Seorang pria berwajah tampan, bertubuh tinggi serta berpenampilan menarik berdiri tepat di depan Artizea. Tatapannya yang dalam menatap gadis di depannya dengan senyum lembut yang menambah ketampanannya.
Mata Artizea menyipit namun tatapannya tidak lepas dari sosok itu. Dari awal sampai akhir, fokusnya hanya tertuju padanya.
Kapan?
Kapan terakhir kali ia melihat wajah tampan itu?
Sudah cukup lama. Tidak. Sudah sangat lama. Lama sekali.
Tapi kenapa pria itu masih sama? Tidak berubah sedikit pun?
Artizea menundukkan kepalanya, tersenyum kecil. Dunia benar-benar sempit. Siapa sangka bahkan setelah terbang ke negara lain, ia masih bertemu dengan pria ini? Haruskah ia menganggapnya sebagai keberuntungan, atau kesialan?
Benar, pria celaka itu adalah Gael, pacar kelimanya, bukan, pacar keenamnya. Dia adalah salah satu kekasih terbaiknya. Namun sayang, hubungan mereka kandas setelah tujuh bulan menjalin hubungan. Gael menyukai gadis lain dan sebelum mengejar gadis itu, Gael memutuskannya.
Meski menyebalkan, Artizea bersyukur karena Gael tidak berselingkuh. Setidaknya pria itu mengakui menyukai gadis lain dan berinisiatif jujur padanya alih-alih mengkhianatinya. Pilihan yang bijak dan untuk beberapa alasan, ia menyukai keberaniannya. Itu sebabnya hubungan mereka berakhir dengan damai tanpa meninggalkan perselisihan yang tidak perlu.
Setelah beberapa tahun berlalu, siapa sangka mereka akhirnya bertemu lagi? Sungguh kejutan yang menggelikan.
"Zea, kau masih ingat aku?" tanyanya.
Suara Gael yang rendah membuyarkan lamunannya. Artizea tersentak dan secepat kilat menata pikirannya. Ia menaikan wajahnya dan tatapannya bertemu dengan tatapan pria itu. Ia mengangguk. "Tentu. Bagaimana mungkin aku melupakanmu?" Pria yang mencampakannya demi gadis lain, bajingan brengsek seperti itu, ia pasti idiot jika melupakannya. Ia bahkan mencatat namanya dan menyumpahinya selama masa ia melarikan diri pasca putus.
Gael terkekeh. Ia tahu apa yang Artizea pikirkan, namun ia tidak terburu-buru mengeksposnya. Sebaliknya, ia mendekat lalu memeluk erat gadis itu. Menikmati aramonya yang samar, ia merasa deja vu.
Artizea tersentak, namun hanya sebentar sebelum akhirnya ia membalas pelukan pria itu. Meski ia membenci Gael, namun kebenciannya tidak sebesar rasa bencinya kepada Diego.
Bagaimanapun Gael banyak merawatnya di masa lalu.
Namun meski begitu tetap saja tidak ada ikatan yang dalam di antara mereka. Selain perhatian penuh sebagai sepasang kekasih, baik ia atau Gael tidak pernah melibatkan finansial di dalam hubungan mereka. Jadi ketika putus, tidak ada hal yang memberatkan.
Pria yang enam tahun lebih tua dari Artizea itu meninggalkan ciuman ringan di kedua pipi Artizea sebelum melonggarkan pelukannya dan mengamati gadis itu dengan lebih teliti. "Lama tidak bertemu, kau semakin cantik," pujinya.
"Benarkah?" tanya Artizea. Ia tahu ia semakin cantik, namun ia tidak boleh menyombongkan kecantikannya. Ia harus tetap menjaga profil rendah demi Alecto.
Gael mengangguk. "Tentu saja. Aku sempat tidak mengenalimu tadi." Hanya ketika ia melihat Alecto pergi, ia berani mendekati Artizea untuk memastikan. Dan benar saja, dia memang Artizea, mantan kekasihnya.
"Astaga, Gael, kau tidak banyak berubah. Bibirmu masih semanis madu," ujar Artizea. Namun tidak terlalu buruk. Maksudnya kebenciannya tidak sedalam itu, jadi tidak perlu memusuhinya seperti yang ia lakukan ketika bertemu Diego.
"Apakah itu pujian?"
Artizea memutar bola matanya. "Sepertinya bukan," jawabnya, tanpa dosa. Namun karena pengucapannya di sertai senyum di bibirnya, bahkan jika itu adalah sarkasme, itu tidak terdengar seperti itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kekasihku Adalah Ayah Mantanku (END)
Storie d'amoreArtizea benar-benar bahagia saat menjalin hubungan dengan Reyner, pria yang 20 tahun lebih tua darinya. Baginya, usia bukan masalah dalam sebuah hubungan. Sayang, kebahagiaan yang pikir akan bertahan selamanya hancur setelah kedatangan Diego, mantan...