Chapter 34 : Si Pecundang

269 42 15
                                    

Boboiboy milik Monsta, meminjam karakternya saja untuk kepentingan cerita.

Alur cerita murni dari pemilik akun

Rate : T 17+

Genre : action, family, brother sibling, friendship, Hurt/Comfort.

Warning : typo, bahasa campur Indo Melayu, kesalahan tanda baca, tidak berhubungan dengan cerita original.

***

"Aku lebih dari sekedar mengerti, arti dari rasa sakit, dan kehilangan."

***

"Perjalanan ke planet Gur'latan memerluhkan waktu dua hari, ini sudah paling cepat, kita akan tiba tepat di hari pertemuan itu," ucap Solar di sela mengamati alien mop mengemudikan kapal angkasa mereka.

"Aku tidak percaya Tapops memberikan kita fasilitas seperti kapal angkasa terbaru ini, padahal sebelumnya mereka selalu memotong anggaran tim kita," keluh Ice.

"Kenapa kau harus bingung ? Ini namanya pencitraan." Solar mengulas senyum tipis.

"Di Baraju jarang yang melakukan itu," gumam Ice.

"Itu artinya kau harus berkunjung ke bumi." Solar melihat jalur yang mereka lalui, sementara Ice memandang bingung ucapan sang letnan.

"Kalau jalur ini kau bisa menggunakan mode auto pilot, tapi tetap awasi kemudi," jelas Solar dibalas anggukan mop Tapops.

"Bahkan kau masih menjadi instruktur mengemudi di saat seperti ini." Ada nada segan yang diberikan Ice pada Solar, hanya dibalas wajah bangga Solar.

"Ngomong-ngomong di mana kapten?" Solar tidak melihat keberadaan Halilintar sejak satu jam lalu.

"Kapten ada di kamarnya, entah kenapa satu jam lalu Kapten mengeluh sakit kepala, tapi sebelum berangkat aku yakin dia baik-baik saja?" bingung Ice.

"Mungkin sakit kepalanya itu karena stres, ya cukup banyak yang terjadi akhir-akhir ini," duga Solar.

Keduanya saling memandang, menebak-nebak penyebab sang kapten sakit kepala.

Sementara sang empu yang dibicarakan sedang berbaring di kamarnya, menggeliat gelisah merasakan sakit kepala yang tak kunjung berhenti sejak satu jam lalu.

"Ya ampun, apa yang terjadi denganku!" batin Halilintar merasakan vertigo saat ini.

Dunia yang berputar itu semakin lama terasa semakin memudar hingga akhirnya Halilintar tersentak, menemukan dirinya dalam posisi berdiri di antara ruangan putih yang tiada ujungnya, namun yang menjadi fokus utamanya adalah, pantulan dirinya sendiri di hadapannya kini.

Tidak.

"Kapten Halilintar Voltera," panggil Halilintar.

Senyum tipis terukir pada sosok yang sama persis dengan dirinya, Halilintar itu sendiri, pemilik asli tubuh yang ada di realitas ini.

"Apa yang tidak bisa diharapkan dari Halilintar, aku sungguh beruntung mendapatkanmu menjadi kekuatanku," tawa sarkas sang kapten.

Halilintar menatap tajam, ucapannya, gestur tubuhnya, sama persis seperti dirinya.

"Jadi kau ingin mengambil alih tubuhmu lagi," ucap Halilintar.

Sang kapten tidak langsung menjawab, manik merah ruby-nya menatap tajam Halilintar.

Dua Batas Sisi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang