Chapter 7 : Rekrut

324 61 6
                                    

Boboiboy milik Monsta, meminjam karakternya saja untuk kepentingan cerita.

Alur cerita murni dari pemilik akun

Rate : T 17+

Genre : action, family, brother sibling, friendship, Hurt/Comfort.

Warning : typo, bahasa campur Indo Melayu, kesalahan tanda baca, tidak berhubungan dengan cerita original.

***

"Seandainya, seandainya, cukup! Itu tidak mengubah apapun! Jangan bilang seandainya lagi, itu hanya membuat luka baru."

***

"Jika seandainya aku tidak pernah meminta Boboiboy berpecah, apa yang akan terjadi pada kita?"

Halilintar ingat pertanyaan itu pernah terlontar oleh mulut Taufan saat mereka masih bersama, saat mereka masih menjalani hari-hari di sekolah sebelum kecelakaan bus terjadi.

"Jangan bicara yang tidak-tidak," keluh Halilintar dalam perjalan pulang.

Hanya ada mereka berdua, kalau tidak salah adik-adiknya yang lain memiliki urusan yang membuat mereka berdua akhirnya pulang duluan.

"Aku hanya memikirkannya, menurut Kak Hali apa yang akan terjadi? Kita adalah kekuatan tanpa perasaan sebelum sampai di tangan Boboiboy."

"Yang kita tahu hanyalah menyerang, dan menghancurkan, aku jadi penasaran apa sejatinya kekuatan seperti kita tidak memiliki perasaan?" tanya Taufan.

Halilintar menurunkan lidah topinya sejenak, matahari siang memancarkan teriaknya dalam iringan langkah mereka.

"Sejujurnya aku tidak mengerti soal diriku sendiri, yang bisa kita lakukan sebagai kekuatan adalah tunduk pada perintah tanpa pernah membantah," ucap Halilintar.

"Jika kau bertanya apa yang akan terjadi jika Boboiboy tidak berpecah, aku rasa jawabannya adalah kodrat kekuatan akan tetap sama."

Taufan memiringkan kepalanya bingung, jawaban Halilintar tidak mudah dipahami.

Halilintar paham tatapan itu, dia menatap jam kuasanya sejenak. "Aku merasakannya, perasaan sebagai sebuah kekuatan setelah kita berpecah."

"Awal aku berpecah perasaan emosi itu masih terpendam hingga aku bisa mengatakan hal yang membuatmu sakit hati, aku mengatakan hal menyakitkan padamu karena di saat itu emosiku tidak ada, yang aku tahu hanyalah perintah, dan kepatuhan sebagai sebuah kekuatan."

"Hingga saat kau melakukan hal itu, barulah emosi itu mulai muncul dalam diriku, aku merasakan perasaan bersalah, putus asa, kecewa, semua emosi yang dimiliki manusia menjalar pada diriku yang sebuah kekuatan."

"Aku tidak mengerti bagaimana kau bisa lebih dulu memiliki emosi sebagai manusia, kau harus merasakan hal menyakitkan karena diriku."

Taufan menatap sedih dengan Halilintar yang mulai membahas masa lalu.

"Sejujurnya aku juga tidak mengerti Kak Hali, sebagai sebuah kekuatan hal pertama yang membuatku menyadari perasaan sebagai manusia adalah ..."

"Aku ingin menciptakan sebuah ikatan yang bukan sebatas kekuatan." Taufan tersenyum pelan.

"Maafkan aku, setelah semua yang terjadi aku terlambat menyadari jati diriku yang baru," lirih Halilintar.

"Tidak masalah Kak Hali, aku ada di sini sekarang kan?" balas Taufan.

Dua Batas Sisi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang