bab 21

124 26 151
                                    

Setelah melakukan pemeriksaan Vedol dianjurkan makan untuk memulihkan tenaga

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Setelah melakukan pemeriksaan Vedol dianjurkan makan untuk memulihkan tenaga. Awalnya ia tidak ingin makan, tetapi Ridwan yang mengancamnya akan menyita semua game-nya. Pada akhirnya, Vedol mengalah dan saat ini tengah disuapi oleh ayahnya. Mulutnya yang dimayunkan seperti bebek dengan pipi mengembung membuat ia terlihat menggemaskan.

"Kamu itu udah berumur 19 tahun jangan kayak anak kecil," ujar Ridwan sambil memasukkan suapan terakhir ke dalam mulut putranya itu.

"Ih, Ayah. Aku tersedak." Vedol berdecak kesal sembai mengambil gelas di sampingnya lalu menenguknya. Ridwan tidak menanggapinya malah sedang membersihkan sisa-sisa makanan.

"Kamu perbaiki bahasamu itu menjadi sopan. Jangan sopan ke Ayah saja, tetapi dengan orang lain, mau siapa pun itu," tutur Ridwan menasihati Vedol tentang gaya bahasa Vedol yang menurutnya tidak konsisten itu.

"Akan ku coba lakukan," jawab Vedol sambil meletakkan kembali gelas ke tempat semula.

Ridwan mengembuskan napas seraya bertanya, "Nak, kamu bermimpi buruk lagi?"

Vedol mengatup mulutnya tanpa niat menjawab. Melihat reaksi sang putra membuat Ridwan bangkit dari kursi lalu tangan kekarnya mendekap tubuh Vedol. Mendapat perlakuan hangat Vedol lantas melebarkan matanya lalu melirik sekilas ayahnya. Embusan napas pria itu dapat dirasakannya. Ada perasaan rindu dan nyaman. Tanpa sadar ia mengulum senyum tipis lalu tangannya melepas pelukan ayahnya.

"Kenapa?" tanya Ridwan dengan alis bertaut menatap Vedol tak percaya dirinya ditolak 'tuk dipeluk.

Vedol mendongak menatap dalam Ridwan lalu tangannya direntangkan membuat pria itu menatapnya keheranan. Vedol bersungut lalu dengan cepat ia menarik tangan ayahnya. Tubuh besar itu kini direngkuh oleh si pemuda.

"Aku baik-baik saja dan terima kasih, Ayah," bisik Vedol. Mendengarnya membuat Ridwan menarik sudut bibirnya lalu tangannya membalas pelukan anaknya.

Tanpa mereka sadari ada pria yang sedang memerhatikan sedari tadi. Seorang pria yang sama memerhatikan Vanessa.

"Hihihi ... akan ku balas perbuatan kalian anak-anak nakal."

Arkam dan Sisil berjalan-jalan sambil bertukar cerita, tetapi tiba-tiba Sisil tidak sengaja menyenggol pria yang sedang memerhatikan kamar inap Vedol.

"M-maaf," lirih Sisil sambil menundukkan kepala. Pria itu membalikkan badan lantas mengatakan tidak apa-apa.

"Sekali lagi aku minta ma—" Ketika Sisil mengangkat kepalanya menatap si pria betapa terkejutnya dirinya. Pria itu menyeringai lalu memberikan salam kepada Sisil.

"Kamu sudah besar rupanya. Pasti kamu hidup enak, kan? Lalu bagaimana kalau kamu kembali pulang bersamaku? Nak, aku ini Ay—"

"Sisil, kemarilah. Tuan, sebaiknya Anda pergi dari sini atau saya tidak akan segan melaporkan Anda." Arkam menatap dingin dan mengitimidasi pria misterius tersebut. Sementara itu, si pria terkekeh pelan dengan senyuman ia pun meminta maaf lalu berpamitan.

Akan tetapi, sebelum benar-benar pergi ia melangkah mendekat ke Arkam lalu dengan spontan Arkam melangkah mundur. Tangan yang memakai sarung itu menepuk pundak Arkam lalu berbisik, "Ingatlah kalian itu siapa dan sampai kapan pun fakta bahwa kita memiliki hubungan itu tidak dapat dibatahkan."

Setelah itu, pria misterius itu benar-benar pergi meninggalkan rumah sakit. Sementara Arkam menggertakkan gigi sembari mengepalkan tangan.

"Ar, aku takut. Dia kembali," lirih Sisil yang berada dalam pelukan Arkam. Netra Arkam beralih ke Sisil lalu tangannya mengusap punggung Sisil.

"Tidak akan terjadi apa-apa. Dia tidak akan bisa menyentuh kita lagi, Dek."

***

Kini kondisi Vanessa kian membaik walau tadi sempat merasa sesak napas. Clarissa dan David bertanya kepada Vanessa kenapa tiba-tiba mengalami sesak napas. Namun, Nessa tidak enggan menjawab. Hal itu membuat Rissa semakin khawatir, tetapi mereka tidak akan memaksa untuk bertanya. Karena mereka tahu Vanessa butuh ruang dan waktu untuk sendiri.

"Kalau begitu, kamu mau menemui Vedol? Katanya dia sudah sadar," usul David lalu Vanesaa menganggukkan kepala.

Setelah itu, mereka pergi ke kamar Vedol dirawat. David menyeret Ridwan secara paksa karena duda anak satu itu enggan meninggalkan anaknya dengan Vanessa.

"Ayo! Nessa nggak bakalan makan putramu," ucap David sembari menarik tangan Ridwan.

"Berbicaralah kalian berdua kami orang dewasa mau nongki-nongki," kata Clarissa lalu menutup pintu. Mereka bertiga pergi meninggalkan dua remaja sendiri di dalam kamar.

"Lo— kau mau bicara apa?" Vedol bertanya untuk mencairkan suasana. Namun, Vanessa bukannya menjawab malah menggodanya.

"Wah, kesambet apa lo sampe pake aku dan kamu?" Vanessa bertanya dengan nada menggoda. Vedol berdecak kesal lalu mereka berakhir beradu mulut. Sudah biasa mereka seperti ini sejak pertama kali bertemu. Tiada hari tanpa Vanessa yang menggoda Vedol dan Vedol yang merasa malu. Akan tetapi, biasanya Vedol membalas godaan Vanessa.

"Serius. Jawab aku!" Kali ini Vedol berkata dengan tegas setelah merasa cukup bercanda.

Vanessa mengembuskan napas dengan gusar lantas memperbaiki posisi duduknya. "Dia kembali ... pria yang membuat kita se-trauma ini telah kembali."

"Apa?" Tubuh Vedol bergetar hebat lalu ia menutup mulutnya. Ia merasa perutnya mulas dan tanpa sadar ia memuntahkan semua makanan yang tadi ia makan. Bola mata Vanessa membulat lalu ia menekan tombol di samping ranjang.

Tak lama kemudian, suster datang lalu membersihkan muntahan Vedol. Setelah merasa tenang mereka melanjutkan obrolan.

"Masih mual?" tanya Vanessa seraya menyodorkan kantong plastik. Namun, Vedol dengan cepat menggeleng.

"Nes, bagaimana ini? Dia kembali ... aku takut dia akan mengambil ayahku juga," ujar Vedol sembari menutupi wajahnya dengan selimut.

"Kita hadapi bersama-sama. Ada gue— tidak, aku selalu bersamamu," balas Vanessa sembari merengkuh tubuh Vedol.

"Jangan lupakan kami. Kita keluarga, bukannkah kalian yang selalu mengatakannya? Jadi, jangan merasa sendirian."

Perhatian mereka teralihkan oleh dua orang yang sedang berdiri di ambang pintu.

"Arkam dan Sisil," panggil Vanessa dan Vedol bersamaan lalu kedua orang itu melangkah memasuki kamar serta tak lupa menutup pintu kembali.

"Hanya saja ada yang kurang, tapi apa?" Sisil bertanya-tanya sembari berpose seperti orang sedang berpikir.

"Si ketua dan bu ketua!"

***

Di ruangan lain, seorang perempuan mengerjapkan matanya berulang kali. Ia berusaha bangun dari tidurnya lalu meneliti sekitar yang tampak asing.

"Ini di mana?"

"Ashilla!"

Hi, semua aku kembali lagi nih

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Hi, semua aku kembali lagi nih. Seperti biasa jangan lupa vote dan komen, ya terima kasih. Nantikan terus kelanjutannya.

See you...

CandramawaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang