Mengisahkan keenam anak yang bersahabat dari luar terlihat baik-baik saja, tetapi nyatanya mereka menyimpan luka dan trauma yang mendalam.
Kesalahpahaman membuat hubungan Ashilla dan Dannies merenggang, Vanessa dan Vedol yang selalu menjadi penenga...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Bab ini mengandung kekerasan, ujaran kasar, dan adegan 🔞 jadi di mohon sadar diri.
"Bunda!"
Di hamparan taman bunga yang luas terlihat seorang anak laki-laki berlari ke arah seorang wanita cantik lalu anak itu memeluk wanita tersebut. Senyuman yang menghangatkan hati terukir di wajahnya sembari mengelus kepala sang anak.
"Bun, bawa aku bersamamu," ucap si anak. Namun, wanita itu menggelengkan kepala lalu tangannya terulur mengusap pipi si anak.
"Sayang, tempatmu di sini. Kembalilah karena ayahmu serta teman-temanmu menunggumu," tutur wanita dengan lembut.
"Tidak mau! Di sana tempatnya jahat!" Anak itu menolak dengan tegas lalu tanpa sadar ia mengeluarkan cairan bening membasahi pipi.
"Nak, Bunda mohon ... kamu anak pintar. Jadi, menurutlah dan ini permintaan, Bunda," pinta si wanita yang masih bersikap lembut ke si anak.
"Tapi-"
Tiba-tiba tempat indah yang dipenuhi bunga berubah menjadi tempat yang gelap dan sempit. Anak laki-laki itu tidak merasa asing dengan tempat tersebut. Ia melangkahkan kakinya menyusuri jalanan sempit tersebut sambil memanggil bundanya.
"Hentikan!"
Teriakan seorang wanita dibarengi rintihan membuat antensi si anak tertuju lalu mencari asal suara tersebut. Ia berlari dengan kaki kecilnya lalu sampailah di gang sempit. Betapa tercengangnya si anak melihat seorang wanita yang terus memberontak menolak lalu netra hijaunya beralih ke seorang pria yang berdecak kesal terus memaksa wanita.
"Dasar jalang!" Pria itu menarik tangan wanita dengan paksa lalu tanpa izin merobek pakaianya.
Mata wanita itu melebar lantas ia melakukan perlawanan dengan mengigit tangan si pria. Senyuman puas tercetak di wajahnya kala si pria berteriak kesakitan sambil memegang tangannya.
"Dasar jalang! Serahkan tubuhmu atau anak laki-lakimu ku bunuh!"
"Brengsek! Kau boleh melukaiku, tapi jangan sentuh putraku!" Seruan wanita itu menggema lalu suara tangisan anak kecil yang sedang bersembunyi membuat perhatian si pria ke sumber suara.
Wanita itu mengambil balok yang tergeletak di jalanan, sedangkan si pria berhasil menemukan anak tersebut.
Di sisi lain, anak laki-laki itu tampak kebingungan dengan apa yang ia lihat sekarang. Bulir-bulir jatuh dari kelopak matanya lalu membasahi pipi.
"Apa yang terjadi? Anak itu aku?" Suara kecil keluar dari mulut kecilnya, "ini kan tempat bunda meninggal karena pria itu."
"Ku katakan jangan sentuh putraku!" Wanita itu berseru sambil melayangkan balok kayu ke kepala si pria hingga tersungkur.
"Bunda," rengek si anak lalu wanita itu dengan cepat mengendongnya.
"Maafkan, Bunda. Sekarang kamu aman, Nak," kata wanita itu sambil mengecup kening anaknya.
"Aish, dasar ibu dan anak ... mati kalian!" Pria itu bangkit lantas berlari ke arah mereka. Anak laki-laki itu berseru, tetapi suaranya tidak keluar.
"Serahkan tubuhmu!"
"Tidak akan!"
Netra wanita itu beralih ke putranya lalu ia berbisik bersamaan hujan dengan deras mengguyur kota. Si anak menggeleng dengan cepat, tetapi wanita itu menatapnya dengan lembut berkata, "Tetaplah hidup."
Pria itu menarik paksa dan memisahkan ibu dan anak itu lalu ia mencekram anak itu dengan senyuman terus mengatakan kata mati. Si anak kesusahan bernapas.
"Aku bilang jangan anakku!" Wanita itu bangkit lantas berlari ke arah mereka.
Pria itu menyengir lantas melempar tubuh anak kecil itu lalu dengan kekerasan ia menarik wanita itu ke dalam pelukannya. "Ayla, kamu milikku."
Kilatan petir tercetak di awan yang gelap. Malam yang mencekam serta disaksikan seorang anak kecil berumur 7 tahun tanpa bisa melalukan apa pun. Suara rintihan dan tangisan pilu seorang wanita bernama Ayla yang sedang hamil tak berdaya lagi dan hanya bisa pasrah pada keadaan membiarkan dirinya disetubuhi pria lain selain suaminya, Ridwan.
Ridwan, maafkan aku dan selamat tinggal. Ayla membatin lalu tak lama napasnya tersengal-sengal. Pria itu tampak belum puas pun menarik rambut Ayla lalu meludahinya.
"Kamu ingin mati rupanya. Akan ku kabulkan, Sayang." Ia mengeluarkan pistol lantas menembaki tubuh Ayla berulang kali.
Di detik terakhir, anak berumur tujuh tahun berteriak memanggil wanita itu dengan sebutan bunda disertai derai air mata yang entah itu air mata atau air hujan. Anak itu berlari dengan kaki pendeknya menghampiri Ayla yang telah terkapar, sedangkan pria misterius itu telah pergi meninggalkan gang.
"Bunda," panggil si anak sambil menyelimuti Ayla menggunakan jaketnya. Darah terus mengalir deras dari tubuh Ayla lalu tangannya terulur membelai pipi anaknya.
"Vedol, Bunda sangat sayang dan mencintaimu, Nak. Kembalilah ke ayahmu jika kau merasa lelah karena dialah pahlawan dan Bunda bangga memiliki putra sepertimu. Ja‐ jadilah, anak dan tumbuhlah kuat."
Pesan terakhir bundanya sebelum akhirnya mengembuskan napas terakhirnya di dalam pelukan putranya, Vedol Trigantara.
"Bun ... bunda? Bunda!" Isak tangisan yang terdengar pilu Vedol sambil memeluk tubuh kaku Ayla menggema. Tak lama kemudian, Ridwan dan pihak polisi datang ke tempat tersebut. Sayangnya, semuanya telah terlambat.
"Ayah, aku membiarkan bunda terbunuh ... aku pembunuh!" Vedol berkata dengan lantang, tetapi Ridwan dengan cepat mendekapnya.
"Tidak, Nak. Kamu bukan pembunuh, tapi pahlawan. Ayo, pulang," lirih Ridwan dengan lembut.
"Gak! Gak mau!"
****
"Gak mau!"
"Sadarlah, Nak."
Ridwan mengguncang tubuh Vedol sambil memanggilnya dikarenakan putranya itu terus meracau memanggil Ayla sambil menitikkan air mata.
Netra hijau terbuka lebar menatap langit-langit putih dengan napas tersengal-sengal. Ridwan mengucap syukur saat Vedol telah sadar dari komanya.
"Ayah," panggil Vedol dengan lemah lalu Ridwan dengan lembut membelai rambut anak semata wayangnya.
"Aku takut."
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Pagi-pagi nulis adegan beginian bikin merinding. Bab ini merupakan flashbback trauma Vedol Trigantara yang kehilangan sosok ibunya di usia 7 tahun.
Seperti biasa jangan lupa vote dan komen, ya. Terima kasih telah mendukung sampai sekarang serta mengikuti cerita ini. Nantikan keseruan lainnya, ya.