Bab 4 ~ Sumber Rasa Sakit

441 10 0
                                    

Cinta itu memakan segalanya.

Campuran suka dan duka, memegang kekuatan untuk menghancurkan atau memperbaiki, menakutkan namun menggoda. Membuat seseorang ketagihan bahkan jika itu membakar jiwa.

Cinta itu seperti api, menghanguskan, namun rela menanggung topan yang muncul di hati. Mengulangi siklus dengan kata-kata yang sama, hanya satu kesempatan, satu nafas lagi, hanya untuk terakhir kalinya.

Cinta yang Artizea rasakan hanyalah kerinduan yang sia-sia. Ia mencintai sepenuh hati namun yang ia dapatkan hanyalah luka. Ia menyayangi setulus hati namun yang ia dapatkan hanya rasa sakit. Ia memberikan semua yang ia punya namun yang ia dapatkan hanya kekecewaan yang tidak terobati.

Diego, adalah sumber rasa sakitnya.

Mengenalnya adalah masalah besar dan bertemu dengannya seperti mata badai dan ia terjebak di dalamnya. Saat badai melanda, tempat paling tenang dan sunyi adalah mata badai, sumbernya. Namun begitu menjauh, sedikit saja, badai itu sangat mengerikan. Melemparkan ke segala arah, menerjang ke segala penjuru.

Artizea yang berpikir sudah bahagia bersama Reyner, ternyata masih teriris ketika melihat Diego. Sosok yang paling banyak memberi luka adalah yang paling sulit di lupakan. Awalnya ia tidak memahami ungkapan itu, namun sekarang ia mengerti.

Diego adalah penoreh luka paling banyak di hatinya, dan ia akan mengingat pria itu selamanya, sampai mati.

Selagi Artizea mengutuk Diego di dalam hati, Diego melangkah memasuki restauran.

Aroma harum yang ringan dan halus mencapai hidungnya. Pria tampan itu berjalan perlahan menuju meja reservasi atas arahan pelayan. Begitu lebih dekat, ia mendongak dan apa yang memasuki garis pandangnya adalah sesosok gadis yang sangat familiar.

Gadis itu mempunyai rambut panjang menyentuh pinggangnya, mengenakan gaun hitam, di tempat duduknya, dia menyesap anggur dengan tenang

Gadis itu memiliki sepasang mata indah dan tajam, alisnya melengkung seperti bulan, bulu matanya panjang dan indah. Dia memiliki bibir merah yang menawan dan fitur wajah yang halus. Aura yang dia miliki halus dan elegan.

Duduk di samping gadis itu adalah ayahnya, Reyner Dominic.

Diego memandang Artizea sekali, dan sesuatu melintas sebentar di matanya yang tak terduga. Ia sedikit menyeringai saat ia berkata dengan jelas kepada orang di telepon. “Adapun cara mengatasinya, lakukan seperti yang biasa kau lakukan.” Suara rendahnya seperti cello, jauh, sangat menawan, dan sangat menenangkan telinga. Dan dengan satu kalimat itu, ia mengakhiri panggilannya.

Diego menyimpan ponselnya dan menarik napas sedikit, lalu akhirnya menghentikan tatapannya dan mempercepat langkahnya saat ia berjalan.

"Dadd," ucap Diego begitu mencapai Reyner.

Reyner berdiri dari duduknya dan memeluk Diego. "Sudah lama sekali, Marcel," balasnya. Ia melonggarkan pelukannya dan menyentuh wajah tampan putranya. "Bagaimana keadaanmu selama ini? Kuharap kau baik-baik saja."

"Seperti yang kau lihat, aku baik-baik saja. Sangat baik," Diego menimpali. "Lalu.." Diego menoleh ke samping Reyner, dan ketika pandangannya bertemu dengan Artizea, untuk sesaat, mereka berbagi momen linglung.

Artizea dengan sangat cepat kembali ke akal sehatnya. Wajahnya yang cantik dan sedikit memerah tercengang sesaat saat menyembunyikan sepuluh ribu kata makian dengan baik di ujung lidahnya. Ia berdiri dan tersenyum ramah, "Hai, Marcel, aku Artizea, kekasih ayahmu." Ia memperkenalkan diri dengan cepat sebelum seseorang yang tidak tahu malu menghancurkan semuanya.

Diego tidak terkejut dengan apa yang Artizea katakan. Ia justru menundukkan kepala sambil tersenyum. Jadi begitu? Ia menjilat bibirnya dan menatap Reyner dengan sedikit kejutan. "Benarkah itu, Dadd?" tanyanya, memastikan.

"Mm." Reyner mengangguk. "Artizea benar, dia kekasihku."

Diego memperhatikan Artizea dari bawah dan naik ke atas. Tubuhnya yang indah, dadanya yang bulat dan menonjol, bagaimana jika ayah tahu ia yang sudah membesarkan mereka? Apa dia akan marah? Ia benar-benar ingin melihat bagaimana reaksinya.

Selesai mengawasi, Diego buka suara, "Bukankah dia terlalu muda?"

"Dia seumuran denganmu, jadi dia sudah dewasa," jawab Reyner.

Diego mengangguk, ia mendekat lalu memeluk Artizea. "Senang bertemu denganmu, Zea," ketika menyebutkan namanya, ia sengaja merendahkan suaranya. Tidak hanya menempelkan pipinya di pipi Artizea, tetapi bibirnya bahkan menyentuh pipinya, mengecupnya ringan.

Zea adalah bagaimana Diego biasa memanggil gadis itu, dulu. Setelah sekian lama, ketika bertemu lagi, ia tidak menyangka dia akan menjadi kekasih ayahnya. Benar-benar lelucon yang tidak lucu.

Artizea terpaku. Merasakan bibir Diego menyentuh pipinya, sesuatu yang sudah terkubur melonjak kembali. Kebencian yang susah payah ia redam, bangkit kembali. Ketika Diego menjauhkan dirinya, ia berkata, "Aku juga senang bertemu denganmu, Marcel." Tangannya mengepal tanpa sadar saat mengatakan kata-kata itu. Diego adalah sampah, bertemu dengan sampah adalah sesuatu yang kotor dan menjijikkan. Dan bersentuhan dengannya seperti ia menyentuh barang busuk yang di buang ke sana sini dan tidak ada yang menginginkannya.

"Sungguh mengejutkan ayahku yang terhormat mengencani gadis yang lebih pantas menjadi anaknya," ucap Diego sembari mendudukkan dirinya di kursi. Ia menatap dua orang yang berdiri di depannya dengan sedikit cibiran. Benar-benar menggelikan menghadapi kenyataan ini.

Mendengar ini, Artizea menatap Diego dengan banyak kebencian. Ia tahu Diego sedang meremehkannya. Dan menghina adalah satu-satunya cara yang bisa bajingan itu lakukan. Namun ia tidak peduli tentang itu. Satu-satunya orang yang boleh menghina adalah dirinya, hanya dirinya.

"Tidak ada yang salah tentang itu," Artizea mendudukkan dirinya kembali dan menimpali dengan tenang sambil menatap Diego tajam. Tangannya terulur dan menarik tangan Reyner hingga pria itu duduk di sampingnya. "Hal paling hina dan kotor dalam hidup bukan lah menjalin hubungan dengan perbedaan usia yang jauh, tetapi berbohong dan meninggalkan pasangannya tanpa kata setelah menumpang hidup di rumahnya selama bertahun-tahun," sindirnya, halus. Meski suaranya tenang, namun gejolak di hatinya hampir membuatnya menyemburkan lava vulkanik.

Diego yang Artizea kenal adalah gembel yang tidak punya uang. Dia berasal dari keluarga tidak mampu dan bersekolah dengan mengandalkan beasiswa. Dia tinggal menumpang di apartemennya selama tiga tahun setelah berkencan dengannya.

Ia pikir, pria itu benar-benar miskin hingga ia tidak keberatan menghabiskan lebih banyak uang untuk kebutuhan sehari-hari.

Ia masih enam belas tahun dan ia merasa harus melakukan semua yang ia bisa untuk mendukung Diego karena mencintainya.

Namun apa yang akhirnya ia dapat adalah sesuatu yang tidak pernah terbersit di benaknya. Tidak cukup hanya dengan mencampakkan dan meninggalkannya, ternyata dia adalah putra Reyner. Yang berarti dia bukan orang miskin yang kekurangan uang.

Jauh dari kata miskin rupanya pria itu menipunya.

Sial.

Bajingan itu memang pantas mati.

Kekasihku Adalah Ayah Mantanku (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang