Hanya perlu beberapa detik bagi Xana untuk bersikap seperti orang linglung, detik berikutnya ia menatap Diego tajam. "Jadi kau sudah bertemu Artizea?" Mengabaikan fakta bahwa Reyner adalah ayah Diego, ia memutuskan untuk tidak membahas topik itu lagi.
Meski sejujurnya penasaran dan sangat ingin tahu, Xana melempar rasa penasarannya jauh-jauh. Lagipula bukan urusannya apakah mereka ayah dan anak atau bukan. Permasalahannya adalah ia membenci Diego, sangat banyak, sebanyak buih di lautan.
Diego mengangguk. "Mm."
"Dan dia menyirammu dengan air merica?"
Diego terperanjat. "Bagaimana kau tahu?" Jika Xana bertanya 'menyiram' saja tanpa 'air merica', ia tidak akan curiga. Anehnya saat kata 'menyiram' dan 'air merica' di gabung, membentuk kombinasi kata seolah-olah Artizea sudah merencanakan ini sejak jauh-jauh hari.
Tetapi, apakah itu mungkin?
Xana menghela nafas lega. "Baguslah."
"Apanya yang bagus?" Diego bertanya, penasaran.
"Artizea sudah belajar cara menyiram menggunakan air merica lebih dari sepuluh kali. Baguslah jika dia benar-benar berhasil merealisasikan apa yang sudah dia pelajari pada orang yang sejak awal menjadi targetnya. Setidaknya latihan itu tidak sia-sia." Dan untuk beberapa alasan yang sulit di jelaskan, Xana bangga gadis itu berhasil mewujudkan harapan kecilnya.
"Benarkah?" Kemudian Diego menggeleng. "Bukan, maksudku, dia melakukannya? Berlatih hal seperti itu?" Sulit di percaya. Tidak. Ini terlalu aneh. Bahkan mau di pikir sebanyak apapun, rasanya tetap tidak masuk akal.
Lelucon ini, belajar menyiram menggunakan air merica jika bertemu dengannya, itu seperti bukan Artizea. Artizea yang ia kenal tidak akan melakukan hal-hal yang sia-sia. Kecuali, gadis itu menyimpan semua dendamnya dan menumpahkan dendam itu begitu bertemu dengannya.
"Kau pikir aku berbohong?"
"Tidak, bukan begitu," sanggah Diego. "Aku hanya merasa.. kau tahu, aku tidak menduga dia melakukan ini." Sesuatu yang tidak seperti Artizea, haruskah ia menganggapnya konyol, atau menyedihkan?
"Diego, dengar, tinggalkan Artizea, tinggalkan dia seperti saat itu. Lupakan dia, oke? Biarkan dia bahagia dengan ayahmu." Untuk beberapa alasan, Xana merasa kembalinya Diego ke negara ini adalah untuk Artizea. Entah pemikiran itu benar atau tidak, namun sejak Diego muncul dan mengatakan jika kekasih Artizea adalah ayahnya, ia menduga mereka pasti sudah melakukan reuni singkat tanpa sepengetahuan Reyner. Sederhananya, Reyner tidak mengetahui hubungan mereka di masa lalu.
Diego mengedikkan bahu. "Kenapa aku harus mendengarkan mu?"
"Kau tidak harus mendengarkan ku, kau hanya harus mempertimbangkannya. Banyak gadis di negara ini, dan kau tampan." Xana berusaha meyakinkan Diego agar pria itu berhenti sebelum melakukan semacam kegilaan. "Kau tahu, aku bahkan tidak tahu harus memalingkan kemana mata ku saat melihatmu," imbuhnya.
"Itu tidak akan berhasil." Mau sebanyak apapun Xana mencoba meracuninya, ia, Diego, kebal racun.
Xana menghela napas gusar. Meski Diego terang-terangan mengatakan semua perkataannya tidak mempan, namun ini bukan saat yang tepat untuk menyerah. Justru ini adalah waktu yang tepat untuk berjuang.
Xana berkata, "Biar ku beritahu, sudah tidak ada harapan untukmu, Diego. Maksudku, kau tahu, kau adalah cinta pertama sekaligus orang yang menghancurkannya. Kau adalah penjahat di dalam kisah hidupnya. Sedangkan Reyner, ehm.. maksudku ayahmu, dia adalah pahlawan. Reyner membuatnya bahagia. Dan anggaplah Reyner menyelamatkannnya dari dirimu, penjahat yang sebenarnya."
Diego memaksakan senyum. "Rupanya kau sangat ahli membuat orang sedih, ya?" Penjahat? Pahlawan? Omong kosong. Ia bukan penjahat dan ayahnya juga bukan pahlawan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kekasihku Adalah Ayah Mantanku (END)
RomansaArtizea benar-benar bahagia saat menjalin hubungan dengan Reyner, pria yang 20 tahun lebih tua darinya. Baginya, usia bukan masalah dalam sebuah hubungan. Sayang, kebahagiaan yang pikir akan bertahan selamanya hancur setelah kedatangan Diego, mantan...