Bagas berdiri diatas haluan jung besar yang merupakan bagian dari armada pasukan Demak. Dan atas pengaruh dari Tan Fang Bu akhirnya Bagas ditempatkan di salah satu jung besar, satu kapal dengan Fang Yin, yang sekarang menjadi salah satu pasukan medis di armada tersebut. Dia dapat melihat pemandangan yang menakjubkan sekaligus mengerikan. Bagas dapat melihat deretan kapal laut yang berbaris dalam berbagai formasi, berlayar kearah utara. Armada besar itu membuatnya kagum sekaligus takut. Dia menatap ujung sebelah kiri rombongan armada laut ini, tampak sebuah jung besar berkapasitas sama dengan jung yang dinaikinya, bergerak pelan memecah ombak.
Bila Bagas mengalihkan pandangan kearah buritan, dia dapat melihat lebih banyak kapal berlayar. Jung yang dia naiki berposisi disebelah timur dari formasi armada. Jung-nya berlayar sejajar dengan dua jenis jung yang sama. Tiga jung ini berada dan berlayar paling depan dari seluruh rombongan armada penyerbu. Bagas kembali mengarahkan pandangannya ke depan, dia menatap jauh ke ujung cakrawala. Laut luas terhampar didepannya sejauh mata memandang. Kadang dia berfikir, dimanakah ujung laut itu, apakah ada ujungnya, kalau ada, bentuknya seperti apa. Walaupun dia takut bila bertemu ujung lautan, tetapi tetap dia penasaran dengan bentuknya.
Fang Yin mendekati Bagas yang sedang berdiri tegak di haluan diam-diam dari belakang. Samfoo hitam - hitam yang dikenakannya membungkus ketat tubuh langsingnya. Kulit tubuhnya yang putih tampak kontras dengan samfoohitam itu. Perempuan muda itu berjinjit tanpa suara.
"Bo..", panggilnya lembut.
Bagas terkejut, dia menolehkan kepalanya dan tersenyum kepada Fang Yin yang mendekatinya. Perempuan muda itu menaruh keningnya di bahu Bagas, dan memeluknya dari belakang. Kemudian dia berbisik ditelinga suaminya. Menggoda.
"Haiz... Fang fang. Jangan begitu. Ndak enak kita nanti.", bisik Bagas pelan.
Sementara Fang Yin hanya tertawa pelan mendengar protes Bagas. Perempuan muda itu malah membenamkan wajah cantiknya dipunggung Bagas, sambil mengucapkan beberapa kalimat manja yang membuat kedua telinga suaminya itu memerah.
Dari kejauhan, Thio San Bo, Shàng jiàng jung besar ini, bersama Wêirèn guān - perwira pertama Huang Le Bun, dan Wêirèn guān - perwira ke dua Jati Anom, sedang memperhatikan kemesraan mereka berdua.
"Mereka itu siapa Shàng jiàng?", tanya Wêirèn guān - perwira ke dua Jati Anom penasaran.
"Yang laki-laki tidak jelas asal usulnya. Sementara yang perempuan itu anak Syaikh Fen Bu di Pasuruan.", jawab Wêirèn guān - perwira pertama Huang Le Bun.
"Aah... Anak Syaikh Fen Bu dari Pasuruan. Saya tahu keluarga mubaligh ternama dari Pasuruan itu. Mereka orang alim yang kaya raya. Sangat terkenal di Pasuruan.", kata Jati Anom mengetahui asal usul Fang Yin.
"Mereka terlihat rapat sekali. Sepertinya suami istri begitu.", kata Jati Anom memberikan kesimpulan.
"Mereka suami istri, baru saja menikah tiga hari yang lalu di mesjid Demak.", kata Wêirèn guān - perwira pertama Huang Le Bun, ada nada ketidaksukaan pada suaranya. Shàng jiàng Thio San Bo melirik tajam kearah Wêirèn guān-nya tersebut. Nada suara Huang Le Bun mengganggu telinganya.
"Oh, pengantin baru rupanya. Istrinya cantik sekali.", kata Wêirèn guān Jati Anom memuji.
"Istrinya cantik dan pintar. Fang Yin itu lulusan akademi kesehatan di Shang Hai. Umur dia masih muda, masih duapuluh tiga tahun. Tetapi diusia semuda itu dia sudah memiliki sertifikat pengobatan dan sertifikat praktek Tabib.", kata Shàng jiàng Thio San Bo dengan suara kagum.
"Oo... Namanya Fang Yin. Kalau suaminya? Orang mana dia?", tanya Wêirèn guān Jati Anom jadi penasaran.
"Suaminya orang kampung, orang dusun biasa. Bukan siapa-siapa", jawab Huang Le Bun dengan sinis.
"Jangan sembarangan kau Wêirèn guān... Suaminya itu anak dari orang kepercayaan Sunan Giri. Laki-laki itu legenda di Pasuruan. Kalau kalian pernah dengan nama Kebo Ireng... nah, itulah orangnya", tukas Shàng jiàng Thio San Bo.
"Keduanya dari keluarga orang-orang hebat.", sambung Shàng jiàng Thio San Bo.
"Istrinya di pasukan medis rupanya... Dan serius dia itu, Kebo Ireng?!", gumam Wêirèn guān Jati Anom.
"Kebo Ireng? Siapa dia?", tanya Wêirèn guān - perwira pertama Huang Le Bun.
"Orang sakti dari kaki pegunungan Tengger, yang kemana-mana naik seekor kerbau raksasa berbulu hitam dengan tanduk besar. Setahu saya, Kebo Ireng memang menjalin hubungan dengan anak bungsu seorang Syaikh, tetapi hubungan itu kandas karena tidak disetujui oleh sang Syaikh. Lalu legenda mengatakan Kebo Ireng kembali ke kaki gunung Tengger, dan menunggu kedatangan anak Syaikh tersebut.", jawab Jati Anom.
"Itulah orangnya.", sambung Shàng jiàng Thio San Bo sambil menunjuk kearah Bagas.
Wêirèn guān - perwira pertama Huang Le Bun pernah satu dua kali mendengar nama Kebo Ireng, tetapi dia tidak tertarik. Buat dirinya, tokoh mistis itu tidak nyata. Hanya sekedar cerita pengantar tidur anak-anak. Dia lebih tertarik melihat Fang Yin yang cantik. Perempuan cantik itu sangat menarik perhatiannya. Setelah misi penyerangan ini, dia akan mencoba keberuntungannya dalam memikat Fang Yin. Perempuan itu patut untuk dicoba, begitu pikirnya.
"Wah Shàng jiàng, Kalau benar Kebo Ireng turun disini. Kemenangan ada ditangan kita. Kabarnya dia kuat sekali", kata Wêirèn guān - perwira kedua Jati Anom.
Shàng jiàng Thio San Bo hanya menggut-manggut sambil memainkan janggut panjang di dagunya.
"Semoga saja Wêirèn guān, kita memang membutuhkan banyak tenaga untuk mengalahkan armada Portugis."
KAMU SEDANG MEMBACA
Fang Yin 1513 - Buku Tiga
Ficción histórica"Dalam sebuah surat kepada Alfonso de Albuquerque, dari Cannanore, Fernão Pires de Andrade, Kapten armada yang menghalau Pate Unus, mengatakan: Jung milik Pati Unus adalah yang terbesar yang dilihat oleh orang-orang dari daerah ini. Ia membawa serib...