Bab kali ini flahsback sebelum kejadian di bab sebelumnya. So, happy reading...Matahari mulai terbenam, suara kendaraan dan jalanan yang macet karena sekarang waktunya para pekerja kantoran pulang ke rumah. Ashilla, Vanessa, dan Sisil masih berada di kafe tengah bercekrama ria sambil menghabiskan kue dan minuman masing-masing.
"Udah mau malam aja," ucap Sisil dengan wajah masam padahal dia masih ingin bersama kedua sahabatnya.
"Iya, rasanya waktu cepat berlalu padahal tadi kita baru aja dari rumah sakit dan masih ada waktu setengah jam sebelum malam," timpal Vanessa sambil menyeruput jus jeruknya.
"Kalau gitu, gue pulang duluan, ya. Takutnya ibu gue nyariin lagi," pamit Ashilla sembari bangkit dari kursinya yang membuat Vanessa tiba-tiba memegang pergelangan tangan Ashilla. Hal itu membuat Ashilla menoleh ke arah Vanessa yang menarik lengannya dengan menatap bingung, lalu sedetik kemudian ia pun bertanya, "kenapa?"
"Gak usah pulang, ya, perasaan gue gak enak, nih," kata Vanessa dengan wajah memelasnya yang membuat Ashilla menghela napas lantas melepaskan genggaman tangan Vanessa.
"Maaf, gue gak bisa, Nes." Ashilla memundurkan langkahnya menjauh yang membuat Vanessa terdiam. Vanessa bangkit dari kursinya lantas melangkah mendekati Ashilla.
"Ta-" Vanessa terdiam kala netranya bersitatap dengan netra Ashilla. Ia menelan salivannya kala menahan kegugupannya tidak, lebih tepatnya ketakutannya. Iya, Vanessa takut dengan Ashilla. Ia kenal betul Ashilla sedari kecil dan Ashilla yang ia kenal itu kini telah berubah.
"Apa?" tanya Ashilla dengan raut wajah dingin yang membuat Vanessa terkesiap.
"Gue mohon jangan pulang," pinta Vanessa dengan matanya mulai berkaca-kaca.
Ashilla berdecak kesal sambil melipat kedua tangannya ia melangkah mendekati Vanessa lantas ia berbisik, "bukan urusan lo."
Setelah itu, Ashilla melenggang pergi meninggalkan kafe. Baik Vanessa dan Sisil hanya bisa terdiam melihat kepergian Ashilla. Vanessa menutup mulutnya kala menahan tangisnya, sedangkan Sisil hanya bisa menghiburnya.
"Kenapa semua ini terjadi? Gue gak mau kehilangan keluarga lagi, sudah cukup dulu gue kehilangan, jangan kalian juga," batin Sisil sambil mendekap tubuh Vanessa. "Menangislah, saudaraku."
****
Di rumah sakit, dokter Baim melakukan pemeriksaan seperti biasanya. Jujur saja walau sudah menjadi langganan masuk rumah sakit, Dannies tetap merasa gugup dan takut saat melakukan pemeriksaan kesehatan. Ia pun ingat ketika pertama kali datang ke rumah sakit dan itu menjadi pengalaman buruknya datang ke rumah sakit sendirian.
"Kamu kenapa tegang amat, sih? Ini cuma pemeriksaan biasa, Nis," ucap dokter Baim sambil menggantung stetoskopnya di lehernya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Candramawa
Teen FictionMengisahkan keenam anak yang bersahabat dari luar terlihat baik-baik saja, tetapi nyatanya mereka menyimpan luka dan trauma yang mendalam. Kesalahpahaman membuat hubungan Ashilla dan Dannies merenggang, Vanessa dan Vedol yang selalu menjadi penenga...