"Seribu maaf takkan menyembuhkan luka yang telah diukir, tapi mengharapkan kesempatan apa diri ini layak?
~Velona~"Nak, bangunlah. Ibu menyesal tidak memerhatikanmu selama ini," lirih Velona sembari menyeka air mata yang jatuh membasahi pipinya. Masa lalu memang tak bisa diubah, tetapi wanita itu ingin menembus kesalahannya sebelum terlambat.
"Jika kamu tidak mau memaafkan, Ibu tidak apa-apa karena rasa sakit yang kami berikan takkan bisa sembuh. Hanya saja ketahuilah, aku sebagai ibumu selalu menyayangimu," gumam Velona dengan suara bergetar.
Netranya beralih ke perutnya yang kian membuncit. Tangan yang halus mengelusnya dengan lembut. "Ibu berharap kamu menerima anak ini, Nak. Karena Ibu tidak bisa bersama kalian setelah ini. Jadi, lekaslah sembuh, anakku," jelas Velona dengan senyuman merekah di bibir pucatnya.
Velona tahu betul dirinya saat ini memiliki batasan waktu. Ia ingin bertahan sedikit lagi demi anak dikandungnya. Setidaknya, wanita itu ingin memberikan seorang adik untuk putranya karena sebelumnya ia sudah keguguran. "Hanya ini yang bisa kuberikan untukmu, Dannies."
***
Kabar Ashilla yang sudah sadar disambut dengan hangat oleh sahabatnya. Mereka bercanda tawa seolah tak terjadi apa-apa. Namun, Ashilla masih terpikirkan tentang Dannies. Mau bagaimanapun, tidak dapat dipungkiri dirinya mengkhawatirkannya. Vedol menyadari kegelisahan Ashilla.
"Dannies belum sadar," ujar Vedol yang membuat Ashilla menundukkan kepala. Kepalan tangannya menguat dan mengembuskan napas dengan gusar. Ashilla tahu Dannies tak selemah itu. Bahkan, laki-laki itu berhasil mengalahkannya dan menjadikan babu sampai sekarang.
"Aku bermimpi tentangnya. Dia datang dengan baju putih dengan wajah pucat nan datar," imbuh Ashilla. Arkam dapat merasakan perasaan Ashilla yang dilanda ketakutan dan kekhawatiran.
Napasnya tersengal-sengal, sepertinya itu bukan mimpi biasa, batin Arkam sambil memerhatikan Ashilla.
Sisil mendekati Ashilla. Tangannya memeluknya dengan hati-hati. "Tenanglah, itu hanya mimpi. Takkan terjadi apa-apa," bisik Sisil untuk menenangkan Ashilla. Gadis itu merasa selama ini sebagai sahabat hanya berdiam diri melihat semuanya padahal jika ia bisa berani sedikit pasti bisa melawan. Tidak, harusnya Sisil melakukannya dari dulu.
"Karena jika aku bisa berani dan kuat pasti ayah takkan menganiayaku sampai melakukan itu padaku," pikir Sisil sambil menggelamkan kepalanya di leher Ashilla.
"Sil, kamu kenapa? Tubuhmu bergetar." Vanessa bertanya dengan raut wajah khawatir begitu melihat Sisil bersikap tak biasanya.
Tangan Vanessa ditepis oleh Ashilla. Ia menatap Vanessa lekat lalu Vanessa mundur dengan perlahan, sedangkan Ashilla menepuk punggung Sisil. Bisikan lembut membuat Sisil lebih tenang. Diam-diam Arkam memerhatikan pun menarik sudut bibirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Candramawa
Teen FictionMengisahkan keenam anak yang bersahabat dari luar terlihat baik-baik saja, tetapi nyatanya mereka menyimpan luka dan trauma yang mendalam. Kesalahpahaman membuat hubungan Ashilla dan Dannies merenggang, Vanessa dan Vedol yang selalu menjadi penenga...