Bab 10 ~ Diintai

174 5 0
                                    

Artizea tancap gas meninggalkan kediaman.

Mengemudikan mobil dengan kecepatan tinggi, ia sengaja memutar lagu milik badgalriri alias Rihanna untuk memperbaiki moodnya.

Sebagai pengingat, Diego adalah penyebabnya.

Pria itu membuat harinya yang indah menjadi kacau dan tercemar. Jadi ia membutuhkan sesuatu untuk memperbaiki kekacauan itu. Salah satu cara paling ampuh adalah mendengarkan suara merdu badgalriri.

"Like brrap brrap brrap, Louis 13 and it's all on me, nigga you just brought a shot." Ia bernyanyi layaknya sedang melakukan konser tunggal. Dengan percaya diri ia menyanyikan lagu milik idolanya dengan suara lantang. Merasa seolah suaranya sangat bagus, seseorang pasti akan pingsan kekurangan oksigen jika mendengarnya.

Namun bahagia terkadang benar-benar sederhana.

Seseorang yang bahagia hanya dengan mendengarkan lagu idolanya dan ikut bernyanyi adalah jenis kebahagiaan paling murah yang tidak perlu mengeluarkan banyak uang.

Tidak perlu ke tempat karaoke. Di mobil, di rumah bahkan di kamar mandi, dimanapun bisa dilakukan. Orang yang tega mengusik jenis kebahagiaan seperti ini adalah sampah.

Sampah masyakarat yang harus di bumi haluskan.

Hanya membutuhkan beberapa menit sebelum Artizea mencapai perusahaan milik salah satu kenalannya. Owner dari perusahaan tempat ia akan menanamkan modal merupakan teman kuliahnya, Courtney. Mereka tidak dekat, namun uang mempertemukan mereka.

Tidak.

Sebenarnya mereka bertemu secara tidak sengaja ketika ia datang ke launching salah satu produk baru milik perusahaan Courtney. Sebagai influencer, ia turut hadir dalam acara itu dan secara tidak sengaja bertemu dengan Courtney yang merupakan pendiri sekaligus pemilik. Jadilah hubungan mereka yang dulu tidak dekat perlahan membaik seiring waktu yang berlalu.

Sebelum turun dari mobil, Artizea menghubungi Courtney terlebih dahulu. Dan setelah memastikan kedatangannya tidak terlalu mengganggu, ia turun dari mobil. Bagaimanapun ia belum membuat janji. Hanya karena tidak bekerja, tiba-tiba ia memutuskan untuk datang.

Benar-benar egois dan tidak tahu diri.

Namun, persetan.

Jika Courtney memarahinya karena seenaknya datang tanpa membuat janji terlebih dahulu, ia akan mendengarkan omelannya dengan patuh dan meminta maaf dengan tulus. Setelah permintaan maaf di ucapkan, hati sekeras baja Courtney pasti mencair dan semuanya terselesaikan.

Courtney baru saja selesai meeting saat mendapat panggilan telepon dari Artizea. Karena kebetulan tidak ada meeting lagi, ia segera turun ke lantai bawah dan menjemput Artizea secara pribadi.

Artizea meringis sambil membentuk huruf V dengan jemarinya saat melihat Courtney berjalan ke arahnya. Wajahnya yang cantik dan penampilannya yang menarik dalam balutan pakaian formal tampak menyembunyikan kekesalannya. Meski punya waktu untuk memikirkan, kenyataannya Artizea tidak peduli.

Kekesalan Courtney, ia yakin akan segera reda.

Hanya dengan beberapa patah kata, tidak, seperti yang ia katakan sebelumnya, hanya dengan permintaan maaf yang tulus, suasana hati Courtney pasti membaik dalam hitungan detik.

"Kau senang mengganggu orang yang sedang sibuk?" Raung Courtney setelah mencapai Artizea. Bukannya mengulurkan tangan untuk menjabat tangannya, ia justru mengulurkan tangan dan menepuk pantatnya.

"Aduh," Artizea mengeluh terlebih dahulu sebelum menyatukan kedua tangannya, melakukan gerakan memohon. "Maaf," ucapnya.

"Dasar kau ini." Courtney melakukan gerakan memukul namun tidak benar-benar memukul Artizea. "Lupakan." Ia mengibaskan tangan, melupakan kekesalannya dalam sekejap setelah mendapatkan permintaan maaf dari gadis itu. "Ayo masuk." Ia menarik pergelangan tangan Artizea, mangajaknya masuk ke dalam dan tidak mengungkit apapun lagi tentang ketidaksopanannya yang tiba-tiba menelepon dan berkata sudah berada di depan kantornya.

"Mm." Artizea mengangguk.

Detik demi detik berlalu.

Butuh setengah hari bagi mereka untuk berbincang-bincang.

Beberapa menit untuk membicarakan tentang pekerjaan dan sisanya mereka menghabiskan waktu dengan menggosipkan orang. Mulai dari diri mereka sendiri hingga selebriti, semua tidak lepas jadi bahan gunjingan mereka.

"Apa kau tidak malu?" celetuk Artizea setelah Courtney menunjukkan secara terang-terangan hasil buruannya yang baru datang dari Amerika.

"Memang kenapa?" tanya Courtney, datar, merasa tidak ada yang salah tentang apa yang ia lakukan.

"Kau punya perusahaan kosmetik tapi kau membeli blotting powder dari perusahaan lain. Bukankah itu tidak masuk akal?" Kecintaan Courtney pada badgalriri memang sudah stadium akhir. Sederhananya, sudah tidak tertolong. Jika ia masih dalam tahap standar, anggaplah level enam, Courtney mencapai tahap tertinggi dengan level tak terhingga.

Tidak heran Courtney memiliki semua produk badgalriri padahal dirinya sendiri memiliki perusahaan yang bergerak di bidang kecantikan.

"Apanya yang tidak masuk akal?" tanya Courtney. "Memiliki produk yang di jual oleh idolaku, apanya yang aneh? Terlepas dari apakah aku punya perusahaan yang menyediakan produk kecantikan atau tidak, tidak ada hubungannya dengan kecintaanku pada idolaku." Courtney memasukan kembali blotting powdernya ke dalam kemasan lalu menyimpannya dengan hati-hati.

"Kau selalu beralasan," balas Artizea.

"Tidak. Aku tidak berasalan," Courtney menimpali. "Lagipula bahkan jika aku membeli semua produknya, aku tidak akan pernah menggunakannya. Mereka terlalu berharga dan aku tidak tega memakainya. Kau tahu, aku menjadikan mereka sebagai koleksi dan aku akan menyayangi mereka sepenuh hati, segenap jiwa dan raga, aku akan melindungi mereka seperti anak-anakku sendiri." Courtney bertekad untuk menjaga mereka semua sebagaimana ia membesarkan Radian, putra tunggalnya yang baru berusia tiga tahun.

Artizea mengangguk kecil. "Baiklah. Aku mengerti bagaimana perasaanmu," ucapnya sembari menepuk perlahan bahu Courtney. Mengidolakan seseorang, rasanya seperti ingin melakukan segalanya untuknya. Jangankan hanya membeli produk, terbang jauh untuk melihat konsernya pun tidak masalah.

Kenapa ia berkata seperti itu, karena ia pernah melakukannya. Tidak, maksudnya sering, ia sering melakukannya.

Banyak hal yang mereka diskusikan hingga tanpa sadar beberapa jam sudah terlalui. Saking asyiknya, mereka sampai tidak menyadari sudah melewatkan waktu makan siang.

Ketika menyadarinya, Artizea segera mengemas barang-barangnya. "Sepertinya aku harus pergi sekarang, Courtney," ucapnya sembari bangkit dari duduknya.

"Kenapa tiba-tiba?" tanya Courtney.

"Apanya yang tiba-tiba? Kita sudah duduk berjam-jam dan ini sudah siang hari. Kita bahkan sudah melewatkan waktu makan siang."

"Kau tidak ingin makan siang denganku?"

"Lain kali." Mengabaikan wajah datar Courtney, Artizea melangkah pergi keluar dari ruang kerjanya.

"Baiklah, selamat tinggal. Maaf tidak mengantar," ucap Courtney saat melihat punggung Artizea perlahan menjauh dan menghilang di balik pintu.

Keluar dari perusahaan Courtney, Artizea mengemudikan mobilnya kembali ke kediaman. Menghabiskan waktu dengan seseorang yang satu frekuensi ternyata cukup menyenangkan. Dan ia tidak menduga di balik sikap acuh Courtney, wanita itu menjadi banyak bicara ketika membahas idolanya yang kebetulan sama dengannya.

Kembali memutar lagu milik badgalriri, Artizea mengemudikan mobilnya dengan kecepatan sedang. Sambil ikut bernyanyi seolah sedang berkolaborasi, ia juga melenggak-lenggokkan tubuhnya dengan lincah.

"Oh, all I see is sign, all I see is dollar signs. Oh, money on my mind, money, money on my mind." Sibuk bernyanyi, dalam sekejap mobil yang ia kemudikan sudah mencapai kediamannya.

Artizea mematikan musiknya lalu mengambil tasnya dan keluar dari mobil. Ia melangkah pelan menuju pintu. Melupakan sesuatu yang terjadi sebelum pergi meninggalkan rumah, ia tidak menyadari bahwa seekor harimau jantan sedang menunggunya dengan tidak sabar. Sedikit menurunkan kewaspadaan, ia bisa tertangkap, diterkam dan dicabik sampai mati. Namun fakta bahwa ia melupakan itu adalah awal dari sebuah bencana.

Kekasihku Adalah Ayah Mantanku (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang