Mengisahkan keenam anak yang bersahabat dari luar terlihat baik-baik saja, tetapi nyatanya mereka menyimpan luka dan trauma yang mendalam.
Kesalahpahaman membuat hubungan Ashilla dan Dannies merenggang, Vanessa dan Vedol yang selalu menjadi penenga...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Luka bisa sembuh tapi trauma takkan bisa sembuh ~Vanessa Putri~
"Gue ingin sendiri dulu."
Vanessa dan Sisil membulatkan matanya saat kalimat tersebut keluar dari mulut Ashilla.
"Akan tetapi, Shill, bukannya lo butuh kepastian dari Dannies?" tanya Vanessa sambil menahan tangan Ashilla yang hendak melangkah pergi.
Ashilla menoleh dengan tatapan sinis yang membuat Vanessa terdiam seraya melepaskan genggamannya.
"Tadi dia sendiri yang bilang kalo masih ingin merahasiakannya dari gue. Jadi, buat apa gue di sini?" Ashilla mendelik sembari mengembuskan napas dengan kasar.
"Seengaknya masuklah dan temui dia," tutur Sisil.
"Buat apa? Menjenguknya? Enggak! Gue bersikap begini karena gue kecewa sama dia dan gue gak bisa jamin kalau gue bersikap seperti biasa," ungkap Ashilla sembari mengepalkan tangannya.
Vanessa merasa ada yang aneh dari Ashilla, raut wajahnya mengisyaratkan kesedihan serta luka yang mendalam.
Ashilla berbalik badan lantas berlari menjauh yang membuat Sisil tak tinggal diam pun berniat mengejarnya.
"Tapi-" ucapan Sisil terpotong dikarenakan Vanessa menahan Sisil untuk mengejar Ashilla yang sudah berlari menjauh.
"Lepaskan!" seru Sisil kepada Vanessa agar melepas genggaman tangannya.
Vanessa menggelengkan kepalanya. "Biarkan saja, Sil. Dia butuh waktu menyendiri saat ini karena luka bisa sembuh, tapi trauma takkan bisa sembuh."
Sisil terkejut mendengar penuturan Vanessa lantas ia menundukkan kepalanya sembari merutuki dirinya yang ingin menahan Ashilla yang saat ini membutuhkan waktu untuk sendiri serta kata-kata tersebut juga menamparnya sangat keras.
Bulir-bulir cairan bening jatuh dari pelupuk mata Sisil, sesak, hanya kata itu yang terpikirkan oleh Sisil.
"Gue tahu kata-kata tadi juga membuatmu teringat trauma akan tragedi hari itu, tapi relakan dan berdamailah dengan hati lo serta teruslah melangkah ke depan," jelas Vanessa sambil mengusap punggung Sisil untuk sekedar menenangkannya.
Tangis Sisil semakin menjadi-jadi yang membuat Vanessa tak tega melihatnya. Ia merentangkan tangannya lantas mendekap tubuh Sisil yang rapuh.
Sementara itu, para cowok-cowok yang mendengar suara tangisan dari luar lantas bergidik ngeri.
"Suara apa itu?" tanya Arkam dengan raut wajah ketakutan.
"Paling kunti bogel," jawab Dannies dengan malas.
Mendengar jawaban Dannies membuat Arkam semakin takut sambil memeluk pinggang Vedol.
"Njing, jangan meluk-meluk gue! Gue masih normal!" pekik Vedol sambil berusaha melepaskan dirinya dari pelukan Arkam.