Zyandru Bakrie Radeva, yang akrab dipanggil Deva, dikenal sebagai cowok dingin yang sering dijuluki kulkas berjalan oleh teman-temannya. Di balik sikapnya yang keras, Deva menyimpan trauma berat akibat suatu kejadian di masa lalunya.
Meskipun terkes...
Hari kemenangan telah tiba, hari paling istimewa bagi seluruh umat Muslim yang telah menjalani ibadah puasa selama sebulan penuh. Di salah satu kamar, seorang remaja berdiri di depan cermin, tampak kesulitan mengenakan sorban di kepalanya. Pemuda itu, Deva, akhirnya menyerah dan memutuskan untuk meminta bantuan sang ayah.
"Papa, bantuin Dev!" pekiknya sambil mengetuk pintu kamar ayahnya dengan sedikit tidak sabar.
Pintu terbuka, dan di sana berdiri Fahri yang sudah siap dengan pakaian rapi. Bau parfum yang khas tercium oleh indra penciuman Deva, membuatnya mendengus kesal.
"Heh, papa mau tebar pesona sama janda dan perawan komplek sini ya!" tuduh Deva dengan tatapan menyelidik.
Fahri terkekeh, mengusap kepala anaknya dengan ringan. "Kita kan dianjurkan untuk memakai wangi-wangian saat berhadapan dengan Allah. Ketemu manusia rapi, masa giliran sama Sang Pencipta nggak rapi dan wangi?" jelasnya dengan nada tenang.
Deva mengerucutkan bibirnya, tapi tak bisa membantah. "Ya udah, sekarang tolongin Dev pakai sorban, Dev mau kayak papa!" ujarnya, menyerahkan kain sorban ke arah Fahri.
Fahri tersenyum tipis, lalu dengan cekatan melilitkan sorban di kepala anaknya. Deva melihat pantulannya di cermin, lalu terkekeh geli.
"Jam lima lebih, ayo ke masjid!" ajak Fahri setelah memastikan penampilan mereka sudah siap.
"Ayo!" pekik Deva semangat.
Fahri tersenyum mendengar antusiasme anaknya. Ia membiarkan Deva berjalan lebih dulu, sementara matanya mengikuti tingkah anaknya yang sibuk narsis berfoto. Ia terkekeh pelan melihat Deva yang asyik memeriksa hasil jepretannya.
“Kurasa hari ini saatnya,” batin Fahri, namun wajahnya tetap tenang.
"Papa kenapa melamun?" tanya Deva, menoleh ke arah ayahnya yang sejak tadi terdiam.
Fahri tersentak sedikit lalu menggeleng. "Enggak. Papa cuma heran aja, di luar kamu irit bicara, giliran berdua sama papa malah cerewet sekali," ujarnya sambil tersenyum miring.
"Biarin! Papa itu superhero terhebat Deva!" pekik Deva bangga.
Fahri menatap anaknya dengan penuh kasih. "Kuharap kamu tidak kecewa dengan keputusan papa kali ini, Dev," batinnya.
"Papa berdiri duluan, Dev mau papa foto dulu," pinta Deva tiba-tiba.
Fahri mengangkat alis, tapi tetap menurut. Ia berdiri dengan gagah, membiarkan anaknya memotret dirinya.
Setelah melihat hasilnya, Deva tersenyum puas. "Papa mirip Sultan Arab!" serunya kagum.
Fahri hanya bisa menggeleng sambil terkekeh, sementara Deva kembali sibuk dengan kameranya.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
(om Fahri)
"Sini, papa fotoin kamu," ujar Fahri, mengulurkan tangan untuk mengambil ponsel Deva.