Ridwan berlari sepanjang koridor. Semua mata tertuju kepadanya— menatap heran. Namun, ia tidak peduli. Napasnya tersengal-sengal karena berlarian dari kamar rawat Vanessa ke ruang rawat Vedol, putranya.Sesampainya ia dikejutkan para tim medis termasuk dokter Arga terlihat serius. Akan tetapi, bukan itu saja. Matanya membulat menangkap seorang pemuda yang mengalami kejang-kejang. Tanpa sadar cairan bening membasahi pipi Ridwan, napasnya tercekat, bahkan tidak bisa bersuara.
"Ayla, apa yang harus ku perbuat? Aku tidak berdaya dan anak kita ... dia ...." Ridwan jatuh terduduk sambil menutup mulutnya lalu memukul-mukul dadanya. Tangisnya semakin menjadi. Namun, tangisnyannya tidak mengeluarkan suara.
"Ri," panggil seseorang yang sedang berdiri di depan Ridwan sambil mengulurkan tangan.
Ridwan mengadahkan kepalanya menatap sosok tersebut yang tak lain adalah David. Senyuman tipis terukir di wajah tampan pria paruh baya itu membuat hati Ridwan tersentuh. Pria itu menyeka air matanya lalu menatap David tajam.
"Aku masih normal gak usah menatapku dengan senyuman palsumu," sindir Ridwan sambil bangkit dari duduknya.
David tercengang mendengarnya dan tidak terima. Ia pun menarik kerah baju Ridwan, sedangkan Ridwan mengoceh tidak jelas karena dirinya diseret. David menyudutkan Ridwan di tembok sambil menatapnya tajam.
"Heh! Aku juga masih normal lagian aku punya istri dan putri yang cantik. Jadi, ngapain aku belok? Lagian niatku menemanimu, tapi pikiranmu aneh-aneh," pungkas David lalu ia menghela napas.
"Itu kan karena dulu kamu udah kayak lem gak bisa jauh-jauh dariku sampe tersebar kabar kalau kita gak normal," jawab Ridwan dengan entengnya. Hal itu membuat emosi David memuncak mendengar penuturan Ridwan yang menurutnya sahabatnya satu ini sangat menyebalkan.
"Kau—"
"Ekhem." Suara pria berjas putih membuat antensi keduanya tertuju padanya. Ridwan lantas mendorong tubuh David lalu melangkah dengan pelan mendekati sosok tersebut.
"Dok, bagaimana kondisi Vedol? Dia baik-baik saja?" tanya Ridwan dengan raut wajah khawatir. Keringat bercucuran dan tatapannya yang memancarkan harapan dan ketakutan. Itu terlihat dari bahunya yang bergetar.
"Vedol sudah melewati masa kritisnya. Kita hanya perlu menunggunya sadar dan aku akan memantau keadaannya 'tuk kedepannya," jelas Arga.
Mendengar penjelasan Arga membuat Ridwan menitikkan air mata lalu dengan cepat ia bersujud syukur. David mengulum senyuman melihat Ridwan menangis. Tangisannya kali ini bukan tangisan kesedihan, tetapi tangisan seorang ayah yang bahagia anaknya selamat dari maut.
Di ujung koridor terlihat Adit menatap nanar kedua sahabat lamanya. Anak mereka sudah sadar dan melewati masa kritisnya. Akan tetapi, anaknya yang belum kunjung sadar. Ia juga terkejut mendengar penjelasan dokter Tika tentang kesehatan Ashilla apalagi putrinya telah mengonsumsi obat-obatan selama ini. Sungguh sebagai orang tua dia telah gagal dan merasa tidak berguna.
KAMU SEDANG MEMBACA
Candramawa
Fiksi RemajaMengisahkan keenam anak yang bersahabat dari luar terlihat baik-baik saja, tetapi nyatanya mereka menyimpan luka dan trauma yang mendalam. Kesalahpahaman membuat hubungan Ashilla dan Dannies merenggang, Vanessa dan Vedol yang selalu menjadi penenga...