Bab 31 ~ Memberikan Penjelasan

133 2 0
                                    

Reyner menatap Artizea acuh.

Gadis yang memakai lingerie dan tampak seksi itu kini terlihat sedikit menyedihkan. Memakai pakaian seperti itu, ia ingin tahu siapa yang ingin dia goda. Apakah dirinya, atau putranya?

Kini pertanyaan-pertanyaan itu tumpang tindih di kepalanya.

Beberapa hal membuatnya penasaran, namun ia tidak ingin mendengar satu pun jawaban meski sejujurnya ia sangat ingin mengetahuinya. Ketakutan membuatnya enggan mengetahui lebih jauh. Ia takut jawaban yang Artizea berikan bukan jawaban yang ingin ia dengar.

Melihat Reyner tampak enggan berbicara dengannya, Artizea meletakan bunganya di atas meja lalu meraih tangan pria itu. "Reyner, ku mohon. Ayo duduk dan bicara." Ia menyentuhnya dengan hati-hati, takut Reyner menolak. Namun Reyner bukan anak kecil lagi dan ia tahu Reyner lebih realistis dari yang terlihat. Jadi daripada marah dan meluapkan emosinya, ia yakin Reyner ingin mendengarkan penjelasan sebelum menarik kesimpulan untuk membuat keputusan.

Reyner menatap Artizea selama beberapa saat sebelum mengangguk. "Mm."

Artizea menghela napas lega. Namun masih tidak ada senyuman di wajahnya. Ini bukan waktu yang tepat untuk tersenyum, ia hanya merasa lega karena Reyner bersedia berbicara baik-baik dengannya. Setidaknya, ada peluang untuk meluruskan kesalahpahaman ini.

Artizea menoleh ke belakang, memberikan isyarat agar Diego meninggalkan tempat ini. Mereka perlu bicara, dua orang dengan pemikiran dewasa tanpa gangguan. Namun bukan Diego namanya jika mendengarkan perintah orang lain.

Selain acuh dan masa bodoh, tidak ada hal lain yang bisa Diego lakukan. Ia masih bertingkah seolah tidak berada di sana. Dengan muka tebalnya, ia bahkan menganggap pertengkaran yang terjadi di depannya seperti tontonan.

Diabaikan, Artizea menggertakan gigi.

Memang, tidak mudah berbicara dengan iblis. Bahkan jika ia membaca beberapa mantra, ia yakin masih tidak bisa berbicara normal dengannya. Jadi, haruskah ia membunuhnya dan memotong tubuhnya menjadi beberapa bagian? Lebih bagus jika melempar potongannya ke laut untuk menghilangkan jejak. Atau melempar ke hutan untuk dijadikan santapan serigala juga tidak buruk.

Merasakan tatapan Artizea yang menyiratkan banyak hal, Diego buka suara, "Kenapa? Kenapa kau menatapku seperti itu?" Merasa di intimidasi, ia tidak bisa tidak mengajukan keluhan. Dari tatapannya, ia merasakan permusuhan yang pekat. Belum lagi niat membunuh yang kuat, ia yakin jika hanya ada ia dan Artizea di sini, gadis itu sudah menikamnya sampai mati.

Mengabaikan pertanyaan Diego, Artizea berkata, "Diego, bisa kau tinggalkan kami? Aku perlu berbicara dengan Reyner. Hanya berdua." Artizea menekankan kalimat terakhirnya dengan tegas. Kehadiran orang lain, tidak dibutuhkan.

Mendengar Artizea menyebut putranya dengan panggilan 'Diego', Reyner menaikan sebelah alisnya. "Diego?" gumamnya. Ia tidak menduga mereka sudah seakrab itu. Sebagai ayah, ia bahkan memanggil putranya dengan panggilan 'Marcel' dan bukan Diego. Benar-benar mengejutkan mendengar ini langsung dari bibir Artizea.

Gumaman Reyner tidak mungkin Artizea tidak mendengarnya. Ia menatap pria itu. "Aku akan menjelaskannya nanti, aku bersumpah." tekadnya. Lagipula sudah sejauh ini, tidak ada gunanya menutupinya lagi. Mengatakan yang sebenarnya adalah pilihan terbaik.

Diego mengalihkan pandangan dari Artizea ke ayahnya. Melihat ayahnya tidak mengatakan apapun, ia menghela napas panjang sambil memasukkan tangannya ke saku celananya. "Baiklah, aku akan meninggalkan kalian berdua untuk berbicara," ucapnya. "Namun ingat untuk mengatakan hasilnya kepadaku jika kalian sudah selesai." Ia melangkah pergi dan saat melewati Artizea dan ayahnya, ia kembali berujar dengan arogan, "Bagaimanapun, aku masih anggota di keluarga ini." Kemudian ia berlalu dan menutup pintu kembali. Menyisakan Artizea dan Reyner yang saling berpandangan dengan pemikiran rumit.

Setelah kepergian Diego, Artizea meraih pergelangan tangan Reyner. "Ayo kita duduk dan bicarakan baik-baik," ucapnya. Tidak mendapatkan penolakan dari Reyner, Artizea menariknya menuju sofa. Kemudian ia mendudukkan diri di susul oleh Reyner yang duduk di sampingnya.

Keadaan canggung untuk sementara waktu dan Artizea merasa tercekik dengan suasana ini. Namun ia terlalu takut untuk memulai. Saat ini, Reyner mencurigainya. Bahkan jika itu permintaan maaf, Reyner bisa mengartikannya sebagai sesuatu yang lain dan ia akan semakin salah di mata pria itu.

Jadi, apa yang harus ia lakukan?

Setelah cukup lama tenggelam dalam keheningan, tidak lama kemudian Reyner angkat bicara, "Jadi?" Hanya satu kata, namun menyiratkan banyak hal.

Artizea tersentak. Ia menoleh secara alami. "Apa yang ingin kau ketahui? Aku akan menjawab semuanya." Daripada bercerita, sejujurnya ia lebih suka menjawab. Bercerita berarti menceritakan segalanya, sedangkan menjawab berarti hanya perlu menjawab apa yang di tanyakan. Dan itu jauh lebih aman untuk kondisi mentalnya saat ini.

Lagipula, jika ia harus menceritakan semuanya, ia yakin akan menghabiskan beberapa hari hanya untuk satu topik. Selain membuang waktu, pembicaraan tentang Diego adalah yang paling membosankan. Dan yang terpenting, ia tidak yakin mampu menahan diri untuk tidak menceritakan keburukan, kejelekan serta sikap tidak bermoralnya.

"Semuanya. Aku ingin tahu semuanya," jawab Reyner. Dari awal sampai akhir, ia ingin mengetahui segalanya.

"Ehm." Artizea berdehem. Ia tidak terkejut dengan jawaban ini. Ia hanya tidak berharap Reyner begitu serakah. Tapi, tidak masalah. Jangankan satu jam, satu minggu pun asal bersama Reyner, terlepas dari topik pembicaraan mereka sangat menjijikkan, ia mampu menahannya. "Baiklah, seperti yang kau tahu, aku berteman dengan Xana setelah meninggalkan Manchester dan tinggal di London," ucapnya, mengawali pembicaraan.

Reyner mengerutkan kening. "Lalu?" tanyanya.

"Aku bertemu Diego," Artizea melanjutkan. Ia membantu Diego dengan sesuatu lalu Diego terus muncul di depannya seolah sedang menunjukkan keberadaannya. Pria itu tampak sangat menyedihkan pada saat itu dan jiwa penolongnya seketika timbul. Singkatnya begitulah awal mula hubungan mereka.

"Apa yang terjadi selanjutnya?" Reyner bertanya dengan tenang. Perlahan, kisah itu mulai terkuak dan ia tidak bisa menahan perasaan sakit di hatinya.

Jadi begitu.

Diego bertemu lebih awal dengan Artizea, namun baik Artizea atau Diego, kedua orang itu sama-sama menyembunyikannya. Mereka bersikap seolah pertemuan itu adalah pertemuan pertama mereka. -pertemuan waktu di restauran- Kenapa mereka merahasiakannya dan memilih untuk berpura-pura tidak saling mengenal, mungkin ada sesuatu di antara mereka yang sangat tersembunyi. Sesuatu yang mungkin hanya mereka berdua yang tahu.

"Kami menjalin hubungan namun tiga tahun kemudian Diego meninggalkan ku. Hubungan kami berakhir dan ya, seperti yang kau tahu, tidak ada lagi yang tersisa di antara kami. Jadi, semua itu terjadi di masa lalu. Benar-benar di masa lalu." Hanya membuang waktu jika membahasnya, namun Artizea tahu tidak mungkin menghindari pembahasan ini.

Bagi Reyner, ini cukup penting. Dan Artizea tidak ingin menghanguskan sesuatu yang penting bagi Reyner meski sejujurnya ia tidak menyukainya.

Reyner terdiam. Ternyata begitu. Benar. Mereka sangat dekat.

Jika itu terjadi bersamaan dengan persahabatan Artizea dan Xana, berarti itu sudah sangat lama. Mungkin sepuluh tahun yang lalu atau lebih.

Sepuluh tahun.

Waktu yang cukup lama.

Tidak.

Sangat lama.

Namun ia berpikir bukan hal yang mustahil untuk menghidupkan kembali perasaan. Seperti apa yang ia lihat, mereka berciuman di kamar tidurnya. Jika bukan dalam rangka menghidupkan kembali kisah lama, lalu apa?

Haruskah ia cemburu?

Ya. Sejujurnya ia sangat cemburu.

Bahkan jika bajingan itu adalah putranya, ia masih akan merasakan perasaan membara di hatinya.

Melihat ekspresi aneh Reyner, Artizea berpikir apa yang ia katakan mungkin telah menyentuh saraf sensitifnya. Ia buru-buru berkata, “Aku sudah melupakan segalanya tentang masa lalu. Kenapa kau tidak bisa melihatnya?” Masa lalu bukanlah apa-apa baginya, dan ia bahkan tidak ingin membuang waktu lagi untuk memikirkannya.

Yang ia pedulikan adalah masa depan bersama Reyner. Dan juga anak-anak mereka nanti. Namun bisakah Reyner memahami?

Kekasihku Adalah Ayah Mantanku (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang