Bab 3 ~ Bertemu Mantan Pacar Sampah

498 14 0
                                    

Tidak membutuhkan waktu lama, mobil berhenti di depan sebuah restauran. Artizea dan Reyner turun dari mobil dan berjalan bersisian dengan bergandengan tangan memasuki restauran. Pelayan segera membimbing ke meja reservasi dan meja masih kosong.

"Sepertinya putraku belum datang," celetuk Reyner ketika tidak melihat siapapun di meja yang sudah ia pesan. Ia melihat arlojinya dan tahu putranya pasti terlambat. Bocah nakal itu, alih-alih pulang ke rumah justru berkata akan tinggal di hotel. Benar-benar tidak tahu aturan.

"Mungkin ada sesuatu yang harus dia selesaikan," Artizea menimpali.

"Kuharap begitu." Namun Reyner tahu lebih dari siapapun jika putranya enggan bertemu dengannya. Hanya saja ia tidak mau memikirkan alasannya. Lagipula bukan Artizea alasan dia tidak ingin bertemu dengannya. Dan selama bukan kekasihnya penyebabnya, baik-baik saja maka.

Reyner membantu Artizea dengan kursinya sebelum mendudukan diri di sampingnya. Keduanya duduk bersisian dan berbincang singkat selagi pelayan menuangkan segelas air sebelum hidangan di sajikan.

"Bagaimana ini, aku sedikit gugup," ujar Artizea.

"Kenapa?" tanya Reyner. Ia meraih jemari Artizea dan menggenggamnya. Benar saja, ia merasakan tangan Artizea dingin dan berkeringat. "Kau terbiasa bertemu dan berbincang dengan orang-orang penting. Hanya putraku, kenapa kau begitu gugup?" Ia memijit ringan tangan Artizea untuk meredakan ketegangannya.

"Tentu saja berbeda," sahut Artizea. "Dia keluargamu. Tidak peduli apakah dia orang penting atau bukan, aku akan tetap gugup."

Reyner terkekeh. "Jangan berlebihan, sayang. Sungguh baik-baik saja bertemu dengannya. Tidak perlu gugup. Justru aku yang gugup."

Artizea tercengang. "Kenapa kau gugup?"

"Aku takut dia menyakitimu," jawabnya, berterus terang.

"Tidak mungkin," timpalnya. "Untuk apa dia menyakitiku? Justru aku takut akan menyakitinya." Bukan hal baru jika seorang anak tidak menyukai kekasih ayahnya. Meski perceraian Reyner dan mantan istrinya atas dasar kesepakatan bersama, namun sulit bagi seorang anak untuk menerima kenyataan itu. Dan yang menjadi sasaran kebenciannya pada akhirnya adalah kekasih baru ayahnya atau kekasih baru ibunya.

Dia pikir, mereka yang menghancurkan rumah tangga orang tuanya tanpa tahu jika pernikahan yang tidak harmonis bisa menghancurkan mental si anak dari ketidakharmonisan itu sendiri.

Seperti yang psikolog bilang, broken home tidak hanya terjadi dari perceraian, tetapi juga dari dalam, dari hubungan ayah dan ibu yang tidak lagi baik, yang tidak lagi rukun, yang mana setiap hari hanya berisi teriakan, pertengkaran dan pertikaian.

Sedang sibuk berdebat tentang siapa yang menyakiti siapa,
pintu restoran terbuka dengan ayunan pelan, mengumumkan kedatangan pengunjung lain. Seketika atmosfer di ruangan itu berubah. Dan bukan karena udara panas bulan Juni yang mempengaruhi suhu pendingin udara. Percakapan berhenti saat perhatian tertuju pada sosok yang baru datang.

Sosok itu memiliki penampilan yang menarik. Wajahnya tampan dan pakaian kasual yang membungkus postur tingginya membuatnya terlihat seperti model yang sedang melenggang di landasan. Wajah tampannya yang acuh, juga manik mata cokelatnya yang tidak peduli dengan keadaan sekitar menguarkan aura pemimpin yang pekat. Menambah nilai jual dan mendefinisikan pria dingin yang sebenarnya.

Dengan ponsel yang di tempelkan di telinganya, dia tampak sibuk bertukar kata dengan seseorang. Pembawaannya yang tenang menunjukkan jika panggilan yang dia lakukan berisi obrolan ringan.

Namun siapa yang peduli tentang itu?

Selain terkejut, yang bisa Artizea lakukan adalah tercengang.

Jantungnya yang semula aman, seolah keluar dari tubuhnya.

Melihat wajah yang familiar, Artizea kehilangan semua kata-katanya. Ia bahkan tidak tahu apa yang Reyner katakan karena pikirannya tiba-tiba menjadi kosong. Kosong bukan sembarang kosong. Kosong bukan tanpa alasan. Bukan karena ia terpesona dengan wajah tampannya, bukan juga karena pria itu benar-benar tipe idealnya, tetapi.. wajah itu.. sial, kenapa wajah yang tidak ingin ia lihat tiba-tiba muncul di depannya? Lagi?

"Sepertinya putraku sudah tiba," celetuk Reyner ketika melihat kedatangan seseorang yang sudah ia tunggu-tunggu. Wajahnya yang semula datar menyunggingkan senyum samar.

Mendengar suara Reyner, lamunan Artizea buyar. Mengabaikan apa yang tadi ia lihat, ia mengalihkan pandangannya dan menatap Reyner sambil memasang ekspresi seolah ia baik-baik saja, seolah tadi tidak melihat apapun, seolah ia tidak melihat siapapun, seolah yang tadi terkejut dan ketakutan bukan dirinya.

Meski ujung jarinya masih bergetar, Artizea berusaha mengukir senyum. "Benarkah?" tanyanya. Tidak peduli siapa yang tadi ia lihat, itu bukan sesuatu yang harus dipikirkan. Lupakan bajingan itu dan fokus ke hal lain. Iya, benar. Jangan pedulikan orang itu. Lupakan dia. Keluarkan dari pikiranmu. Ia berusaha memotivasi dirinya sendiri agar tidak hanyut akan pusaran rasa yang menipu.

Reyner mengangguk. "Mm."

"Baguslah," ucap Artizea. "Dimana dia?" tanyanya sembari mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri, ke depan dan ke belakang untuk mencari keberadaan sosok yang sedari ia tunggu dengan gelisah, namun sebanyak apapun ia mencari, ia tidak menemukan siapapun selain bajingan gila itu. Orang yang sudah kehilangan kewarasannya, orang yang mengalami jiwa, tentu tidak masuk hitungan. Yang sedang ia cari adalah putra Reyner, bukan orang sinting yang seharusnya di tenggelamkan di laut.

"Apa hanya aku yang tidak melihatnya?" gumam Artizea pada dirinya sendiri ketika gagal menemukan sosok yang ia cari. Ia tidak tahu keberadaan putra Reyner dan itu adalah masalah besar.

"Kau tidak melihatnya? Dia di sana." Mendengar gumaman Artizea, Reyner menunjuk ke arah pintu masuk dengan ujung matanya. "Kau lihat, anak nakal itu, dia berjalan ke arah kita." Namun meskipun mengatakan bahwa dia anak nakal, ada senyum bangga yang tersungging di bibirnya. Melihat putranya sudah tumbuh menjadi pria dewasa yang tampan, ia sedikit emosional.

Artizea mengikuti arah tunjuk Reyner dan satu-satunya orang yang terlihat berjalan santai menghampiri mereka hanya satu orang. Dan orang itu adalah sosok yang tadi ia bicarakan. sosok yang tidak ingin ia lihat.

Namun bagaimana mungkin orang itu menjadi putra yang Reyner maksud? Mustahil. Bukan kah itu tidak mungkin?

Ia terkekeh di dalam hati, menertawakan sesuatu yang tidak masuk akal. Tentu saja hal itu tidak mungkin. Putra Reyner adalah Marcel bukan orang itu. Namun..

Tunggu!

Menyadari suatu keanehan, sekelebat spekulasi tiba-tiba membanjiri kepalanya.

Mungkin kah..

Artizea buru-buru menoleh ke arah Reyner dan bertanya, "Sayang, maksudmu, dia putramu? Marcel?" Ia bertanya dengan tidak sabar. Ia meremas pakaiannya sambil berharap apa yang Reyner katakan bukanlah apa yang ia asumsikan. Tolong katakan tidak, tolong katakan pria busuk itu bukan putramu, kumohon, ucapnya di dalam hati, penuh harap.

Namun hidup terkadang punya jalannya sendiri. Ia punya keinginan, tetapi keadaan juga punya kenyataan.

"Ya, dia putraku. Diego Marcellino Dominic," jawab Reyner, menyebutkan nama putranya dengan lengkap.

Jawaban Reyner seperti bom yang menghancurkan dan memporak-porandakan hati Artizea. Seketika ia menjadi jeli dan seluruh tubuhnya lemas. Ia tidak tahu Reyner salah bicara atau telinganya yang bermasalah, namun tidak peduli apa, sialnya, pria itu adalah..

Diego.

Mantan kekasihnya.

Kekasihku Adalah Ayah Mantanku (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang