37 (permata hati papa)

1.2K 92 0
                                    

Siang hari, Deva masih tertidur di kamarnya. Fahri membiarkannya saja. Lagipula, fakta yang ia sampaikan tadi pasti membuat anaknya sedikit kecewa terhadapnya.

Di kamar, Deva terbangun karena alarm yang berbunyi menandakan sudah masuk waktu sholat dzuhur. Ia segera menuju kamar mandi, membasuh wajahnya, lalu berganti pakaian. Setelah itu, ia keluar kamar untuk menghampiri sang ayah.

Di ruang tamu, Fahri tengah mengecek beberapa hasil gambarnya sebelum dikirimkan kepada klien. Tiba-tiba, sebuah pelukan melingkar di lehernya, membuatnya mengalihkan perhatian.

"Sholat yuk!" ajak Deva.

"Tidak mau ke rumah grandpa?" tanya Fahri.

"Nanti saja. Dev malas bertemu grandpa, nanti malah berantem, kan ribet," ujar Deva santai.

"Habis sholat dzuhur kita ke rumah Om Danel ya," ujar Fahri.

"Ngapain, Pah?" tanya Deva penasaran.

"Malak THR. Tadi Om Wiwit WA katanya mereka lagi kumpul di sana," jawab Fahri.

"Memang Papa sudah menyiapkan THR?" tanya Deva.

"Sudah, tenang saja. Warna merah dua lembar," ujar Fahri santai.

"Lima gitu. Masa dua sih!" protes Deva.

"Kamu saja minta dua puluh lembar. Yah, THR-nya habis sama kamu," ujar Fahri, menghela napas.

"Hehe," tawa Deva.

Mereka pun berangkat ke masjid untuk melaksanakan sholat dzuhur berjamaah. Karena ingin pergi setelahnya, mereka memilih menggunakan motor milik Deva. Fahri malas mengendarai mobil karena menurutnya jalanan pasti macet, dan benar saja, dugaannya tepat.

Setelah sholat dzuhur, mereka langsung tancap gas menuju kediaman Danel. Rumah mewah berlantai dua itu adalah definisi rumah Danel. Bergaya Eropa, nampak sederhana, tetapi tetap berkesan mewah.

Fahri turun dari motor diikuti Deva. Mereka berdua memakai peci. Dengan tidak santai, Fahri malah menendang pintu utama rumah, membuat semua orang yang ada di dalamnya terkejut.

"Salam dulu, bule KW!" kesal Wiwit.

"Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, ya ahli kubur," ujar Fahri santai.

"Wa'alaikumussalam," jawab semua orang serempak.

"Om Fahri, THR!" pekik Haidar, mengadahkan tangannya ke arah Fahri.

"Dek, kamu ini kebiasaan," ujar Danel.

"Hehe, peace, Ayah," tawa Haidar.

"Kalian mengantri saja, nanti Om bagi THR-nya," ujar Fahri.

"Om, yang besar juga dapat ya!" pekik Rian.

"Iya," jawab Fahri.

"Yeah, lumayan buat beli kuota!" pekik Sandy.

"Buat malu lu. Di rumah lu kan ada Wi-Fi," ujar Leo.

"Dimatikan sama Ayah gua, kan menyebalkan banget," keluh Sandy.

"Habisnya kau dan Gara libur sekolah di kamar mulu, streaming film. Padahal keluar gitu kayak anak gadis aja diam di kamar terus," sahut Santo, ayah Sandy.

"Masih mending lu, anaknya anteng di rumah. Lah gua pusing tiap hari denger anak berantem mulu," keluh Ridho, ayah Rian.

"Dih, itu mah ulah Rian tuh!" pekik Reon, adik Rian.

"Heh, kurang ajar lu!" kesal Rian.

"Mereka berisik sekali," ujar Atha.

"Nanti juga kamu akan begitu sama adikmu," ujar Wiwit, ayah Atha.

(Revisi) Deva (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang