Hari berikutnya.
Keesokan harinya bahkan sebelum fajar menyingsing, Artizea sudah meninggalkan kediamannya. Semua orang masih tidur ketika ia pergi. Mengemudi menuju salah satu stasiun televisi tempatnya bekerja, ia memfokuskan diri untuk mencegah sesuatu yang buruk terjadi.
Ia bukan orang yang pandai mengemudi. Namun bukan berarti cara mengemudinya buruk. Ia hanya tidak seahli itu. Mengemudi baginya hanya sesuatu yang harus ia lakukan untuk memudahkannya pergi ke manapun. Jadi jangan harap kemampuan mengemudinya seperti wanita-wanita hebat yang mendedikasikan separuh hidupnya di jalanan.
Itu tidak akan terjadi.
Setelah tiba di depan gedung stasiun televisi, Artizea turun dari mobil dan berjalan cepat menuju studio. Berita olahraga disiarkan dari studio dua. Jadi ia langsung menuju ke sana.
Meski masih pagi buta, tempat ini ramai dengan kehadiran beberapa orang, termasuk dirinya. Ia masuk ke studio dan melakukan briefing dengan kru selama beberapa saat sebelum pergi ke ruangan lain untuk berganti pakaian dan berias.
Setelah persiapan selesai, Artizea melakukan siaran berita langsung dan empat puluh lima menit kemudian siaran langsung berakhir. Masih harus melakukan beberapa hal lagi, satu jam kemudian Artizea baru keluar dari studio.
Tidak langsung pulang ke rumah, Artizea mengemudikan mobilnya pergi ke suatu tempat. Hanya beberapa menit sebelum ia menepikan mobilnya. Merupakan gedung apartemen mewah yang terpampang nyata di depan mata.
Karena biasa datang, Artizea berhasil masuk ke dalam dengan mudah. Setelah menaiki lift dan tiba di lantai tiga, ia berjalan menuju ke sebuah pintu lalu menekan password, begitu pintu terbuka ia segera masuk ke dalam tanpa ragu.
Tanpa mengawasi sekeliling, Artizea berjalan pelan menuju kamar tidur dan membuka pintunya. Namun begitu pintu terbuka, pemandangan yang tersaji di depan mata cukup mengejutkan.
Seorang pria berwajah tampan dan seorang wanita berambut panjang terbaring di ranjang dengan tubuh terbungkus selimut. Apa yang ada di balik selimut jika di buka jelas tubuh telanjang mereka.
Pemandangan ini, bukankah cukup menarik?
Artizea tercengang sesaat sebelum berkata, "Maaf," ucapnya. Namun meski sudah meminta maaf, dengan tidak tahu malunya ia masih tidak pergi. Sebaliknya, ia justru menyandarkan punggungnya di pintu dengan tangan yang terlipat di dada sembari menatap dua orang di ranjang seperti sedang mengagumi sebuah karya seni.
Mendengar keributan serta suara wanita, pasangan itu tidak segera membuka mata. Seolah tahu siapa yang membuat keributan, si wanita mendengus. Tanpa membuka mata, hanya dari suaranya, ia tahu siapa itu. "Hanya maaf?" timpalnya. "Kau tidak ingin terus melihat kami, kan?"
Artizea meringis. "Sebenarnya pemandangan ini, aku tidak membencinya," masih dengan arogansi yang sama, ia menjawab ringan.
"Tapi aku membencinya, bodoh!"
"Oh baiklah, aku akan memberi kalian beberapa menit untuk memakai pakaian." Dengan itu, Artizea mundur dan menutup pintu kembali. Ia mendudukkan diri di sofa dan menunggu dengan sabar. Tidak lama kemudian, si pria keluar dari kamar tidur dan melangkah menuju dapur.
Pria itu mengenakan celana panjang bahan tanpa pakaian, memperlihatkan tubuh atletisnya dengan otot perut menawan. Melihat keindahan ini di pagi hari, jika bisa bersiul, Artizea mungkin sudah bersiul berpuluh-puluh kali. Karena tidak bisa, ia berkata menggoda, "Wah, Alan, bukankah kau sangat seksi?"
Pria bernama Alan yang Artizea maksud berhenti dari pergerakannya. Namun hanya sebentar karena detik berikutnya ia kembali melanjutkan pergerakannya menuang air putih ke dalam gelas. "Benarkah? Aku bertambah kurus belakangan ini," jawabnya jujur.
"Siapa bilang? Menurutku kau seksi," Artizea menimpali.
Pria berambut pendek berusia tiga puluh lima tahun itu menjawab hanya dengan senyuman.
Artizea kembali berbicara. "Omong-omong, kapan kau akan bosan dengan Xana?" tanyanya. Xana adalah sahabatnya, -bab 18- wanita yang tadi tidur dengan Alan sekaligus kekasih pria itu. Seorang model cantik bertubuh ramping berpayudara besar serta memiliki postur tinggi namun otaknya sedikit bengkok dan tidak bermoral.
Alan mengangkat bahu. "Entahlah."
"Jika kau sudah bosan dengannya, beri tahu aku, aku akan dengan senang hati menerimamu." Artizea mengedipkan sebelah matanya dengan genit.
Bersamaan dengan ucapan Artizea, Xana keluar dari kamar tidur dan pergi ke dapur lalu mengambil segelas air putih yang Alan tuangkan. Dengan kimono handuk yang membungkus tubuhnya, ia menimpali perkataan Artizea dengan sinis. "Jangan menggoda kekasih orang lain."
"Bukankah bagus aku menggodanya di depanmu?" tanya Artizea sembari menunjukkan wajah tanpa dosa.
"Apa yang bagus dari menggoda kekasih orang?" Xana menjawab realistis sambil berjalan menuju Artizea dan mendudukkan diri di sampingnya, meninggalkan Alan yang sedang memberantakkan dapurnya untuk membuat sarapan.
"Apa yang ingin kalian makan?" tanya Alan. "Jangan pesan sesuatu yang merepotkan," imbuhnya sebelum kedua wanita berbicara.
Xana dan Artizea terkekeh. "Apapun," mereka menjawab serempak. Mereka juga bukan orang yang tidak tahu diri. Bagaimana mungkin mereka bisa membuat seorang pengusaha tampan dan kaya raya memasak untuk mereka? Tangan yang biasanya menandatangani proyek ratusan juta dollar, tiba-tiba memegang wajan dan memasak, hati mereka akan sakit karenanya.
"Bagaimana dengan sandwich?"
"Itu bagus," jawab Xana.
"Baiklah, kalau begitu tolong tunggu sebentar, Nona-nona," ucap Alan, menutup pembicaraan sebelum mulai mencari bahan-bahan yang di butuhkan.
Selesai dengan Alan, Xana menatap Artizea. "Omong-omong, darimana kau tahu aku pulang?"
"Aku melihat postinganmu di media sosial," jawab Artizea, menahan sedikit kekesalannya. "Kembali ke London tanpa memberitahuku setelah dua minggu berada di luar negeri, sebagai orang yang ku anggap sebagai teman, kau benar-benar melukai harga diriku." Artizea berkata dengan wajah sedih seolah sangat tersakiti.
Xana terkekeh. "Bukankah sekarang kau sudah tahu?"
"Kau tidak setia kawan."
"Tunggu, kau membuatku seperti aku adalah satu-satunya yang jahat di sini." Model cantik berusia dua puluh enam itu entah kenapa merasa ini tidak adil.
"Kau memang jahat," ujarnya mantap.
"Baiklah, aku memang jahat." Xana mengakui dengan cepat demi terciptanya dunia yang aman dan damai. Menghindari pertengkaran antar sesama wanita yang mungkin terjadi. "Lalu, katakan, kenapa kau datang sepagi ini? Tidak ada hal buruk yang terjadi, kan?" Meski bukan hal yang aneh jika Artizea datang ke apartemennya sewaktu-waktu, namun instingnya berkata ada sesuatu yang tidak beres.
Artizea mengangkat bahu. "Memang apa yang bisa terjadi?" tanyanya. Sebenarnya banyak hal yang terjadi, namun ia tidak punya mood untuk menceritakannya. Lagipula tentang Diego, apa yang menarik untuk di ceritakan? Segala tentang pria itu menyebalkan.
"Kau tidak putus dengan Reyner, kan?" Xana bertanya curiga.
Artizea tercengang. "Kenapa kau berkata seperti itu?"
"Kau sangat mencurigakan."
"Apanya yang mencurigakan? Hubungan kami baik-baik saja." Artizea meninggikan suaranya, sangat terganggu dengan perkataan Xana.
"Kalau tidak ya sudah, kenapa kau marah?"
"Aku tidak marah."
"Sekarang katakan dengan jujur, apa yang sebenarnya terjadi?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Kekasihku Adalah Ayah Mantanku (END)
RomanceArtizea benar-benar bahagia saat menjalin hubungan dengan Reyner, pria yang 20 tahun lebih tua darinya. Baginya, usia bukan masalah dalam sebuah hubungan. Sayang, kebahagiaan yang pikir akan bertahan selamanya hancur setelah kedatangan Diego, mantan...