"Capitão Hugo Fonseca
Primeiro Oficial Diogo Cabral
Segundo Oficial Alvaro Delgado
Terceiro Oficial Luiz da Costa
Centromestre Sandro Gomez
Timoneiro Jorge de Carvalho"
Andini bergumam menyebut daftar nama yang tertera pada sebuah plakat kayu berulang-ulang. Plakat kayu itu melekat di anjungan kapal Portugis Santo Domingues. Dia sedang menghapal semuanya. Dua hari belakangan ini, gadis itu sibuk mempelajari huruf-huruf baru, kata-kata dalam bahasa baru, dan budaya baru.
Rasa ingin tahunya sangat tinggi, semua hal-hal baru diserap oleh otaknya yang bekerja seperti spons. Dan semua yang diserap, semuanya tercatat disel-sel otaknya untuk selamanya. Gadis itu juga mempelajari bagaimana cara membaca peta langit dan menerapkannya di peta daratan, yang dicatat rapi oleh Primeiro Oficial Diogo Cabral dan Segundo Oficial Alvaro Delgado, pada sebuah perkamen besar.
Dia bahkan mempelajari bagaimana membuat simpul-simpul dan menata tali temali kapal. Tubuhnya yang langsing dan ringan, dapat dengan mudah melompat mencapai ujung tiang layar paling tinggi. Gadis itu dapat membantu melepas atau memasang ikatan layar dengan mudah dan efisien.
Semua hal-hal baru ini dia pelajari, dan dicoba. Gadis itu seperti bola energi yang melepas semua energinya. Tubuhnya melompat, berlari, berputar dan melenting menjelajahi seluruh bagian kapal Santo Domingues. Pada hari keduanya dia dilaut, seluruh bagian kapal perang Portugis itu sudah dihapalnya dan hampir seluruh awak kapal mengenalnya. Gadis itu memiliki kebiasaan menegur dan tersenyum kepada semua orang yang dijumpainya. Kebiasaan yang diprotes oleh Terceiro Oficial Luiz da Costa, karena berpotensi meresahkan yang nantinya dapat mengganggu diri gadis itu.
Padahal belum ada satu minggu yang lalu, Andini baru melaksanakan upacara larung abu, jenazah ayah dan ibunya di Pelabuhan Sunda Kelapa. Dan belum ada sampai dua minggu yang lalu gadis cantik itu kehilangan kedua orang tuanya. Entah memang seperti ini cara dia melupakan kesedihannya, atau memang dia masih belum menyadarinya, atau memang ini sifatnya, apapun yang telah terjadi sebelumnya.
Berbeda dengan Chiaki, yang pendiam dan tidak pernah menunjukkan ekspresinya sedikit-pun. Gadis Nihon itu tidak pernah menanggapi apapun. Sedangkan Andini ini lebih 'genit', begitu menurut Terceiro Oficial itu sambil menggerutu. Sejak dia menjadi babá untuk Andini, hidupnya yang susah menjadi semakin sulit. Serasa dia sudah tertimpa kesialan berulang-ulang seumur hidupnya, padahal dia baru dua hari mendapat tambahan tugas tersebut.
Hobi gadis Sunda itu berlari dan melompat sangat mencemaskannya. Bagaimana tidak, gadis itu melompat dari tiang layar ke tiang layar berikutnya. Bila dia meleset sedikit saja, dan jatuh menghantam geladak kayu kapal yang keras, tubuhnya dipastikan pecah tercerai berai. Dan kalau itu terjadi, Terceiro Oficial Luiz da Costa tidak tahu harus berbuat apa, selain berdoa sebelum sebutir puluru dari pistol terkul Capitão Hugo mengebor dan mengocok isi kepalanya.
"Dan pertanyaan-pertanyaannya..." jerit Luiz da Costa dalam hati. Andini selalu bertanya segala hal, kepada pelaut tua itu, seakan-akan dia Tuhan yang maha tahu. Kalau saja gadis itu bukan anak angkatnya Capitão Hugo, dia dengan senang hati akan mengikatnya dan melemparkannya ke tengah laut. Si tua Luiz da Costa sudah dua hari ini jadi pemberang. Semua awak kapal Santo Domingues terlihat jelas berusaha menghindarinya.
"Dan... Owh... sekarang dimana dia. Meu louca bonita nina - Gadis gilaku yang cantik...", gerutunya sambil mencari-cari gadis itu.
——————————————
Capitão Hugo Fonseca berdiri tegak di anjungan kapal perang Portugis Santo Domingues. Padangannya jauh kedepan, kearah haluan kapal. Beberapa kali dia memicingkan mata sambil mengintip dari teropong tunggalnya. Disebelahnya berdiri Primeiro Oficial Diogo Cabral dan Segundo Oficial Alvaro Delgado, mendampingi.
"Perkiraan kita akan sampai Melaka berapa lama lagi Amigos?", tanya Hugo Fonseca kepada kedua anak buah kapalnya.
"Dengan cuaca seperti ini, kita akan sampai dalam dua hari lagi paling cepat, Capitão.", jawab Diogo Cabral.
Capitão Hugo Fonseca mengangguk setelah mendengarkan jawaban Diogo Cabral. Sama seperti perkiraannya juga, mereka paling cepat sampai di Melaka besok lusa. Selama tidak ada perubahan cuaca tang mendadak, semuanya akan berjalan lancar.
"Kondisi retak pada lambung kiri kapal bagaimana? Sewaktu kita lepas jangkar dari Sunda Kelapa, kau tampak khawatir Alvaro?", tanya Capitão Hugo kepada Segundo Oficial-nya.
"Sejauh ini retakan itu masih mengkhawatirkan saya.", jawab Segundo Oficial Alvaro Delgado."Saya menyarankan untuk melakukan perbaikan dan pemeliharaan jika kita tiba di Melaka nanti, begitu Capitão.", sambung Alvaro Delgado.
Capitão Hugo Fonseca terlihat agak gundah mendengar laporan dari Segundo Oficial-nya. Dia sendiri-pun sudah melihat retakan panjang pada dinding lambung kanan kapal Santo Domingues. Retakan itu terlihat tipis sekali. Tidak tampak ada noda basah atau rembesan air disepanjang retakan itu. Meskipun artinya retakan itu kering dan tidak menimbulkan kebocoran. Tetapi retakan panjang seperti itu dapat sewaktu-waktu pecah dan menjadi petaka, apabila ada tekanan pada tempat yang tepat, sedikit saja.
"Tetapi tidak perlu terlalu khawatir Capitão, selama kita berlayar seperti ini, tidak melakukan manuver ekstrim, atau tidak terhantam peluru meriam, kapal ini akan mampu terus bertahan, sampai kembali ke Lisbon.", kata Alvaro Delgado berusaha untuk tenang.
"Justru Itu semua yang semakin membuat saya khawatir Amigo", kata Capitão Hugo Fonseca sambil mendesah. "Dibelakang kita saat ini, sedang berlayar dengan kecepatan tinggi armada besar dari Demak menuju Melaka".
"Sim, itu juga yang menjadi kekhawatiran terbesar saya Capitão.", balas Segundo Oficial Alvaro Delgado.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fang Yin 1513 - Buku Tiga
Ficción histórica"Dalam sebuah surat kepada Alfonso de Albuquerque, dari Cannanore, Fernão Pires de Andrade, Kapten armada yang menghalau Pate Unus, mengatakan: Jung milik Pati Unus adalah yang terbesar yang dilihat oleh orang-orang dari daerah ini. Ia membawa serib...