Bab 43: Kekacauan

361 53 5
                                    

Keesokan harinya. Walaupun Kirito dan Asuna sudah keluar dari kelompok hingga menyisakan Kibaou dan Amakusa sang kecoak saja untuk bertarung, perjalanan dalam menaiki lantai tetap berjalan dengan lancar karena bagaimanapun markas utama [The White Paladin] tidak jauh lagi dari lantai 57.

"Besar sekali—!" (Silica)

Silica tidak bisa menahan mulutnya untuk tidak berkata setelah dia melihat bangunan—tidak, karena markas itu sendiri sangatlah besar dengan tembok yang super tinggi—benteng, mungkin adalah kata yang tepat untuk menyebut markas utama dari guild [The White Paladin] ini.

"Tidak sebesar "markas kesalahan" kami itu sih." (Amakusa)

"Eh?" (Silica)

Silica menoleh ke Amakusa dengan bingung ketika dia merasa mendengar mantan pekerja kantoran itu mengatakan sesuatu.

"T—Tidak, lupakan itu." (Amakusa)

Amakusa dengan gugup mengalihkan pandangannya. Apa yang dia maksud dengan "markas kesalahan" itu adalah markas yang dikunjungi kelompok guild [Kuroneko] bersama Kirito beberapa hari yang lalu.

Ada alasan kenapa dia memanggil itu sebagai "markas kesalahan". Bagaimanapun, markas itu adalah markas yang Amakusa dan guild-nya buat ketika mereka akhirnya bisa mendesain bangunan sesuai keinginan mereka. Akibatnya karena terlalu bersemangat, mereka membangun itu menjadi terlalu besar dan terlalu mewah—menjadikan dana yang mereka miliki saat itu langsung kering, sampai membuat seluruh anggota guild harus memakan roti sederhana setiap hari untuk menghemat uang dan mengembalikan dana yang hilang. Apalagi karena "markas kesalahan" berada di lantai yang cukup bawah, mereka tidak bisa menjadikan itu sebagai markas utama karena akan membuat capek jika mereka harus naik dan turun melalui banyak lantai hanya untuk grinding dan kembali ke rumah.

Maka dari itu, Amakusa merasa cukup tepat untuk menyebut itu sebagai "markas kesalahan" jika mengingat berapa banyak penderitaan yang dia dan anggotanya harus hadapi ketika itu berhubungan dengan markas lama mereka.

Amakusa menatap Kibaou.

"Kibaou, apa kau bisa membawa Silica jalan-jalan mengelilingi markas dan memperkenalkannya pada seluruh fasilitas yang ada di sini, sementara aku akan mengerjakan dokumen dan membersihkan kekacauan setelah ini? Sekalian, dapatkan kamar untuknya juga." (Amakusa)

"Akan aku lakukan, Ketua." (Kibaou)

Mendapat perintah dari ketuanya, Kibaou tampak patuh dengan itu dan menundukkan kepalanya.

Amakusa mengangguk, lalu menoleh ke Silica.

"Kemudian Silica. Besok hari, apa kau bisa bangun pagi? Karena kau akan mengetahui dimana tempatnya setelah diantarkan oleh Kibaou untuk berkeliling, apa kau bisa pergi ke kantorku besok pagi? Aku ingin mengajakmu ke suatu tempat." (Amakusa)

"Ah? Ya, aku akan melakukannya Astolfo-san." (Silica)

Silica menganggukkan kepalanya tanpa ragu. Namun dalam hatinya, dia penasaran mau dibawa kemana dia oleh Amakusa pada besok pagi.

Jadi, dia memutuskan untuk bertanya saja langsung pada orangnya.

"Memangnya Anda mau membawaku ke mana?" (Silica)

"Itu rahasia." (Amakusa)

Amakusa tersenyum dengan perasaan misterius. Mantan pekerja kantoran itu kemudian melambaikan tangannya pada mereka dan pergi memasuki gerbang duluan.

"Kalau begitu aku serahkan segalanya pada diri kalian sendiri! Jika ada yang kalian butuhkan, panggil saja aku langsung ke kantorku! Aku akan mengurus masalah yang kutinggalkan sekarang, dah!" (Amakusa)

Amakusa berlari memasuki markas. Penjaga yang menjaga gerbang langsung menundukkan kepala mereka ketika melihat pemimpin mereka, sama sekali tidak mencoba bertanya atau menghentikannya.

Amakusa lalu berhenti ke salah satu player bermuka biasa yang tampak baru saja keluar dari markas sambil memakan pisang di mulutnya. Mempertimbangkan gaya berjalannya yang santai, dia tidak tampak keluar karena sebuah urusan penting.

Jadi, Amakusa langsung menangkap tangan player itu.

"Hei kau, Player A! Kalau tidak salah ingat, kau juga bisa mengurus dokumen seperti Asuna kan? Apa kau bisa membantuku dalam pekerjaanku? Baiklah, kau setuju? Ayo pergi!' (Amakusa)

"Oh, Ketua? Anda sudah pulang ternyat— T—Tunggu, kenapa Anda menarikku!? A—Aku akan membantu Anda tetapi tolong lepaskan tanganku! A—A—Aku akan putus—!!" (Player A)

Silica dan Kibaou tidak mengatakan apa-spa.

...

Keesokan harinya lagi, pada pagi hari Silica berjalan melalui lorong markas guild [The White Paladin] saat dia sedang berjalan mencari pintu kantor Amakusa. Pina ada di sampingnya.

Silica sudah tinggal selama satu malam di sini. Karena Amakusa sudah memerintahkan Kibaou untuk memperkenalkannya pada markas, Silica kira-kira sudah mendapat denah seluruh ruangan yang ada di sini dalam kepalanya. Dia juga gugup karena berada di lingkungan baru, apalagi dengan anggota-anggota guild kelas tinggi yang tinggal di sini—meskipun mereka semua orang baik, dia tetap merasa agak rendah diri ketika melihat levelnya sendiri.

"Tapi aku harus membiasakan diri dan berkenalan dengan yang lain! Bagaimanapun, aku akan tinggal di sini mulai sekarang!" (Silica)

Bergumam seperti itu pada dirinya sendiri, Silica lalu menundukkan kepalanya sedikit dan merasa gugup untuk menyapa ketika dia berpapasan dengan salah satu player anggota guild yang sedang berjalan di lorong—yang kemudian dia dibalas dengan senyuman ramah juga.

Silica menghela nafas lega. Tampaknya karena dia telah mengenakan jubah putih yang sama seperti anggota lain dan berkeliling dengan Kibaou kemarin, wajahnya sebagai anggota baru setidaknya sudah diterima di sini.

"Jika ingatanku bersama Kibaou kemarin tidak salah, ini adalah kantor Astolfo-san, kan?" (Silica)

Silica berhenti ketika dia menemukan sebuah pintu dengan sebuah papan bertuliskan nama "Astolfo" di depannya. Karena dia mengharapkan kantor dari pemimpin guild besar seharusnya lebih mewah, Silica masih merasa tak percaya kemarin melihat bagaimana pintu dan papan nama ini terlihat sangat biasa dibandingkan dengan yang ada di bayangannya. Jika tidak ada nama pemimpinnya di pintu ini, sulit untuk membedakan ini dari pintu kamar biasa lainnya.

Silica mencoba mengetuk pintu. Namun, setelah beberapa detik menunggu, tidak ada jawaban dari dalam. Dia mengetuk untuk kedua dan ketiga kalinya, tetapi hasilnya tetap sama.

"Astolfo-san?" (Silica)

Silica bertanya-tanya apakah Amakusa ketiduran akibat lelah karena dia mengatakan dokumen yang harus dia urus sangatlah banyak. Itu membuatnya sedikit kecewa karena dia pikir mantan pekerja kantoran itu mengingkari janjinya. Tetapi dia juga tidak bisa menyalahkan Amakusa, lagipula mengurus guild besar pasti sulit dan jika orang itu memang lelah maka Silica tidak akan memaksa.

Silica kemudian mencoba memegang gagang pintu kantor Amakusa dan memutar itu—sebelum dia terkejut ketika dia menemukan bahwa dia bisa membuka itu

"Ini tidak terkunci?" (Silica)

Silica berkata.

Karena jika pintunya memang tidak terkunci, dia berpikir mungkin tidak apa jika dia mengintip sedikit untuk memeriksa apakah Amakusa ada di dalam atau tidak.

Tetapi, apa yang dia pilih adalah sebuah kesalahan—kesalahan dari sebuah kesalahan terdalam yang bahkan bisa mengubah malaikat langsung jatuh menjadi iblis.

Karena bagaimanapun, jika dia tidak membuka pintu kantor saat ini—dia tidak akan melihat sebuah insiden mengerikan yang tidak seharusnya dia lihat.

Apa yang ada di dalam ruangan adalah sebuah kekacauan murni. Mengatakan itu seperti kapal yang baru saja pecah mungkin tak salah.

Ruangan yang seharusnya luas, terasa sangat sempit dan bahkan hampir tidak ada ruang lagi karena betapa banyaknya dokumen yang berserakan. Meja, sofa, atau berbagai furnitur yang ada di lantai tidak bisa dilihat lagi setelah dokumen menenggelamkan mereka. Kemudian, sosok Amakusa yang ada di balik semua dokumen itu terlihat, saat dia sedang terbaring di meja kantor dengan kedua bola matanya yang sudah berubah—menjadi sebuah warna putih bersih seperti orang mati.

SAO: Astolfo ReincarnationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang