu membawa pesona yang 'mematikan', bagi orang yang baru melihat mereka.

"Merda, Capitão. Apakah kau tidak pernah mendapatkan masalah selama mereka ikut di kapalmu?", tanya Capitão Fernando Agate, heran.

"Tidak pernah satu kali-pun Capitão.", jawab Capitão Hugo Fonseca sambil tersenyum.

"Nanti juga anda akan tahu Capitão.", sambung Capitão Enriques de Guzman

"Kenapa tidak ada yang berani membuat masalah dengan mereka berdua.", lanjut Capitão Alberto Serrano.

Semua orang mengikuti briefing dengan seksama, kedua puluh orang Marinheiros itu mengikuti briefing dengan tenang. Capitão Hugo Fonseca memberi Chiaki dan Andini briefing seperti biasa, yang sesuai dengan kemampuan mereka masing-masing. Capitão Fernando Agate menatap kedua gadis cantik itu dengan tatapan ragu.

Dia sampai harus diyakinkan oleh kedua kapten kapal lainnya, bahwa kemampuan kedua gadis itu sangat tepat untuk melaksanakan rencana mereka. Capitão Fernando Agate pernah mendengar tentang Duo Setan Santo Domingues, tetapi dia tidak menduga penampilannya ternyata seperti ini.

Fang Yin 1513 - Buku TigaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang