Fang Yin melirik gadis yang tergeletak diatas ranjang disampingnya. Wajah orientalnya yang khas terlihat beristirahat dengan tenang. Dadanya bergerak naik turun dengan lambat. Perban tebal dan besar membebat dadanya. Fang Yin menatap wajahnya yang masih muda. Dari wajahnya yang tenang, tidak akan ada orang yang menduga kalau gadis Nihon itu telah membunuh banyak prajurit kesultanan Demak, termasuk suaminya. Seandainya dia tidak mengetahui ucapan gadis itu sebelum dia membunuh suaminya, dia tidak akan bisa bisa mema'afkan perbuatannya.
'Watashi wa kare o koroshitaku arimasen - Aku tidak mau membunuhnya.', begitu katanya sejenak, sebelum dia menghunuskan pedangnya. Fang Yin tahu bahwa gadis Nihon itu tidak menyerang suaminya, tetapi yang maju menyerang adalah suaminya terlebih dulu. Bagas tidak mengindahkan permohonannya untuk tidak melawannya. Fang Yin tahu ucapan gadis dari Nihon itu. Dia mengetahui asal daerah gadis muda yang sekarang terbaring lemah diranjang yanng bersebelahan dengan ranjangnya. "Nihon-jin", gumamnya lemah.
Lalu terdengar gadis itu terbatuk beberapa kali, dan mengerang kesakitan. Dia bangun! Gadis itu sudah sadar!, serunya dalam hati. Fang Yin menoleh menatapnya. Dia melihat wajah gadis itu meringis kesakitan setiap kali terbatuk. Dari bibirnya mengalir cairan kental kehitaman. Agaknya luka tusukan dari pisau-nya telah merobek paru-paru si gadis. Sambil tersenyum sinis Fang Yin dapat merasakan ada sedikit rasa kepuasan telah berhasil melukai gadis Nihon itu. Dia berhasil memberikan luka yang parah dibandingkan prajurit-prajurit lain, yang bahkan menyentuhnya-pun tidak mampu. Paling tidak rasa sakit hatinya terbalaskan.
Gadis itu batuk lagi, mata almond-nya terbuka terbelalak. Paru-parunya berjuang mencari oksigen sekaligus mengeluarkan cairan kental kehitaman. Gadis Nihon itu mendekap dadanya seakan-akan berusaha memeluk udara agar tetap didalam paru - parunya.
"Chiaki!", seru Andini sambil menghambur masuk kedalam ruangan rawat.
Gadis Sunda itu langsung mendekati Chiaki dan menggenggam tangannya. Dia berusaha menenangkan gadis Nihon yang terus memuntahkan cairan hitam dari paru-parunya. Dibelakangnya datang seorang pelaut Portgis yang berusia sudah cukup tua. Rambut putihnya yang panjang dibiarkan tergerai bebas.
"Luiz-sama, Ela acordou - Dia sudah sadar. Mas ela parece magoada - Tetapi dia tampak kesakitan.", kata Andini kepada Terceiro Oficial Luiz da Costa dengan khawatir.
"Senhorita... Senhorita Chiaki... Você está bem meu amor - Apa kamu baik-baik saja kah, sayangku?", kata Terceiro Oficial itu sambil menatap lurus ke mata gadis itu.
"Nāo brinque com o velho, Chiaki nāo está bem! - Jangan bercanda, Chiaki tidak baik-baik saja!", tukas Andini dengan ketus kepada Terceiro Oficial itu.
Fang Yin memandangi kepanikan kedua orang itu. Dia baru mendengar nama gadis Nihon itu, Chiaki. Namanya Chiaki, gumamnya.
"Saya bisa membantunya...", kata Fang Yin pelan.
Entah apa yang ada dipikirannya, tetapi terlintas rasa iba saat dia melihat wajah Chiaki yang meringis kesakitan. Wajah polos seorang gadis yang baru beranjak dewasa, yang ada dibalik sebuah mesin pembunuh kejam. Kalau dalam keadaan seperti ini, tidak ada yang dapat menduga dibalik kepolosan itu, gadis ini telah membantai puluhan orang prajurit. Sedangkan pada diri Andini, Fang Yin dapat melihat seseorang yang tulus dibalik parasnya yang sangat molek. Dimata Fang Yin, gadis Sunda itu memiliki daya tarik sensual yang sangat mempesona. Lalu pada diri pelaut tua yang dipanggil Luiz, Fang Yin dapat merasakan kedekatan dan keterkaitan emosional pada kedua gadis tersebut. Mereka seperti keluarga, katanya dalam hati.
"Saya bisa membantu Chiaki...", kata Fang Yin lagi mengulangi ucapan sebelumnya.
Terceiro Oficial Luiz da Costa dan Andini serempak menoleh kearah Fang Yin. Kening Luiz da Costa mengkerut dan alis matanya bertaut. Sedangkan Andini menatapnya dengan mata sedingin es.
"Merda, maksudmu apa senhora?!", desis pelaut tua itu bertanya kepada Fang Yin.
"Saya bisa eh... menolong dia.", jawab Fang Yin
"Menolong dengan membenamkan pisau ke tubuhnya lagi atau memberikannya racun!? Begitu maksudmu?!", sergah Andini.
Fang Yin menghela napas panjang. Dia menyadari reaksi Andini akan seperti ini terhadapnya. Dia mengalihkan pandangannya ke pada Luiz da Costa.
"Tuan Luiz... kamu harus melepas ikatan kain yang menutup luka Chiaki dan membiarkan darah kotor dari paru-parunya mengalir keluar. Chiaki tidak bisa bernafas apabila darahnya belum keluar dari paru-parunya. Tuan Luiz, saya bisa lihat anda seorang perwira medis, dan anda tahu apa yang saya katakan adalah benar.", kata Fang Yin.
Terceiro Oficial Luiz da Costa menatap Fang Yin dan dia tampak sedang memikirkan semua perkataannya.
"Faça isso, Amigo. Faça isso agora - Lakukanlah... lakukan secepatnya...", kata Capitão Hugo Fonseca, yang tiba-tiba memasuki ruang perawatan.
Capitão Hugo Fonseca berjalan mendekati mereka. Dia dapat melihat wajah Chiaki semakin memucat kebiruan. Terceiro Oficial Luiz da Costa menangguk. Dan dia mulai membuka ikatan perban yang membungkus dada Chiaki. Fang Yin dapat melihat garis luka tepat dibawah payudara mungilnya.
"Chiaki... Sekarang kamu mengejan. Tekan napasmu, tekan paru-paru, tetapi jangan sampai menghembuskan udara.", kata Fang Yin menyuruh Chiaki.
Gadis Nihon itu samar-samar dapat mendengar perintah itu dan mencoba mengikuti perintah Fang Yin. Wajahnya meringis saat dia mencoba mengejan. Andini dan Luiz da Costa dapat melihat bergumpal-gumpal cairan hitam yang kental mengalir dari dalam luka itu.
"Bagaimana? Apakah ada darah keluar dari lukanya?!", tanya Fang Yin kepada mereka berdua.
Dia tidak bisa melihat karena posisinya masih terikat diranjang besinya. Dengan tangan dan kaki terikat, sangat sulit baginya untuk melihat keadaan Chiaki.
"Kalau keluar darah kental kehitaman, bantu dia.", kata Fang Yin tanpa menunggu jawaban dari mereka.
"Bantu bagaimana senhora?!", tanya Luiz bingung
Fang Yin mengerang putus asa karena dia tidak bisa melihat kondisi luka Chiaki. Dia hanya bisa menghempaskan tubuhnyanya diatas ranjang kesal. Capitão Hugo Fonseca mendekati Fang Yin.
"Kau bantu senhora...", kata Capitão itu sambil membuka tali ikatan yang mengikat Fang Yin.
Fang Yin tanpa menunggu lebih lama lagi segera berdiri dan menghampiri Chiaki yang berbaring diatas ranjangnya. Dia menggeser Andini yang terlihat enggan membiarkan Fang Yin mendekati Chiaki. Tetapi Capitão Hugo Fonseca segera menepuk pundak Andini dan menganggukkan kepala, meminta agar Andini tidak mengganggunya. Gadis itu menatap Capitão Hugo dengan tatapan tidak setuju, tetapi akhirnya membiarkan Fang Yin untuk melihat keadaan Chiaki.
Fang Yin dapat dengan cepat menganalisa kondisi gadis Nihon tersebut dan berbicara dengan lembut kepada gadis itu. Ditatapnya mata almond Chiaki meminta persetujuannya. Chiaki mengejapkan matanya dan membuka bibirnya. Fang Yin menyatukan bibirnya ke bibir Chiaki dan mulai mengembuskan napasnya perlahan-lahan, memenuhi paru-paru gadis itu. Dengan dibantu hembusan tekanan udara dari napas Fang Yin, gumpalan darah kental kembali mengalir keluar dari luka terbuka itu. Suara mendesis halus dengan gelembung-gelembung udara terdengar pelan, keluar dari dalam lukanya.
Perempuan Cina itu mengulanginya lagi beberapa kali sampai darah yang keluar warnanya tidak pekat dan menggumpal lagi. Setelah itu Fang Yin memeriksa luka didada Chiaki. Dan sambil menghembuskan napas panjang dia menghempaskan tubuhnya diatas sebuah bangku kayu. Wajah Chiaki yang pucat kebiruan perlahan-lahan mulai bersemu kemerahan, tanda paru-parunya sudah dapat menyerap oksigen dari udara yang dihirupnya. Gadis Nihon itu sudah mulai bernapas normal dan berbaring dengan tenang.
Sambil menutup wajah dengan kedua tangannya, Fang Yin mulai menangis. Perasaannya bercampur aduk, dia bahagia bisa menyembuhkan seseorang, sekaligus marah dan membenci orang yang telah ditolongnya. Kemudian gadis Cina itu merasakan bahunya dipeluk oleh seseorang.
"Fēicháng gânxiè, Jiê jiê - Terima kasih, kak...", kata Andini sambil memeluknya erat.
Terceiro Oficial Luiz da Costa tersenyum separuh sambil melirik ke Capitão Hugo Fonseca yang kembali menyarungkan pistol terkul dipinggangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fang Yin 1513 - Buku Tiga
Ficción histórica"Dalam sebuah surat kepada Alfonso de Albuquerque, dari Cannanore, Fernão Pires de Andrade, Kapten armada yang menghalau Pate Unus, mengatakan: Jung milik Pati Unus adalah yang terbesar yang dilihat oleh orang-orang dari daerah ini. Ia membawa serib...