(Side Story: Kirito POV)
Awalnya aku hanya mengira dia tidak lebih dari pemula yang baru pertama kali memainkan game realitas virtual dan orang yang beruntung karena bisa menjadi salah satu dari beta tester.
Ketika aku pertama kali bertemu dengannya, hal pertama yang terlintas dalam benakku adalah "bagaimana orang ini akan bertahan di game ini selanjutnya?".
Tidak hanya lari terbirit-birit hanya karena monster pemula, dia juga benar-benar seperti seorang yang tampak baru pertama kali memainkan game sejenis ini karena menggunakan penampilan aslinya sebagai avatar.
Namun-ketika game tiba-tiba berubah menjadi tempat dimana orang bisa mati dengan mudahnya dan semua orang merasa putus asa, dia malah menjadi orang terhebat yang bisa menyatukan semua player untuk terus maju.
Meskipun Diavel telah mati di lantai pertama, aku yakin dia akan tertawa bahagia di surga jika mengetahui keadaan kami yang telah bersatu menjadi besar akibat dia.
Kecerdasan dan kharisma yang dia miliki adalah alasan kami semua mengikutinya.
Setelah terbentuknya guild [The White Paladin], hampir tidak ada satu pun korban di semua pertarungan yang dia pimpin untuk menaklukkan bos.
Dia benar-benar gadis-tidak, karena dia memiliki kedewasaan dan tingkah laku yang berbeda dari semua perempuan yang pernah aku temui sebelumnya, memanggilnya wanita mungkin adalah kata yang lebih tepat.
Dia benar-benar wanita yang luar biasa.
Mengetahui bahwa diriku adalah orang yang bisa memegang hak untuk menjadi tangan kirinya, aku merasa sangat terhormat.
Dia juga adalah orang yang lembut, baik hati, dan selalu bisa menenangkan kita semua jika terjadi sebuah pertengkaran.
"Kita akan pancing boss ke tengah area desa." (Asuna)
"Tu-Tunggu dulu! Kalau kita melakukan itu para NPC akan-" (Kirito)
"Justru itu adalah tujuanku. Ketika bos fokus menyerang para NPC penghuni desa, kita akan memanfaatkan kesempatan itu untuk menyerang dan mengalahkannya." (Asuna)
"Para NPC bukanlah objek yang sama seperti lainnya! Mereka itu-" (Kirito)
"Apa kau mau bilang mereka itu hidup? Mereka hanyalah sebuah objek belaka, tidak lebih dari dekorasi biasa. Jika mereka mati, mereka akan hidup lagi." (Asuna)
" .... Aku tidak bisa menerima ini. Astolfo-san, bagaimana strategi ini menurutmu?" (Kirito)
"Hm, jika dilihat secara logika, strategi yang disarankan oleh Asuna bisa dibilang strategi yang bagus yang memiliki persentase tinggi untuk menang." (Astolfo)
"Kemudian-" (Asuna)
"Se-ca-ra lo-gi-ka, itu yang aku bilang. Kalau ini diterapkan secara realistis, meskipun kita menang melawan bos itu, moral kita semua pada akhirnya akan turun. Meskipun para NPC itu memang hanyalah sebuah objek yang diprogram secara otomatis, mereka memiliki penampilan dan tingkah laku seperti manusia biasa. Jika kita membunuh mereka hanya untuk mengalahkan mid-boss, itu pasti akan meninggalkan rasa buruk di mulut kita." (Astolfo)
"Lihat, dengan ini-" (Kirito)
"Kau juga, jangan menjadi besar kepala dulu Kirito. Kesampingkan apa yang aku katakan tadi, kau tidak boleh terlalu memendam perasaan pada objek tak nyata di dunia ini. Jika kau dalam kondisi terdesak dimana kau harus mengorbankan para NPC, lakukanlah tanpa ragu. Walau mereka didesain sangat mirip seperti kita, pada akhirnya mereka hanyalah sebuah program." (Astolfo)
".... Perkataan mu ini benar-benar berkebalikan dengan apa yang kau katakan pada Asuna tadi, Astolfo-san. Aku jadi bingung sendiri." (Kirito)
"Di-Diam! Aku ini sedang mencoba untuk menasehati kalian, j-jangan membantah!" (Astolfo)
Dia selalu mencoba untuk memarahi kedua sisi jika terjadi pertengkaran dalam grup. Meskipun itu kadang malah jadi membingungkan kami, apa yang dia lakukan ini adalah untuk mencegah berat pada satu sisi dan menjaga seluruh grup agar tetap seimbang.
Tapi jika kami benar-benar melakukan sebuah kesalahan, dia tentu saja akan secara serius memarahi kami agar tidak berakhir menjadi buruk.
Di sisi lain, jika kami melakukan sebuah pencapaian atau melakukan suatu hal baik, dia akan menjadi orang pertama yang memuji kami tanpa henti atas hal yang telah kami capai atau lakukan itu-membuat semangat kita terus naik.
Dia tidak diragukan lagi, adalah sosok yang sempurna untuk menjadi pemimpin.
Walaupun-karena dia adalah manusia seperti kita semua, dia tentunya memiliki beberapa kekurangan untuk mencegahnya menjadi terlalu sempurna.
Misalnya, ketika aku baru saja mendapat pemberitahuan kenaikkan level setelah mengalahkan bos.
"Hebat. Jadi kau sudah naik level lagi, Kirito? Aku adalah pemimpin di sini, tetapi kenapa malah kau yang ada di barisan depan terus? Apa kau mau memonopoli hit dan mendapat exp lebih banyak dari yang lain? Kau bahkan tidak membiarkanku untuk mendaratkan satu pun hit. Sekarang aku jadi tidak terhitung dalam kelompok dan sama sekali tidak mendapatkan exp. Kau benar-benar protagonis, bukan?" (Astolfo)
"...." (Kirito)
Dia adalah orang yang mudah cemburu dan selalu kesal ketika melihat kami naik level. Padahal alasan kami tidak membiarkan dia maju adalah untuk menjaganya tetap aman karena pertahanannya yang sangat lemah.
Tapi kenapa dia selalu menyebutku sebagai protagonis? Bukankah kata protagonis lebih cocok digunakan untuk orang sepertinya?
Yah apapun itu, ini tidak seperti aku membenci sisi kekurangannya itu. Aku bahkan bisa mengatakan kalau itu adalah salah satu pesonanya dan kami semua diam-diam menikmati ketika dia merasa cemburu pada para anggota yang naik level.
Jujur, beberapa kali aku bahkan pernah pergi ke lantai atas hanya untuk terus menaikkan levelku agar dia menunjukkan kecemburuannya padaku sekali lagi.
Meskipun akibatnya, dia-
"Cukup. Aku akan pergi." (Astolfo)
Sekarang aku merasa sangat bersalah.
KAMU SEDANG MEMBACA
SAO: Astolfo Reincarnation
FanfictionAku, Amakusa mati dan tiba-tiba bereinkarnasi ke dunia SAO dengan tubuh Astolfo? "Tunggu! Ini salah! Aku seharusnya pria tampan dan keren, namun kenapa aku malah menjadi trap!?" . Catatan: Saya tidak memiliki hak cipta atas gambar sampul maupun gamb...