Mengisahkan keenam anak yang bersahabat dari luar terlihat baik-baik saja, tetapi nyatanya mereka menyimpan luka dan trauma yang mendalam.
Kesalahpahaman membuat hubungan Ashilla dan Dannies merenggang, Vanessa dan Vedol yang selalu menjadi penenga...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Seribu pelukan takkan mampu menghilangkan luka & trauma tapi pelukan dapat menenangkanmu ~Vedol Trigantara~
. . .
"Bagaimanapun, lo jangan menemui om Gilang, Vedol," ucap Arkam dengan tegas.
Vedol menghela napas sembari menggaruk bagian belakang lehernya dengan memasang raut wajah masam. Namun, tiba-tiba saja pipinya dicubit oleh Arkam yang membuat Vedol menepis tangan dan menjauhi Arkam.
"Lo apa-apaan, sih? Sakit tahu," pungkas Vedol sambil mengusap pipinya yang memerah akibat cubitan Arkam.
"Salah lo juga pasang muka tak bersahabat," ujar Arkam sambil memutar bola matanya dengan malas. Mendengarnya membuat Vedol berniat meneriaki Arkam, tetapi suara ringkihan membuat mereka berdua menoleh ke arah sumber suara.
"Dannies, lo gak papa? Masih sesak? Atau masih ada rasa nyeri di dada?" Beribu-ribu pertanyaan dilontarkan mereka berdua begitu Dannies membuka matanya.
"Gue panggil dokter dulu, ya," ujar Arkam, tetapi tangannya ditahan oleh Dannies yang membuat cowok supel itu menoleh. "Kenapa? Apa sangat sakit?" Arkam mendekati Dannies dengan raut wajah khawatir.
"J- jangan pergi ... gue gak mau sendirian lagi ... gue mohon," pinta Dannies dengan suara serak beratnya dengan matanya berkaca-kaca.
Mulai lagi, lagi napas Dannies tersengal, ia meremas dadanya, dan tanpa sadar ia menggigit lidahnya yang mengakibatkan luka bagian lidahnya.
Vedol dan Arkam berusaha menenangkan Dannies. "Atur napasmu, Dan. Ikuti gue, ya," tutur Vedol sambil mengusap tangan kanan Dannies.
Begitu pula dengan Arkam, ia melakukan hal yang sama dengan menggosokkan tangan kiri Dannies.
Vedol yang khawatir kondisi Dannies yang tak kunjung membaik lantas memeluknya dengan erat sembari membisikkan sesuatu.
Arkam tak tinggal diam, ia naik ke atas ranjang pasien dan duduk di samping kiri Dannies seraya mendekap tubuh lemah Dannies.
"Lo gak sendirian, Dan. Lo masih memiliki kami sebagai rumah lo, gue gak akan membiarkan lo disakiti lagi," bisik Vedol sambil mengusap punggung Dannies.
"Dan, lo kuat, lo pasti bisa, gue selalu di sisi lo bersama Vedol," lirih Arkam.
"Kita keluarga."
***
"Gimana perasaanmu, Dannies? Ini saya sudah meresepkan obat untukmu dan jangan lupa teratur minum, ya," kata dokter Baim sambil menyerahkan bungkusan yang berisi obat-obatan.
"Sebisa mungkin kamu jangan bergantung pada obat karena tidak baik juga," tutur beliau lagi.
"Baik, dok. Terima kasih untuk selama ini dan maaf sudah merepotkan," ujar Dannies sambil menarik sudut bibirnya. Terlihat samar-samar senyuman tipis Dannies, tetapi Arkam dan Vedol tahu betul Dannies tak benar-benar tersenyum dan baik-baik saja.
Terlihat jelas dari tatapan hampa Dannies yang kehilangan secerah harapan.
"Kalau begitu, saya permisi jika ada apa-apa panggil saya saja," pamit dokter Baim lalu setelah itu di kamar itu tersisa mereka bertiga.
Hening sesaat. Mereka bertiga terdiam dan terlarut dalam pikiran masing-masing.
"Dannies," panggil Arkam setelah diam dalam waktu lama. Dannies berdeham dengan pelan tanpa menoleh ke arah Arkam.
"Lo sampai kapan begini? Lo gak akan cerita ke Ashilla tentang kondisi lo? Dan, akan tiba saat Ashilla tahu kebenarannya dan jika ia tahu dari orang lain dan bukan dari lo, apa lo gak pikirkan seberapa hancur perasaannya karena sudah membenci lo tanpa sebab?!" Arkam mulai frustasi karena Dannies tidak mau jujur dan lebih memilih memendam perasaannya.
"Itu lebih baik, semakin dia membenci gue malah semakin mudah gue mengakhiri ini semuanya. Toh, tidak ada alasan buat gue melanjutkan hidup neraka ini," ucap Dannies sambil tertawa kecil.
Vedol menggelengkan kepalanya tidak habis pikir lagi dengan sahabatnya satu ini yang sudah mati rasa. Ia benar-benar merindukan Dannies yang ceria dan polos dulu, tetapi semua itu hanya angan-angan saja karena Dannies yang sekarang sudah mati rasa dan bengis.
"Dannies, gue gak tahu lo kenapa sampai seperti ini, tapi satu hal yang harus lo tahu dan lupa kenyataan bahwa bukan lo aja yang mengalaminya," kata Vedol dengan raut wajah serius yang membuat Dannies mengerutkan dahi seraya menatapnya.
"Gue dan Arkam juga mengalaminya, terutama Arkam. Apa lo lupa kalau dulu Arkam pernah sampai dijual oleh ayahnya? Apa lo lupa kalau Arkam pernah di bully? Apa lo lupa gue yang pernah masuk rumah sakit jiwa karena berusaha bundir? Apa lo lupa kalau ibu gue pernah diperkosa di depan mata gue sendiri? Apa lo lupa semua itu? Gue enggak membanding-bandingkan, tapi Dannies buktinya gue maupun Arkam di sini, bersama lo dan terus melangkah maju dan tidak berpaku dengan masa lalu," jelas Vedol panjang lebar.
Dannies terdiam dan tanpa sadar bulir-bulir air mata membasahi wajahnya. Hanya kata maaf yang terucap di mulut Dannies di sela-sela isak tangisnya.
Vedol dan Arkam saling melempar pandang lantas mereka berdua mendekap Dannies.
"Seribu pelukan memang tak cukup, tapi biarlah kisah ini terukir di hati dan semesta menjadi saksinya serta alam yang mengaminkan doa kita," lirih Vedol.
Tanpa para cowok-cowok tersebut ternyata ada tiga orang yang berdiri di depan pintu tengah menutup mulutnya tak percaya dengan apa yang mereka dengar barusan.
"Lo mendengarnya?"
"Ya, gue mendengarnya."
"Gue kira kenapa si dia tiba-tiba menghubungi ternyata karena ini."
"Jadi, lo mau ngapain sekarang?"
"Gue ...."
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Halo, gimana menurut kalian eps ini? Tanpa sadar aku menulis jam segini, ya. Emang kebiasaan mah aku nulis nanti di jam ini gak tau kenapa. Oh, iya, dialog Vedol saat memeluk Dannies dikutip dari lirik lagu yang dinyanyikan oleh penyanyi Raissa Ramadhani.
Episode malam ini cukup menguras emosi aku untung gak nangis.
Jangan lupa vote dan komen, ya serta share untuk meramaikan cerita ini.