Perlahan-lahan Dannies membuka matanya, ia berusaha bangun, tetapi kepalanya berdenyut membuat Dannies mengerang.
"Dannies, jangan memaksakan diri," ujar Arkam sambil membawa obat dan air putih. "Minum obat lalu beristirahatlah." Arkam memberikan obat dan air putih tersebut kepada Dannies.
"Gue gak mau-" belum selesai Dannies berbicara cowok yang sudah dianggap keluarga itu memasukkan obat ke dalam mulut Dannies.
"Uhuk, anjing lo!" Dannies mengambil dengan kasar air putih di tangan Arkam lalu hanya sekali dalam tegukkan.
Arkam tersenyum puas melihat Dannies sudah meminum obat. "Omong-omong, gue agak kaget wajahmu ada bekas luka bakar. Jadi, selama ini lo menutupinya menggunakan make up?"
Dannies berdecak kesal, "Memang kenapa? Lo pasti mikir cowok kok make up, kan? Lagian gue gak mau orang-orang merendahkan gue karena gue lemah."
"Gue emang tahu lo ada masalah dengan bokap lo, tapi gue gak nyangka separah itu," lirih Arkam sambil menghela napas.
Suara ketukan membuyarkan lamunan mereka, sontak mereka menoleh ke arah sumber suara. Di ambang pintu berdiri Vedol tengah menatap mereka berdua.
"Kenapa?" tanya Dannies. Vedol mengacak-acak rambutnya, "Apa Ashilla mengetahui hal itu? Luka di wajahmu?" Ia berjalan mendekati Dannies dan Arkam.
Dannies memalingkan wajahnya membuat Vedol berdecak kesal.
"Lupakan. Lo tuh selalu buat kami panik kalau ada masalah cerita! Jangan dipendam, paham? Gue udah anggap lo sebagai saudara gue. Jadi, gue mohon sesekali lo boleh bergantung pada kami," mohon Vedol berharap Dannies berperilaku seperti adik yang manja kepada kakaknya.
"Gue ... akan coba lakukan." Tanpa sadar Dannies menitikkan air mata, tubuhnya bergetar, napasnya memburu kala menahan tangisnya.
"Tumpahin semuanya kami ada di sini untuk menghibur lo," ucap Vedol sambil menepuk-nepuk punggung Dannies.
"Apa gue salah? Apa selama ini gue melakukan kesalahan? Padahal gue cuma mau dekat dengan Ashilla seperti dulu lagi, kata ibu dan ayah kalau gue mati mereka akan bahagia, apa gue harus mati dulu, hm? Jawab gue," lirih Dannies di sela-sela tangisannya.
Tangis cowok itu pecah, ia menangis sejadi-jadinya di dalam dekapan kedua sahabatnya hingga akhirnya ia terlelap tidur.
Arkam membantu Vedol membaringkan Dannies lalu membiarkannya istirahat.
"Lo gak salah mereka yang salah dan gue ingin lo tetap hidup."
***
Ashilla nampak khawatir dari tadi karena Dannies tidak masuk kelas sejak pelajaran sejarah.
"Padahal dia bukan tipe cowok nakal yang suka bolos," ucap Ashilla sambil menggigit kuku-kukunya.
"Shill," panggil Sisil. Cewek itu berdeham tanpa melihat ke arah Sisil.
"Lo tahu di mana Vedol dan Arkam? Mereka gak ada dari tadi," ujar Sisil.
Ashilla berdecak sembari memukul mejanya. "Awas aja kalau mereka bertiga ketemu gue bakal hukum masa bodoh Dannies ketos, tapi gue ketua kelas punya kuasa di kelas ini dan mereka malah bolos."
Ashilla beranjak dari kursi spontan Sisil bertanya dia mau ke mana. "Gue mau cari mereka," jawab Ashilla pergi meninggalkan Sisil sendiri di dalam kelas.
"Kenapa gue dikelilingi oleh orang-orang yang memiliki tekanan darah tinggi, sih?"
***
Vanessa berjalan di koridor menuju ke kelas, tetapi tiba-tiba dua orang siswa tengah berlari dan menabrak Vanessa. Cewek itu kehilangan keseimbangan lalu terjatuh.
"Aduh, dasar mereka! Eh? Kok empuk?" Vanessa mengedarkan pandangannya ke bawah.
"Berat ...." seorang cowok terlihat kesakitan karena ditimpa oleh Vanessa.
"Vedol? Maaf-maaf gue gak sengaja lalu terima kasih sudah menolong gue," ucap Vanessa sembari menggaruk lehernya.
"Syukurlah kalau gitu, gue cabut dulu-" Langkah Vedol terhenti karena Vanessa menarik ujung bajunya.
"Bisa kita bicara," ajak Vanessa serius.
"Boleh."
KAMU SEDANG MEMBACA
Candramawa
Подростковая литератураMengisahkan keenam anak yang bersahabat dari luar terlihat baik-baik saja, tetapi nyatanya mereka menyimpan luka dan trauma yang mendalam. Kesalahpahaman membuat hubungan Ashilla dan Dannies merenggang, Vanessa dan Vedol yang selalu menjadi penenga...