Mengisahkan keenam anak yang bersahabat dari luar terlihat baik-baik saja, tetapi nyatanya mereka menyimpan luka dan trauma yang mendalam.
Kesalahpahaman membuat hubungan Ashilla dan Dannies merenggang, Vanessa dan Vedol yang selalu menjadi penenga...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Ini di mana?"
"Ashila!" Dewi menatap Ashilla dengan mata berkaca-kaca. Sudah lama, ia menantikan putrinya membuka mata. Doanya terkabul.
"Mama," panggil Ashilla dengan lemah. Dewi mengenggam tangan Ashilla sambil mengusapnya dengan lembut.
"Iya, Sayang. Mama di sini bersamamu, Nak. Maafkan Mama." Dewi mengecup kening Ashilla lalu mengulum senyum. Air matanya tak dapat ia tahan pun jatuh membasahi pipi.
"Ini di mana?" tanya Ashilla lagi. Matanya menelisik ruangan yang tampak asing dan berwarna putih. Tubuhnya masih merasakan sakit yang membuatnya tak bisa banyak bergerak.
"Rumah sakit, Nak. Kamu istirahat saja," jawab Dewi dengan lembut mengelus kepala Ashilla.
Ashilla terdiam mendengar jawaban Dewi. Itu berarti benar dirinya ditabrak motor. Ia kembali mengingat kejadian mencekam malam itu yang mana pengendara motor tak lain adalah Dannies.
Kondisi Dannies bagaimana, ya? Waktu itu dia mengatakan apa, ya? batin Ashilla. Seberapa keras dirinya berpikir tak dapat membuatnya mengingatnya. Ashilla berdecak kesal karena tidak bisa mengingat dengan jelas apalagi dirinya bermimpi tentang Dannies.
Mengerikan juga kalau itu terjadi, tapi Dannies tidak selemah itu. Gue pernah melawannya dan dia berhasil mengalahkanku, batin Ashilla sembari mengenang momen dirinya pertama kali melakukan sparring dan Ashilla kalah 'tuk pertama kali. Gara-gara dirinya kalah terpaksa Ashilla menjadi babu Dannies sebelum mereka jatuh cinta.
"Dipikir lagi sangat lucu sekali. Berawal dari taruhan karena tabrakan saat ke kelas berujung menjadi pacar," pikir Ashilla sambil terkekeh pelan.
Dewi yang melihat putrinya itu mengernyitkan dahi. Dengan perasaan khawatir, ia memanggil dokter untuk memeriksa mental Ashilla. Khawatir putri satu-satunya mendadak gila, kan nggak lucu.
Dokter Tika mengatakan Ashilla dalam kondisi baik-baik saja dan ternyata Ashilla sedang mengenang kenangan yang membuatnya tertawa. Dewi yang mendengarnya pun menghela napas lega. Ia hampir mengira Ashilla mendadak gila ternyata tidak.
"Kalau begitu, Mama keluar dulu," pamit Dewi lalu wanita itu keluar kamar.
"Dewi," panggil seorang pria yang membuat Dewi berdecak kesal lalu berbalik badan menatapnya tajam.
"Apa?" Dewi bertanya dengan ketus. Adit menggaruk lehernya lalu bertanya tentang kondisi Ashilla saat ini.
"Ashilla baik-baik saja," jawab Dewi dengan ketus. Wanita itu enggan menatap Adit, suaminya karena menurutnya ini salah Adit sejak awal. Andaikan dia tidak selingkuh, ini semua tidak akan terjadi.
Namun, ia tetap harus mendapatkan penjelasan dari sahabatnya, Velona. Ia tahu betul sahabatnya itu takkan melakukan hal seperti selingkuh karena dia sudah cinta mati kepada Gilang. Ia tahu segila apa Velona mengejar Gilang dari masa sekolah sampai bisa menikahinya, sayangnya takdir begitu kejam kepadanya. Gilang ternyata selingkuh sampai memiliki anak juga dengan Lisa si pelakor.
Lisa dari masa sekolah memang perebut pacar orang. Dewi pikir Lisa akan berubah jika sudah beranjak dewasa, tetapi nyatanya tidak. Dia malah menjadi perebut suami orang.
"Dasar murahan," cibir Dewi.
"Iya, aku tahu kok. Aku murahan," keluh Adit. Dewi membulatkan matanya lalu merapatkan mulutnya.
"Bukan kamu maksudku, tapi si Lisa." Dewi membenarkan ucapannya barusan agar Adit tidak salah paham.
"Yah, sama saja. Aku juga murahan kok," lirih Adit sambil menundukkan kepalanya.
Dewi terdiam. Memang benar, sih, tetapi Dewi bukanlah tipe orang pedendam. Dia masih mencintai Adit, tetapi kekecewaannya sangat mendalam terhadap pria di hadapannya. Baru saja tangan Dewi ingin menyentuh Adit, tiba-tiba sosok pria asing dengan sengaja menyenggolnya lalu pergi begitu saja tanpa mengucapkan kata maaf. Membuat tubuh Dewi kehilangan keseimbangan dan nyaris jatuh.
Adit dengan sigap menahan tubuh Dewi agar tak jatuh. Tatapan mereka bertemu dan napas yang hangat dapat dirasakan mereka. Clarrisa dan David yang kebetulan lewat mendadak menghentikan langkah kaki lalu dengan mulut terbuka lebar menatap tak percaya Adit dan Dewi dalam posisi seperti itu. Bagaimana tidak, tangan kekar Adit melingkar di pinggang Dewi lalu tangan Dewi mencekeram kerah baju Adit serta jarak di antara mereka sangat dekat yang membuat siapa pun melihatnya seolah mereka berciuman padahal aslinya tidak.
Bukan saja, Clarrisa dan David yang melihatnya. Bahkan, orang-orang yang berlalu-lalang ikutan melongo melihat mereka. Ada yang memotret, berbisik, dan tidak peduli. Jangan ditanyakan seberapa malunya mereka saat ini.
"Woi! Udahan itu nanti di rumah bisa puas-puas yang ehem," celetuk David sambil berdeham. Clarrisa pun ikut-ikutan menggoda sambil sengaja batuk-batuk.
Njir, mereka ni minta ditabok, ya kayak dulu. Gak pernah berubah, batin Dewi lalu ia meminta Adit melepasnya. Dengan canggung, mereka menjaga jarak. Sudah seperti orang pertama kali merasakan jatuh cinta padahal mereka sudah menikah dan bukan lagi pasutri baru.
"Kabur, Sayang." David dan Clarrisa berlari ke arah berlawanan. Dewi berteriak sambil mengejar mereka, sedangkan Adit menghela napas. Dia harus bersiap akan dimarahi para dokter. Kekhawatiran Adit terjadi sekarang mereka tertangkap oleh dokter Arga menceramahi mereka.
"Mau anak ataupun orang tua sama saja, ribut! Awas saja kalian ribut lagi, saya sendiri yang akan menghukum tidak peduli kalian orang tua pasien saya," ancam Arga dengan tatapan melotot lalu ia keluar ruangan.
"Tuh, kan aku bilang jug apa," keluh Adit.
"Gak apa-apa sesekali kita bernostalgia, tapi tadi kenapa kalian berpose begitu?" David mengernyitkan dahi karena tidak mungkin Dewi dan Adit melakukan semacam tadi di tempat umum pula.
"Itu tadi orang gak beradab menyenggolku. Mana gak minta maaf lagi," sungut Dewi dengan kesal.
"Pria berbaju hitam?" tebak Clarrisa.
"Iya, kamu kok tahu?"
"Dia juga tadi menyenggolku lalu perhiasanku hilang," jawab Clarrisa yang membuat Dewi memeriksa tasnya.
"Kenapa?" tanya Adit sambil menaikkan satu alisnya.
"Gelang pemberian darimu hilang padahal itu hadiah darimu saat aku ulang tahun," ucap Dewi dengan raut wajah sedih.
"Apa? Hilang?"
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Sudah lama aku tidak up. Bagaimana kangen, gak? Masih setia nungguin? Makasih, ya. Jangan lupa vote dan komen, ya.